SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Aggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengungkapkan peran penting program kredit usaha rakyat (KUR) bagi petani. Hal ini pun berkaitan dengan eksistensi UMKM yang telah terbukti menjadi solusi ketika krisis 1998 terjadi hingga sekarang.
“Kita kilas balik program KUR, selalu mengingatkan pada dua hal, yakni UMKM dan krisis. Pada krisis 1998, saat perusahaan besar tidak dapat melakukan pemabayaran utang karena runtuhnya nilai tukar rupiah, lantas apa yang membuat kita bertahan? Ya UMKM,” kata Heri Gunawan dalam acara seminar bertajuk “Petani Tangguh Mandiri Berorientasi Agribisnis dan Berawasan Lingkunga” di Hotel Horison Sukabumi, Senin (9/3/2020).
Hergun, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa kemampuan UMKM untuk menyelamatkan perekonomian saat krisis memang tak terbantahkan. Bahkan, di era industri 4.0, transformasi usaha berbasis teknologi juga terjadi pada sektor UMKM sehingga semakin memperluas lingkup wilayah pemasaran produknya menjadi tanpa batas (borderless).
Sejak 5 November 2007, program Kredit Usaha dengan pola penjaminan pemerintah untuk UMKM resmi diluncurkan dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Berdasarkan kilas balik tersebut, kita bisa melihat bahwa substansi utama dari program KUR ini adalah rakyat, UMKM dan produktifitas. Jadi, pada prinsipnya, KUR adalah untuk menggerakan dan memajukan produktifitas ekonomi rakyat. KUR bukanlah perkara kredit-kreditan,” ujar dia.
KUR, jelas Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Gerindra pada DPR RI, adalah jalan ideologis yang harus dilalui dengan segenap daya dan upaya. Sebab KUR bukanlah upaya yang sarat kepentingan politis, melainkan tugas sejarah untuk menghadirkan negara di setiap aspek kehidupan perekonomian rakyat.
Legislator Senayan asal Sukabumi memaparkan, setelah lebih dari 12 tahun sejak diresmikan, total realisasi penyaluran anggaran KUR terus meningkat hingga mencapai lebih dari Rp 652,8 triliun. Pada tahun 2019 kemarin, realisasi penyaluran tercatat kepada 4,7 juta Debitur dengan total kredit sebesar Rp 140,1 triliun atau sebesar 100,09 persen dari target tahunan sebesar Rp 140 triliun. “Sayangnya, penyaluran KUR sektor produktif masih belum dapat melampaui target yang ditetapkan sebesar 60 persen,” cetusnya.
Sosialisasi KUR pada hari ini selain sebagai bahan refleksi program KUR namun juga untuk menggerakkan kesadaran dan partisipasi para Petani yang menjadi prioritas program ini. Heri pun menyebutkan beberapa catatan mendasar seperti dukungan Komisi XI DPR-RI terhadap upaya dan tekad pemerintah untuk menitik beratkan penyaluran KUR ke sektor-sektor produksi di luar sektor perdagangan dalam rangka mendorong pergerakan sektor mikro ekonomi.
Penyerapan KUR sektor Produksi tahun 2019 masih tercatat sebesar lebih 50 persen. Sebab, sektor-sektor itu memang kecil porsinya, yakni sektor pertanian, perburuhan, dan kehutanan hanya sekitar 22,87 persen, sektor perikanan 1,38 persen, industri pengolahan 7,16 persen, pariwisata 11,53 persen dan jasa 13,69 persen. Sementara itu, porsi penyaluran di luar Pulau Jawa harus lebih merata dan masif, antara lain Sumatera 20,1 persen, Sulawesi 9,7 persen, Bali dan Nusa Tenggara 7,3 persen, Kalimantan 5,9 persen, Papua 1,5 persen, dan Maluku 0,9 persen.
Yang kedua, jumlah partisipasi institusi dalam program penyaluran KUR tahun 2019 tercatat sebanyak 49 bank dan lembaga keuangan lainnya yaitu 38 Bank Umum dan Bank Pembangunan Daerah serta 11 lembaga keuangan lainnya. Sementara itu, terdapat kendala bagi masing-masing bank dan lembaga penyalur terkait ekstra kebijakan prinsip kehati-hatian yang diterapkan perbankan dan belum terintegrasinya sistem informasi yang digunakan lembaga pembiayaan dengan Pemerintah.
“Pada tahun 2020 ini, Pemerintah kembali melakukan strategi perubahan kebijakan KUR, diantaranya suku bunga kembali diturunkan dari 7 persen menjadi 6 persen. Total plafond KUR ditingkatkan secara bertahap menjadi sebesar Rp 190 triliun di tahun 2020 hingga sebesar Rp 325 triliun di tahun 2024. Peningkatan plafond KUR Mikro dari Rp 25 Juta menjadi Rp 50 Juta per debitur dan KUR Perdagangan dinaikkan dari Rp 100 Juta menjadi Rp 200 Juta. Dan, perluasan bidang pemanfaatan untuk sektor pariwisata,” sebutnya.
Heri mengatakan lagi bahwa peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu dari visi dan misi pembangunan pertanian dalam mencapai swasembada pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Perhatian Pemerintah kepada Petani dilakukan melalui program pembangunan infrastruktur hingga program pendampingan Petani berupa pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi hingga bantuan benih, pupuk serta modernisasi alat dan mesin pertanian (alsintan)
Sebagai solusi atas degenerasi petani, Pemerintah juga menjalankan program transformasi Lembaga Pendidikan Pertanian, bantuan bebas biaya hingga bantuan modal sehingga dapat melahirkan para petani muda dan wirausahawan muda pertanian.
Realitasnya Sektor Pertanian di Indonesia saat ini masih menjadi ruang untuk rakyat kecil. Kurang lebih 100 juta jiwa atau hampir separuh dari jumlah rakyat Indonesia bekerja di sektor pertanian.
Pertanian khususnya ketahanan pangan masih bertumpu pada level menengah kecil, kalau sektor ini tidak dijadikan ruang ekonomi, maka ini akan dibawa kemana? Kita harus bina ruang ini sehingga menjadi kekuatan ekonomi di Indonesia, khususnya di Sukabumi.
Guna mendorong penyaluran pada sektor produksi Pertanian, dengan kendala klasik berupa Sumber Daya Manusia, Permodalan, Teknologi dan Kelembagan tentunya dibutuhkan skema khusus sebagai sinergi antara Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah, Masyarakat Petani dan pihak Perbankan.
Rancangan skema khusus ini dapat berupa klasterisasi kelompok-kelompok tani agar mencapai skala ekonomi dan dukungan lebih lanjut dari Pemerintah Daerah sebagai penjamin yang seyogyanya mutlak diperlukan dalam memenuhi kriteria pembiayaan bank.
Hal ini tentunya sangat baik dalam memperlancar penerimaan manfaat, pemberdayaan kemampuan dan kapasitas kolektif dari petani agar dapat menjadi petani yang mandiri dan berorientasi bisnis.
“Beberapa langkah yang saya pikir perlu dilakukan ke depan, yang pertama adalahh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar semakin gencar melakukan identifikasi dan supervisi langsung terhadap ragam bidang usaha produksi di wilayah-wilayah sehingga sosialisasi KUR yang dilakukan oleh perbankan/lembaga penyalur tidak hanya menjadi formalitas saja namun juga dapat lebih terarah dan tepat sasaran,” paparnya.
Kebijakan One Village One Product (OVOP) dengan pola pengelolaan kluster yang basis pembiayaannya menggunakan KUR khusus dari Pemerintah setidaknya dapat menjadi sinergi yang berkelanjutan antara Pemerintah dengan perbankan dan lembaga keuangan penyalur.
“Kedua, Minimnya penyaluran KUR dibawah target, membutuhkan inovasi dan kreatifitas dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan,” ujar Hergun.
Perluasan yang dilakukan atas bidang usaha hendaknya juga dapat mencakup perluasan kriteria institusi keuangan sebagai bank/lembaga penyalur program KUR seperti tekfin P2P lending yang memiliki kesuksesan track record di suatu wilayah atau bidang usaha (cluster) tertentu sehingga tentunya diharapkan dapat meningkatkan peluang pencapaian target pada sektor produktif.
“Yang ketiga, Otoritas KSSK (Pemerintah, BI, OJK dan LPS) harus terus meningkatkan dan mengutamakan koordinasi dan sinergi agar porsi penyaluran KUR untuk sektor pertanian, kehutanan, kelautan, perburuhan, dan usaha mikro lebih masif,” kata dia lagi. Lalu pada poin keempat, kegiatan supervisi terdiri dari 2 (dua), yaitu pemantauan usaha dan pemberian saran untuk pengembangan usaha harus lebih maksimal dilakukan,” kata dia lagi.
Saat ini, kegiatan supervisi dirasakan masih belum optimal karena memang beban yang dipikul petugas tidak sesuai dengan waktu yang ada, petugas harus mencari nasabah, penilaian usaha, penagihan, survei dalam waktu yang sangat pendek. Supervisi yang tidak maksimal sudah pasti berefek pada pemberdayaan yang tidak maksimal.
“Dan yang kelima, Kehadiran dan perhatian lebih lanjut dari para pemegang kepentingan (stakeholder) sangat dibutuhkan guna memberikan solusi atas permasalahan yang umumnya terkait dengan kebijakan masing-masing pihak. Semua pihak harus mampu membuat program KUR ini sebagai usaha untuk meningkatkan kemandirian dan keberdayaan rakyat. Jangan sampai yang terjadi justru sebaliknya. Rakyat menjadi sangat tergantung yang akhirnya tidak mampu melahirkan partisipasi aktif menuju kemandirian usaha,” pungkasnya.
(izo/rs)
0 komentar:
Posting Komentar