Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2022 pada kisaran 5,0-5,5 persen. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi itu merupakan kombinasi rem dan gas yang tepat. Dimana angka pertumbuhan yang disampaikan tersebut lebih rendah dari angka asumsi dasar pada Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2022, sebesar 5,2-5,8 persen.
“Penurunan target pertumbuhan ekonomi dari rentang 5,2-5,8 persen menjadi 5,0-5,5 persen bisa dimaklumi karena kondisi internal maupun global yang masih dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi,” terang legislator yang akrab disapa Hergun itu dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Senin (30/8/2021). Selain itu ada pula tantangan global lainnya, seperti ancaman perubahan iklim, peningkatan dinamika geopolitik, serta pemulihan ekonomi global yang tidak merata.
"Melonjaknya angka (kasus) Covid-19 pada Juni hingga Agustus 2021 mendorong pemerintah menghitung ulang target pertumbuhan ekonomi menjadi. Jadi target saat ini sebenarnya cukup moderat sebagai hasil kombinasi rem dan gas yang tepat,” jelas Hergun. Selain mengubah target pertumbuhan ekonomi pada 2022, ia encermati sebelumnya pemerintah juga merevisi target pertumbuhan ekonomi pada 2021 menjadi 3,7-4,5 persen.
“Sejatinya, pemulihan ekonomi sudah menunjukkan hasil yang positif. Capaian pada kuartal II-2021 sebesar 7,07 persen memiliki dua makna penting. Pertama, mengakhiri resesi. Kedua, ekonomi mampu tumbuh signifikan,” tegas politisi Partai Gerindra itu. Apalagi saat ini sedang terjadi tren perbaikan ekonomi di dunia di antaranya, Amerika Serikat tumbuh 12,2 persen, kawasan Eropa 13,7 persen, China 7,9 persen, dan Jepang 7,5 persen.
Adapun capaian pada kuartal II-2021 tersebut diprediksi tidak berlanjut pada kuartal III-2021 akibat dampak kebijakan PPKM Darurat Level 4 yang diberlakukan sejak 3 Juli 2021, karena melonjaknya kasus positif corona. Hal tersebut harus bisa diperbaiki pada kuartal IV/2021, sehingga diharapkan pada akhir 2021 dapat diraih pertumbuhan kumulatif di atas 3 persen sebagai baseline untuk mewujudkan pertumbuhan lebih tinggi di 2022.
“Meskipun pemerintah telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi 2022, namun sejumlah kalangan masih pesimis akan tercapaianya target tersebut. Untuk menjawab pesimisme tersebut, ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan pemerintah,” tegas Hergun. Legislator dapil Jawa Barat IV itu menjabarkan beberapa langkah, pertama, pemerintah perlu mempercepat pelaksanaan vaksinasi sebagai pertahanan terhadap Covid-19 yang sewaktu-waktu dapat melonjak lagi.
Kedua, pemerintah perlu meningkatkan serapan belanjanya. Seluruh kementerian/lembaga harus berkomitmen meningkatkan kinerja dan serapan anggaran. Percepatan belanja pemerintah akan menjadi penopang perekonomian di kuartal III dan IV 2021. Terjadinya Silpa yang cukup besar pada 2020 tidak boleh terulang kembali pada 2021 ini. Selain itu, program PEN harus bisa dieksekusi di atas 95 persen.
Ketiga, Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2021 yang mencapai 795,5 triliun harus menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah. Pemerintah perlu mendorong Pemerintah Daerah untuk mempercepat serapan belanjanya serta tidak mengendapkan uangnya di perbankan. Data mencatat jumlah dana daerah yang mengendap di perbankan masih cukup tinggi.
Keempat, pemerintah harus mempercepat reformasi perpajakan. Tahun 2022 adalah tahun terakhir diperbolehkannya defisit di atas 3 persen. Setelah itu, pemerintah harus mampu menggenjot penerimaan perpajakan dan PNBP untuk membiayai APBN. Sebab sudah 12 tahun berturut-turut penerimaan perpajakan gagal memenuhi target yang ditetapkan. Reformasi perpajakan pertama-tama harus menyasar fondasi struktural.
Kelima, pemerintah perlu mendorong UMKM menjadi salah satu pilar penguatan ekspor. Saat ini daya beli di dalam negeri belum sepenuhnya pulih. Padahal konsumsi rumah tangga memiliki porsi 57 persen terhadap pembentukan PDB. Dan keenam, pemerintah perlu mengelola utang secara bijak dan penuh kehati-hatian. Posisi utang pemerintah per Juni 2021 berada di angka Rp6.554,56 triliun. Banyaknya utang akan menjadi beban bagi APBN dan perekonomian.
“Keseimbangan gas dan rem yang tepat akan berdampak positif terhadap penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Tidak mustahil target pertumbuhan 5,0-5,5 persen pada 2022 akan tercapai, perkiraan akan ada di kisaran 5,2 persen. Kuncinya, tahun 2021 ini harus ditutup dengan pertumbuhan kumulatif di atas 3 persen sebagai baseline yang kokoh untuk 2022 mendatang,” tandas Hergun. (ah/sf)
0 komentar:
Posting Komentar