PERTUMBUHAN EKONOMI 2020 SULIT ANDALKAN EXPOR



Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, pemerintah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi di level 5,3 persen. Perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian menjadi salah satu hambatan utama pencapaian target pertumbuhan ekonomi dari sisi perdagangan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto pun memberikan masukan agar pemerintah melakukan pembenahan di industri pengolahan. Sebab, berdasarkan catatan BPS, industri ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kalau saya berharapnya itu tadi, ada sedikit pembenahan di industri pengolahan. Kuncinya ada di sana. Kalau industri pengolahan itu bergerak naik, karena share-nya gede sekali 19,5 persen, ada pergerakan sedikit saja dia akan bisa menaikkan,” kata pria yang akrab disapa Kecuk itu kepada JawaPos.com, usai rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (28/8).
Pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2019 tercatat sebesar 5,05 persen. Menurut lapangan usaha, industri memberikan andil terbesar dengan share mencapai 19,52 persen.
Berturut-turut setelahnya yakni pertanian (13,57 persen), perdagangan (12,95 persen), konstruksi (10,37 persen), dan pertambangan (7,38 persen). Selain membenahi industri, Kecuk juga menyarankan agar pemerintah mendorong hilirisasi.
Sebab, hilirisasi ini akan dapat menciptakan lapangan kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan berarti daya beli naik asalkan inflasinya terkendali.
“Jadi, saya lebih berharap di konsumsi rumah tangga. Akan lebih reasonabledaripada saya berharap ke ekspor,” imbuhnya.
Kecuk pesimistis, kinerja ekspor akan signifikan mengerek pertumbuhan ekonomi lantaran harga komoditas anjlok. “Volume ekspor kita masih naik lho. Tapi, kalau harganya jatuhnya seperti itu, apa yang bisa kita perbuat?” katanya.
Berdasarkan catatan BPS, ekspor nonmigas Januari-Juli 2019 dari sisi volume mengalami kenaikan 9,79 persen year-on-year (yoy). Sepanjang Januari-Juli 2018, volume ekspor nonmigas RI hanya sebanyak 326,92 juta ton.
Namun, pada Januari-Juli 2019, volume ekspor nonmigas RI tercatat mencapai 358,92 juta ton. Akan tetapi, dari sisi nilai mengalami penurunan sebesar 6,58 persen.
Nilai ekspor nonmigas RI pada Januari-Juli 2018 mencapai USD 94,27 miliar. Namun, pada Januari-Juli 2019 nilai ekspor nonmigas RI hanya sebesar USD 88,07 miliar.
“Jadi, menurut saya ini kalau untuk menggenjot ekspor dalam jangka pendek dengan perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian akan berat,” katanya.
“Saya akan lebih menekankan bagaimana konsumsi dalam negeri, yang bisa dipicu. Jadi, kalau industrinya naik, menciptakan lapangan kerja, tapi juga menciptakan konsumsi domestik,” pungkasnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan pesimistis mendengar target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen yang diusulkan pemerintah. Dia pun menilai perkiraan dari Bank Indonesia (BI) lebih realistis di rentang 5,1 persen hingga 5,5 persen.
“Saya pesimistis dengan perkiraan yang dibuat pemerintah, utamanya pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, ambisius, tidak akan terealisasi. Dari chart yang dipaparkan Menkeu tadi, faktor yang mempengaruhi PDB, tidak ada yang lebih baik dari tahun-tahun lalu,” katanya.
“BI tadi bilang antara 5,1-5,5 persen. Bisa jadi, kalau saya ikuti proyeksi BI paling banter 5,2 persen,” imbuh politikus Partai Gerindra itu.
Dalam rapat kerja tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2020 sebesar 5,3 persen. Usulan tersebut telah mempertimbangkan perkembangan kondisi global dan domestik.
“Kami sampaikan asumsi pertumbuhan ekonomi 2020 yaitu 5,3 persen yang didukung permintaan agregat sebagai berikut: dari sisi konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh lima persen, LNPRT negatif akibat pasca pemilu, konsumsi pemerintah masih bsia kontribusi 4,3 persen, investasi proyeksinya 6 persen, ekspor akan menghadapi ketidakpastian kami asumsikan recover 3,7 persen. Secara keseluruhan perekonomian 2020 tumbuh di 5,3 persen,” tutur Sri Mulyani.

0 komentar:

Posting Komentar