Hergun: Indonesia dibayangi Resesi Ekonomi

Hergun: Indonesia dibayangi Resesi Ekonomi

Menyusul pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), minus 5,32 persen (year-on-year/yoy), Indonesia berada dalam ancaman resesi ekonomi. Angka tersebut jauh merosot dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 yang tumbuh 2,97 persen (yoy).

Hal ini diungkap Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam keterangan persnya, Rabu (5/8/2020). Angka pertumbuhan itu, bahkan jauh merosot dibandingkan kuartal II 2019 yang mampu tumbuh 5,05 persen (yoy). Hergun-sapaan akrab Heri Gunawan-memprediksi minusnya pertumbuhan ekonomi Indonesia kemungkinan masih terus berlanjut hingga kuartal III 2020.

"Bila ekonomi pada kuartal III kembali mencatatkan pertumbuhan negatif, maka ini semakin menyulitkan Indonesia lepas dari jerat dan bayang-bayang resesi. Fenomena ini merupakan yang pertama kalinya sejak krisis tahun 1998. Suatu negara disebut mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut di tahun yang sama," urai politisi Partai Gerindra itu.


Pemerintah sendiri, sambung legislator dapil Jabar IV ini, sudah menyadari ancaman resesi tersebut ketika masuk kuartal III 2020 nanti. Wakil rakyat asal Sukabumi, Jabar, ini mengulas lebih dalam dampak resesi bila itu terjadi. "Daya beli turun dan dunia usaha akan merasakan betul dampaknya. Perusahaan akan melakukan penghematan besar-besaran, bahkan gulung tikar usaha jadi keniscayaan yang mungkin terjadi dan bermuara pada gelombang PHK," papar Hergun.

Para pencari kerja pun kelak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan di masa resesi nanti, karena perusahaan-perusahaan pasti tak akan menerima karyawan baru. Dus, yang pasti angka kemiskinan kian melambung. Konsumsi rumah tangga yang biasanya jadi pendorong ekonomi domestik otomatis ikut menurun. Masyarakat pun, masih kata Hergun, akan mulai menghemat pendapatannya. 

"Dari survei data BPS yang dilakukan sejak Januari-April 2020, jumlah perusahaan yang memasang iklan lowongan kerja menurun drastis. Pemerintah memprediksi angka pengangguran diprediksi naik 2,92 juta orang dalam skenario berat dan naik 5,23 juta orang dalam skenario sangat berat," seraya menambahkan, "Pemerintah memproyeksi angka kemiskinan bertambah 1,89 juta orang pada skenario berat dan bertambah 4,86 juta orang pada skenario sangat berat di tahun ini."

Hergun menyarankan, untuk bisa keluar dari bayang-bayang resesi, maka penanganan Covid-19 tidak boleh lambat atau tidak sinkron, karena efeknya akan berkepanjangan dan semakin memperparah kondisi perekonomian nasional. Waktu recovery-nya pun akan semakin panjang. Anggota Badan Legislasi DPR ini menyerukan agar penanganan Covid-19 segera diperbaiki, karena akan memunculkan risiko social unrest dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang melambung tinggi. 

"Dalam jangka pendek, harus ada sinergi para pemangku kebijakan fiskal dan moneter dengan melakukan metode darurat berupa pembelian kembali surat berharga pemerintah oleh Bank Indonesia (quantitative easing) untuk menopang perekonomian, agar tidak lumpuh. Konsekuensinya memang akan menyebabkan inflationary pressure," pandang Hergun.

Namun, ia melanjutkan, tekanan inflasi itu diperkirakan tidak lebih dari setahun ke depan dengan harapan perekonomian bisa membaik setelahnya. Kini, pemerintah harus lebih serius memberi stimulus dengan membentuk jejaring pengaman sosial dan insentif bagi dunia usaha. 

0 komentar:

Posting Komentar