Indonesia Harus Jadi Basis Produksi Otomotif

Jakarta (dpr.go.id) - Investasi otomotif yang sangat terbuka di Tanah Air, harus menjadikan Indonesia sebagai basis produksi otomotif di kawasan Asia, setidaknya untuk ASEAN. Banyak produsen mobil dari berbagai negara terus menambah nilai investasinya di Indonesia.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan (Dapil Jabar IV) menegaskan hal tersebut saat dihubungi Senin (6/4). Untuk kawasan ASEAN saja, kata Heri, potensi pasar Indonesia mencapai 38% dari total penjualan. “Indonesia masih menjadi tujuan investasi sejumlah perusahaan otomotif global. Toyota asal Jepang berinvestasi Rp20 trliun pada 2015-2018. Suzuki menambah US$ 1 miliar untuk dua tahun ke depan. Belum lagi investasi otomotif  asal Jerman.”

Heri mengapresiasi komitmen beberapa perusahaan otomotif dunia tersebut yang terus menambah nilai investasinya. Tentu saja komitmen itu perlu diatur dengan kebijakan yang jelas dan tegas. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) menyebutkan, angka penjualan mobil di Indonesia terus meningkat. Tahun 2013 dan 2014 mencapai 1,2 juta unit, naik 10% dibanding 2012 yang hanya 1,1 juta unit. Pada 2015 diperkirakan tetap di angka 1,2 juta.

“Kelas menengah Indonesia diprediksi akan terus tumbuh hingga 64% atau sekitar 68,2 juta jiwa sampai tahun 2020. Ini adalah pasar potensial yang akan memperkuat struktur industri otomotif Indonesia. Investasi yang masuk harus menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendorong pertumbuhan produksi dan bukan hanya konsumsi. Saat ini, pasar otomotif Indonesia sekitar 90% dikuasai pabrikan asal Jepang. Sisanya diperebutkan produk dari sejumlah negara, seperti Amerika, Korea Selatan, dan Eropa,” papar Anggota Fraksi Gerindra ini.

Heri berharap, di tahun-tahun mendatang, Indonesia jangan hanya menjadi tujuan pasar, lebih dari itu harus menjadi basis produksi, baik komponen otomotif, elektronik, dan mobil. Investasi otomotif juga diharapkan bisa berkontribusi terhadap capaian target pertumbuhan ekonomi nasaional sebesar 5,7% pada 2015. Pemerintah juga, lanjut Heri, harus menjamin investasi sektor otomotif mampu menyerap tenaga kerja yang luas.

Penyerapan tenaga kerja disinyalir terus berkurang seiring penggunaan mesin-mesin produksi yang masif di sektor manufaktur termasuk otomotif. Sebelumnya, dengan nilai investasi US$ 1 juta mampu menyerap 100 tenaga kerja baru. Saat ini dengan nilai yang sama justru malah berkurang dengan penggunaan mesin-mesin tersebut.

“Kementerin Perindustrian harus memastikan skema investasi yang masuk menjadi cikal bakal pengembangan industri otomotif nasional, termasuk pengembangan mobil nasional dan mengarahkan industri otomotif berorientasi ekspor. Kandungan lokal dalam setiap produksi harus ditingkatkan. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan insentif yang diperlukan agar ekspor dapat ditingkatkan 30% sampai 35% dari total produksi,” jelas Heri lebih lanjut. (mh)

0 komentar:

Posting Komentar