Heri Gunawan Dorong Penerbitan PP Penataan Daerah, Pertanyakan Dasar Moratorium Pemekaran

 

WhatsApp Image 2025 04 25 at 10.07.29 14d92702

JAKARTA, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan, mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah (Desartada). Ia menilai penundaan penerbitan PP dengan dalih moratorium pemekaran daerah tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Desakan itu disampaikan Hergun, sapaan akrabnya, dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Dalam rapat yang sama, Komisi II juga menggelar Rapat Dengar Pendapat membahas usulan pemekaran wilayah yang telah mencapai 341 usulan dari berbagai daerah.

“Kami mendorong pemerintah, khususnya Ditjen Otda Kemendagri, segera mengeluarkan kedua PP tersebut. Karena moratorium itu bukan ketentuan hukum yang lebih tinggi dari undang-undang,” tegas legislator asal Partai Gerindra tersebut.

Heri menjelaskan, penyusunan PP tentang Penataan Daerah dan Desartada merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 55 dan 56. Kedua regulasi itu seharusnya diterbitkan paling lambat dua tahun setelah UU diundangkan, yakni pada 2016.

“Kalau dihitung, sudah ada keterlambatan sembilan tahun. Ini menjadi persoalan serius karena menyangkut aspirasi publik terkait pemekaran daerah,” ujarnya.

Menurutnya, Desartada akan memuat proyeksi jumlah ideal provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia. Dokumen tersebut akan menjadi pedoman strategis dalam proses pemekaran maupun penggabungan daerah otonom.

Hergun juga menyoroti inkonsistensi Ditjen Otonomi Daerah yang menunda penerbitan PP, namun tetap menerima usulan pemekaran wilayah.

“Padahal dasar hukum moratorium itu tidak jelas. Tapi faktanya, usulan DOB yang diterima sudah mencapai 341 usulan. Kami mempertanyakan dasar Kemendagri menerima usulan itu kalau belum ada aturan main yang sah,” katanya.

Di sisi lain, ia mengingatkan agar pemekaran wilayah dilakukan secara selektif dan hati-hati, mengingat hasil evaluasi menunjukkan sebagian besar daerah otonomi baru (DOB) gagal mencapai tujuannya.

“Kalau tadi dilihat dari evaluasi Kemendagri, lebih kurang 70 persen DOB yang terbentuk selama 1999-2009 itu gagal mencapai tujuan pemekaran. Evaluasi Bappenas 2007 juga menyatakan mayoritas DOB gagal,” ujar Heri.

Heri juga menyinggung biaya yang besar dari sebuah pemekaran wilayah sehingga membebani anggaran pemerintah pusat. Dengan kondisi ini, pemekaran wilayah tidak hanya berbicara soal aspek geografis, tetapi juga harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi daerah, terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditransfer ke daerah melonjak dari Rp 54,31 triliun pada 1999 menjadi Rp 167 triliun pada 2009. Pada tahun 2025, anggaran DAU bahkan telah mencapai Rp 446 triliun.

“Saya pikir pembentukan penataan daerah ini mungkin bukan hanya berbicara terkait geografis, melainkan juga PAD-nya,” tuturnya.

Sebagai informasi, sejak era pemekaran daerah bergulir, telah terbentuk 233 DOB, terdiri dari 12 provinsi, 182 kabupaten, dan 39 kota. Komisi II DPR RI kini tengah membahas Rancangan PP tentang Penataan Daerah dan Desartada bersama Kemendagri sebagai landasan resmi pengaturan pemekaran dan penggabungan daerah ke depan.

0 komentar:

Posting Komentar