Penurunan BI Rate Mestinya Bisa Lebih Progesif

Jakarta (dpr.go.id) - Suku bunga BI atau BI rate yang sudah diturunkan, mestinya bisa lebih progresif lagi diturunkan untuk membuka ruang bagi sektor riil bergeliat dan lapangan kerja juga semakin terbuka.

Turunnya BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 7% merupakan bagian dari pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan BI, agar stabilitas makroekonomi semakin terjaga. Tekanan inflasi pun diharapkan menurun, berbarengan dengan meredanya pasar uang global.
 
"Meski kurang progresif, saya mengapresiasi penurunan BI rate tersebut. Penurunan itu diharapkan bisa mendorong kegiatan ekonomi riil dan terbukanya lapangan kerja. Harus diingat, jumlah pengangguran semkin bertambah karena adanya gelombang PHK." Demikian dikemukakan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, saat dihubungi Jumat (19/2).

Menurut  Heri, kebijakan moneter yang progresif mutlak dilakukan agar kebikakan yang ekspansif bisa menemukan resonansinya. Untuk itu, perlu menyetop SBI yang hanya menjadi beban. Dimulai dari perbankan milik negara yang bisa melakukannya dalam waktu tertentu, agar secara tidak langsung perbankan bisa menyalurkan kreditnya.

Pada gilirannya, sambung anggota F-Gerindra itu, kredit perbankan bisa mendukung sektor produktif dan padat karya. "Kita semua tahu bahwa yang terpenting bagi rakyat saat ini adalah tumbuh dan berkembangnya sektor riil, dan itu membutuhkan stimulus dan pembiayaan yang lebih "jos" dan ekspansif," tandas Heri.

Ditambahkan Heri, saat ini sebetulnya jadi momentum untuk menerapkan kebijakan moneter yang progresif. Sebaliknya, kebijakan fiskal yang ekspansif tidak bisa diharapkan lagi, karena ada perlambatan ekonomi global dan lambatnya konsolidasi dunia usaha. 

"Kebijakan moneter yang berani dan progresif sangat masuk akal. Lihat saja perbedaan BI rate dengan inflasi sangat tinggi mencapai 311 basis poin. Apalagi, ekspektasi atas inflasi disebut-sebut akan terus menurun," jelas Heri. (mh)/foto:arief/parle/iw.

0 komentar:

Posting Komentar