Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tampilkan postingan dengan label Singtel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Singtel. Tampilkan semua postingan

Biarkan Kerjasama Telkom-Singtel, Rini Soemarno Diduga Jual Rahasia Negara

Jakarta - Biarkan Kerjasama Telkom-Singtel, Rini Soemarno Diduga Jual Rahasia Negara - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan mempertanyakan dua hal terkait kerjasama PT Telkom Indonesia dengan Singtel dalam membangun sistem e-government.

Pertama kata Heri, kerjasama tersebut berakibat data center e-government yang berisi data warga negara serta pemerintah akan berada di tangan asing.

"Kedua, pembangunan sistem e-government sudah bisa dibuat oleh orang-orang muda Indonsia, lalu mengapa harus diserahkan ke asing?" kata Heri, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (25/6).
Menurut politisi Partai Gerindra ini, kerjasama itu jadi ancaman terhadap kedaulatan NKRI. Penjelasan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
"Kerjasama PT Telkom dengan Singtel membangun e-government merupakan potensi ancaman. Pembiaran kerjasama tersebut oleh Kementerian BUMN telah membahayakan kepentingan dan kedaulatan negara. Jika rencana itu direalisir, maka jangan salahkan publik menilai bahwa Menteri BUMN patut diduga sedang menjual rahasia negara ke pihak asing. Dan itu merupakan kejahatan yang tidak boleh ditolerir,” tegas Heri.
Menteri BUMN Rini Soemarno menurut Heri, dalam kasus ini melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. "Dalam PP Nomor 82 Tahun 2012 menyatakan bahwa “pembangunan pusat data wajib dilaksanakan dalam negeri”. Hal itu sebagai bentuk perlindungan data informasi dan penegakan hukum," jelasnya.

Lebih lanjut dia katakan, poin terhadap perlindungan kepentingan dan kedaulatan negara juga diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pasal 7 ayat (2) yang menekankan bahwa “dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan salah satunya untuk melindungi kepentingan dan keamanan negara”.

"Karena itu, atas pertimbangan kepentingan keamanan dan kedaulatan negara, kerjasama PT Telkom dengan Singtel terkait pembangunan dan penyelenggaraan e-government wajib ditolak. Selanjutnya meminta PT Telkom melalui Menteri BUMN untuk segera membatalkan rencana kerjasama itu. Jika tidak, maka Menteri BUMN, Direksi PT Telkom dan pihak-pihak yang terkait lainnya secara nyata melanggar hukum atas praktik yang membahayakan kedaulatan negara, dan boleh jadi akan terus dikenang oleh sejarah sebagai pihak-pihak yang merongrong kedaulatan negara," pungkasnya. (fas/jpnn)

Kerja Sama Telkom Dengan Singtel Langgar UU

Jakarta (dpr.go.id) - PT Telkom menggandeng Singtel perusahaan telekomunikasi asal Singapura, dalam rangka membangun dan menyelenggarakan e-government, pantas mendapat kecaman. Betapa tidak, program tata kelola dengan menggunakan teknologi informasi (e-government) untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas sangat terbuka kemungkinan untuk digunakan oleh pihak-pihak tertentu dalam rangka memperlemah pertahanan Indonesia.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan Kamis (25/6). Setidaknya, lanjut dia, ada dua poin penting yang harus mendapat perhatian penuh dalam ihwal kerja PT Telkom dan Singtel ini. Pertama kerja sama tersebut berakibat data center e-government yang berisi data warga negara serta pemerintah akan berada di tangan asing.

Kedua, pembangunan sitem e-government sudah bisa dibuat oleh orang-orang muda Indonsia, lalu mengapa harus diserahkan ke asing.

Politisi Fraksi Partai Gerindra mengemukakan, kerja sama tersebut berwujud ancaman terhadap kedaulatan negara. Dalam penjelasan UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara, disebutkan bahwa “era Globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional dan saat ini berkembang menjadi multidimensional, baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri”.

Menurutnya, kerja sama PT Telkom dengan Singtel dalam hal pembangunan e-government merupakan potensi ancaman. Pemerintah (Cq. Kementerian BUMN) secara terang-terangan telah membahayakan kepentingan dan kedaulatan negara. “ Jika rencana tersebut terus dilanjutkan, maka jangan salahkan publik menilai bahwa Menteri BUMN patut diduga sedang menjual rahasia negara ke pihak asing. Dan itu merupakan kejahatan yang tidak boleh ditolerir,” tegas Heri.

Menteri BUMN Rini Soemarno, dalam kasus ini melanggar Peraturan pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan sistem dan Transaksi Elektronik. Dalam PP Nomor 82 Tahun 2012 menyatakan bahwa “pembangunan pusat data wajib dilaksanakan dalam negeri”. Hal itu sebagai bentuk perlindungan data informasi dan penegakan hukum.

Poin terhadap perlindungan kepentingan dan kedaulatan negara juga diatur secara spesifik dalam Undang-Undang No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi pasal 7 ayat (2) yang menekankan bahwa “dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan salah satunya untuk melindungi kepentingan dan keamanan negara”.

Oleh karena itu, atas pertimbangan kepentingan, keamanan dan kedaulatan negara, maka kerjasama PT Telkom dengan Singtel terkait pembangunan dan penyelenggaraan e-government wajib ditolak. Selanjutnya meminta PT Telkom melalui Menteri BUMN untuk segera membatalkan rencana kerja sama tersebut. Jika tidak, maka Menteri BUMN, Direksi PT Telkom dan pihak-pihak yang terkait lainnya secara nyata melanggar hukum atas praktik yang membahayakan kedaulatan negara, dan boleh jadi akan terus dikenang oleh sejarah sebagai pihak-pihak yang merongrong kedaulatan negara.(spy,mp), foto : jaka/parle/hr.

Komisi VI Nilai PT Telkom Belum Transparan Terkait Mitratel


Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR RI menilai PT Telkom belum transparan terkait posisi anak perusahaan PT Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel).

Kesan itu ditangkap oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan dan anggota Komisi VI DPR RI seperti Lili Asdjudiredja usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirut PT Telkom dan Deputy BUMN di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

"Jawaban direksi dengan modal dari PT Telkom yang notabene adalah BUMN dan anggaran dari negera, namun tidak diakui sebagai bagian dari BUMN. Rasanya pengakuan ini terkait status badan usaha PT Mitratel layak untuk dilakukan audit investigatif," kata Heri.

PT Mitratel, kata Heri, adalah perusahaan yang memiliki kinerja bagus, peringkat utang bagus, penjualan/ revenue bagus.

"Saat mau dijual kepada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), mereka (PT Telkom) tidak mengakui sebagai anak perusahaan. Padahal PT Mitratel adalah anak perusahaan PT Telkom," katanya lagi.

Ia juga menyayangkan penjualan PT Mitratel ke PT TBIG yang dinilai merupakan perusahaan tak layak.

PT Telkom, sebut dia, sangat bisa membesarkan PT Mitratel sebesar apapun yang PT Telkom mau karena PT Telkom dan Telkomsel adalah market leader yang memberikan semua order sewa tower.

"Rasanya akan lebih cantik jika kita meminta surat perjanjian TBIG dan Telkom terkait share swap, agar lebih jelas ada apa didalamnya," kata Heri.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Golkar, Lili Asdjudiredja mengusulkan agar Komisi VI DPR RI untuk merekomendasikan dilakukan audit investigasi terhadap PT Telkom dan PT Mitratel.

"Kalau begini, saya usulkan agar dilakukan audit investigasi saja karena uang negara dipakai, tapi tak akui PT Mitratel sebagai anak perusahaan," ujar politisi senior Partai Golkar itu.

PT Telkom menjual 49 persen saham Mitratel kepada TBIG seharga Rp2,31 triliun. Namun Tower Bersama Infrastructure (TBIG) tidak membayar dalam bentuk tunai ke Telkom, melainkan dengan menukar 290 juta saham TBIG. 

Dengan demikian, keseluruhan saham Telkom di Mitratel saat ini dihargai Rp 4,71 triliun atau setara dengan Rp1,2 miliar per menara, karena saat ini Mitratel memiliki 3.928 menara.

Editor: Ruslan Burhani

DPR Minta Kerja Sama Telkom dengan Singtel Dihentikan


VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan meminta kepada pemerintah untuk menghentikan kerja sama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dengan perusahaan telekomunikasi Singapura, Singtel dalam pembuatan e-goverment. Kerja sama tersebut berpotensi memperlemah pertahanan Indonesia, karena data startegis bisa berada di negara lain.

“Pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Telkom secara terang-terangan telah membahayakan kepentingan dan kedaulatan negara," katanya di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, 25 Juni 2015.



Ia menjelaskan, jika rencana tersebut terus dilanjutkan, jangan salahkan publik menilai bahwa Menteri BUMN dan Telkom diduga sedang menjual rahasia negara ke pihak asing. "Itu merupakan kejahatan yang tidak boleh ditolerir,” katanya.

Kerja sama yang dilakukan oleh Telkom dengan Singtel untuk e-goverment juga dinilai melanggar UU dan hukum, yang membahayakan kedaulatan bangsa. Menteri BUMN dan Telkom, menurut Heri, telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 

Politisi partai Gerindra ini mengatakan dalam PP Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, menyatakan bahwa Pembangunan pusat data wajib dilaksanakan dalam negeri. Hal itu sebagai bentuk perlindungan data informasi dan penegakan hukum.

"Jika terus dilaksanakan kerja sama tersebut, Menteri BUMN, Direksi Telkom, dan pihak-pihak terkait lainnya, secara nyata melanggar hukum atas praktik yang membahayakan kedaulatan negara, dan boleh jadi akan terus dikenang oleh sejarah sebagai pihak-pihak yang merongrong kedaulatan NKRI. Ini jelas berbahaya," katanya. (asp)