Pemerintah Pajaki Sembako dan Pendidikan, DPR Siap Pasang Badan Menolaknya

 


herigunawan.info - Pemerintah berencana mengeluarkan dua jenis barang dan 11 jenis jasa dari daftar bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya dua barang dan 11 jenis jasa pelayanan tersebut akan dikenakan PPN.

Hal ini tertuang dalam dokumen draf revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang tersebar di kalangan publik.

Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, menyatakan bahwa Komisinya sebagai mitra Menteri Keuangan belum menerima draf Revisi UU KUP dimaksud.

RUU tentang Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 dengan nomor urut 31 sebagai usulan dari Pemerintah.

“Komisi XI dalam posisi menunggu Draf RUU dan Naskah Akademik dari Pemerintah. Mekanismenya, setelah pemerintah mengirim Surpres RUU KUP kepada Pimpinan DPR, maka Pimpinan DPR akan membawanya ke Rapat Bamus (Badan Musyawarah),” kata Heri kepada awak media, Jumat, 11 Juni 2021.

Pria yang akrab disapa Hergun ini menambahkan, nantinya Bamus akan menetapkan alat kelengkapan yang akan membahasnya, dan itu akan tertuju pada Komisi XI yang akan membahas RUU KUP ini bersama pemerintah.

Meski draf RUU tersebut sudah bocor ke publik, Hergun meminta ini pemerintah bersikap bijak untuk menjelaskan secara komprehensif kedudukan draf tersebut.

Sikap menghindar yang saat ini ditunjukkan oleh pemerintah dikhawatirkan bakal makin menyulut gelombang protes yang makin liar.

Toh, kata Hergun, dokumen tersebut masih sifatnya draf yang harus dibahas dan mendapatkan persetujuan dari DPR. Selama belum mendapat persetujuan DPR, draf tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

“Memang isu ini sangat sensitif karena menyangkut kebutuhan pokok rakyat dan waktunya yang tidak tepat dimana bangsa Indonesia masih dalam keterpurukan ekonomi akibat Pandemi corona,” katanya.

Kabarnya dalam draf yang tersebar di masyarakat tersebut, pada Pasal I angka 10 Pasal 44E RUU KUP mengeluarkan dua jenis barang dan 11 jenis jasa dari daftar bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sebelumnya jenis barang dan jasa tersebut tidak dikenakan PPN sebagaimana yang diatur dalam UU PPN Pasal 4A ayat (2) huruf a dan b dan ayat (3) huruf a, b, c, d, e, g, i, j, k, o, dan p.

Dua jenis barang yang dihapus sebagaimana yang termaktub dalam UU PPN Pasal 4A ayat 2 adalah (a) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya dan (b) barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Dalam draf RUU KUP tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk menghapus 11 jenis jasa layanan yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN, salah satunya adalah jasa pendidikan atau sekolah.

Selain pengenaan pajak sembako dan jasa pendidikan, isu krusial lainnya dalam RUU KUP adalah soal Tax Amnesty jilid II di mana dalam RUU tersebut dijelaskan bahwa waktu pengungkapan harta mulai 1 Juli 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2021.

"Sekarang sudah memasuki pertengah bulan Juni 2021. Kami di Komisi XI belum tahu drafnya apalagi menjadwalkan untuk membahas RUU KUP sehingga bisa disimpulkan draf RUU KUP yang tersebar ke publik tersebut patut dipertanyakan kebenarannya,” ujar Hergun.

Lebih lanjut Hergun menjelaskan, sejatinya masalah perpajakan di negeri ini sangat memperihatinkan. Sudah 12 tahun realisasi pajak meleset dari target yang ditetapkan atau shortfall pajak.

“Kami memaklumi Pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit karena untuk pembiayaan APBN 2021 atau 2022 tidak bisa terus-terusan mengandalkan utang. Rasio utang makin mendekati batas yang ditetapkan UU," kata dia.

Hergun melanjutkan, nelum ada kebijakan yang final untuk dikeluarkan dan diimplementasikan ke masyarakat. Menurut dia tidak mungkin pemerintah melakukan policy perpajakan tanpa didiskusikan dengan DPR.

Namun, ia menegaskan, hendaknya upaya meningkatkan penerimaan pajak tetap harus memperhatikan kepentingan rakyat kecil.


“Sekali lagi kami tegaskan, Komisi XI menunggu draf resmi RUU KUP agar kami dapat melihat secara keseluruhan apakah pondasinya harus seperti ini? Siapakah di dalam perpajakan yang harus bersama-sama disebut prinsip gotong royong? Siapa yang pantas untuk dipajaki secara lengkap berdasarkan sektor dan pelaku ekonomi. Kami siap membahasnya dengan pemerintah untuk mencari solusi perbaikan penerimaan pajak tanpa harus mengorbankan kepentingan rakyat kecil,” pungkas Hergun.***

0 komentar:

Posting Komentar