Hak Eksklusif untuk Bulog

Mafia pangan siap mengganjal
IndonesianReview.com -- Banyak celah korupsi di tubuh Bulog, mulai dari kebijakan impor sampai pengadaan barang melalui petani.
Jika tidak ada halangan, insya Allah, Presiden Jokowi akan memberikan hak impor eksklusif kepada Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Ada tujuh komoditas yang akan ditangani Bulog, yakni beras, gula, jagung, daging, cabai merah, bawang merah, dan kedelai. Tujuannya, selain untuk mempercepat swasembada, juga demi menstabilkan harga.


Sebuah kabar baik? Tentu saja. Sebab, dengan demikian rakyat tak perlu pusing lagi memikirkan kenaikan harga, yang kini seakan tak pernah berhenti. Petani pun, akan diuntungkan lantaran pemerintah bakal menetapkan harga pokok pembelian (HPP) yang normal. Mereka, bisa kembali berproduksi tanpa harus takut harga produknya kalah oleh produk impor.
Akankan niat baik ini menjadi kenyataan? Artinya, Jokowi memberikan hak impor eksklusif kepada Bulog? Ini yang perlu dinantikan faktanya. Sebab, tidak mudah menurunkan Inpres seperti itu. Apalagi, kita masih ingat, sejak belum terpilih menjadi presiden, di sekeliling Jokowi sudah beredar para mafia pangan. Mereka ikut mendukung para calon presiden, dengan harapan kelak kalau terpilih, presiden akan memudahkan bisnis mereka.
Diduga kuat, aksi para mafia ini telah membuahkan hasil. Itu terbukti dengan langkah Kementerian Perdagangan yang akan melakukan impor gula. Total, gula yang akan diimpor tahun ini mencapai 2,21 juta ton.
"Di saat KPK sedang mengusut tata niaga gula yang amburadul, Kementerian Perdagangan justru kembali menerbitkan izin impor gula,” kata Heri Gunawan, Wakil Ketua Komisi VI DPR.
Memang, KPK sudah mulai mencium adanya dugaan korupsi terkait impor gula. Saat ini ada sekitar 200-an laporan soal ini.  Karena itu, KPK telah memanggil Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Perindustrian Saleh Husin serta pihak Kementerian Perdagangan yang diwakilkan oleh Irjen Kemendag.
Para mafia itu, diperkirakan telah memetik untung sebesar Rp 1.000 dari setiap kilogram gula impor. Artinya, ada kelebihan uang sekitar Rp 2,21 triliun untuk dibagi-bagikan di antara mereka. Siapa? Pengusaha dan pejabat pemberi izin, serta pihak-pihak yang ikut memuluskan pelaksanaan impor.
Lantas kenapa keran impor masih dibuka? Banyak alasannya. Mulai dari ancaman El Nino yang akan membuat gagal panen semua bahan pangan, hingga kualitas produk dalam negeri. Seperti jagung dikatakan kurang memenuhi persyaratan untuk dibuat pakan ternak. Lantas kedelai yang disebut-sebut ukurannya kurang besar untuk dibuat tempe. Begitu pun gula produksi nasional dianggap tak layak konsumsi, karena kualitasnya tidak standar.
Nah, ‘mantra-mantra’ itulah yang membuat impor pangan berlangsung mulus. Apalagi, kalau dibandingkan dengan harga produk dalan negeri yang lebih mahal. Misalnya, buat apa produksi gula kalau gula impor jauh lebih murah?
Sebenarnya, kasus ini sudah berlangsung lama. Bahkan Komite Ekonomi Nasional (KEN) sudah melaporkan tentang keberadaan para mafia ini sejak zaman Presiden SBY. Waktu itu KEN melaporkan adanya kartel gula, kedelai, beras, jagung, dan daging sapi.
KEN juga telah menunjuk hidung para importirnya. Seperti Archer Daniels Midland (ADM), Bunge, Cargill, dan Louis Dreyfus. Mereka menguasai sekitar 90% perdagangan serealia atau biji-bijian dunia. Kecenderungan yang sama terjadi di pasar domestik. Importir kedelai hanya ada tiga, yakni PT Teluk Intan (menggunakan PT Gerbang Cahaya Utama), PT Sungai Budi, dan PT Cargill.
Empat produsen diperkirakan menguasai 65% pangsa pasar gula rafinasi dan 63% pangsa pasar gula putih. Untuk distribusi gula di dalam negeri diduga dikuasai enam orang.
Waktu itu, Presiden SBY telah menginstruksikan pembenahan, dan KPK juga telah dilapori. Tapi tak ada tindakan nyata. Apakah, kali ini hal serupa akan terjadi? Artinya, Presiden Jokowi tak jadi menerbitkan Inpres hak eksklusif kepada Bulog? Mudah-mudahan saja tak seperti itu.
Tapi kalaupun hak eksklusif itu jatuh kepada Bulog, hendaknya badan ini tidak seperti di era Orde Baru. Saat itu, Bulog menjadi sarang bancakan banyak pejabat tinggi negara dan kepentingan penguasa. Banyak celah korupsi di tubuh Bulog, mulai dari kebijakan impor sampai pengadaan barang melalui petani. 

0 komentar:

Posting Komentar