Heri Gunawan Sebut Pemerintah Harus Evaluasi Kebijakan Ekonomi

 Heri Gunawan Sebut Pemerintah Harus Evaluasi Kebijakan Ekonomi

Anggota Komisi XI Fraksi Gerindra DPR-RI Heri Gunawan.

JAKARTA - Anggota Komisi XI Fraksi Gerindra DPR-RI Heri Gunawan sebut turunnya kelas ekonomi Indonesia dari menengah ke atas menjadi menengah ke bawah harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Demikian disampaikan pria yang akrab disapa Hergun ini kepada bukamata.co, Sabtu (10/7/2021).

"Adanya Pandemi Covid-19 tidak bisa dijadikan pembenaran atas turunnya kasta tersebut. Karena dari sekian ratus negara hanya ada beberapa yang turun kasta. Padahal pandemi ini menyasar seluruh dunia," ungkapnya.

Selain Indonesia, negara yang mengalami perubahan ke kelas pendapatan menengah ke bawah adalah Belize, Iran, Haiti, Samoa, dan Tajikistan.

"Status baru Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah sejatinya sudah terlihat sejak akhir 2019 dimana sudah terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada kurtal IV-2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,97% (yoy). Capaian tersebut mengalami penurunan dibanding kuartal III-2019 yang bisa tumbuh sebesar 5,02%. 

Sepanjang tahun 2019, pertumbuhan ekonomi tercatat hanya tumbuh 5,02%, melambat dibanding 2018 yang bisa tumbuh sebesar 5,17%. Ekonomi semakin memburuk ketika memasuki awal 2020, dimana pada kuartal I-2020 pertumbuhan ekonomi turun lagi menjadi 2,97%. 

"Memang pada 2 Maret 2020 sudah diumumkan adanya kasus Covid-19 untuk yang pertama kali. Namun pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) baru diberlakukan pada 10 April 2020 di Jakarta. Hal tersebut memperkuat bukti bahwa penurunan ekonomi pada akhir 2019 hingga awal 2020 belum terkait dengan Pandemi Covid-19," paparnya.

Hergun menjelaskan, posisi Upper Middle Income yang diduduki Indonesia pada pertengahan 2020 sebenarnya hanya tipis di atas batas syarat Upper Middle Income Country, dimana GNI per kapita Indonesia pada 2019 telah naik menjadi 4.050 dollar AS dari posisi tahun sebelumnya sebesar 3.840 dollar AS. Sehingga ketika mengalami penurunan PDB sedikit saja, maka langsung turun kelas.

"Kesimpulan kami, jika ingin kokoh menyandang status sebagai Upper Middle Income Country, maka GNI per kapita harus dinaikkan secara signifikan jauh di atas batas syarat Upper Middle Income Country," imbuhnya.

Hergun berpendapat, solusi yang harus diambil pemerintah adalah dengan melakukan evaluasi kebijakan ekonomi secara fundamental. Pandemi Covid-19 telah menjatuhkan perekonomian ke jurang resesi. Dalam 4 kuartal berturut-turut mencetak pertumbuhan negatif. Sementara pada 2020 akumulasi pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar minus 2,07% (yoy).

Salah satu penyebab terkontraksinya perekonomian karena melemahnya daya beli masyarakat. Pada 2020, konsumsi rumah tangga terkontraksi sebesar minus 2,63%. Bahkan kontraksi tersebut berlanjut hingga ke kuartal I-2021 yang mencatatkan angka minus 2,23%. Padahal komponen konsumsi rumah tangga menyumbang 56,9% dari total PDB.

"Melemahnya konsumsi rumah tangga secara eksplisit menggambarkan melonjaknya angka pengangguran dan kemiskinan. Semakin banyak yang menganggur dan jatuh miskin maka tingkat konsumsi rumah tangga akan semakin terpukul," papar Hergun.

Hergun menambahkan, evaluasi kebijakan ekonomi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, memperbanyak program padat karya agar masyarakat yang masih menganggur dapat memperoleh penghasilan yang kemudian akan meningkatkan tingkat konsumsi.

Kedua, pemerintah hendaknya lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja lokal dibandingkan TKA. Ketiga, dengan menjadi negara lower middle income country, ditambah dengan kondisi pandemi Covid-19 yang belum usai, akan makin membuka peluang besarnya pinjaman yang akan diberikan kepada Indonesia. Bila itu terjadi, Indonesia bisa bernegosiasi untuk mendapatkan bunga yang lebih rendah dari bunga SBN. 

keempat, Indonesia bisa menurunkan imbal hasil SBN. Kelima, pemerintah harus mulai mengerem utang. Bagaimana pun utang berkonsekuensi menimbulkan bunga utang.

Keenam, Indonesia juga mendapatkan fasilitas-fasilitas perdagangan seperti Generalized System of Preference (GSP), dimana barang ekspor bisa memperoleh tarif yang sangat rendah pada sektor pakaian jadi, alas kaki, dan sektor-sektor yang padat karya. Hal tersebut harus dimanfaatkan dengan menggenjot produksi dalam negeri semaksimal mungkin.

Ketujuh, Indonesia sudah memiliki UU Cipta Kerja sebagai pemangkas alur panjang birokrasi. Hal tersebut harus segera diimplementasikan secara menyeluruh agar segera memberi dampak positif terhadap penciptaan lapangan kerja.

"Jadi, tidak masalah bila saat ini Indonesia kembali masuk dalam daftar negara berpenghasilan menengah ke bawah. Hal tersebut harus dijadikan momentum untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh baik secara fundamentalis maupun secara strukturalis. Setelah melakukan perbaikan diharapkan Indonesia akan kembali masuk dalam daftar negara berpenghasilan menengah ke atas dengan GNI per kapita yang lebih signifikan," pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar