Jangan Aji Mumpung dengan Virus Korona


Jakarta: Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menilai wabah virus korona telah berdampak terhadap ekonomi Indonesia. Namun dia meminta hal itu jangan dijadikan alasan karena tidak mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi yang sudah ditetapkan.
 
"Adanya virus korona semoga tidak dijadikan aji mumpung untuk menutup kegagalan dan ketidaktercapaian pertumbuhan ekonomi," kata Heri dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 3 Maret 2020.
 
Politikus Gerindra itu menjelaskan imbas virus korona terhadap ekonomi Indonesia tak lepas dari penurunan ekonomi yang dialami oleh Tiongkok. Sebab, Negeri Tirai Bambu itu merupakan mitra dagang dan investor terbesar Indonesia.
Berdasarkan analis Morgan Stanley, perekonomian Tiongkok pada kuartal I-2020 hanya tumbuh 3,5 persen. Padahal, pada kuartal IV-2019 masih bisa tumbuh enam persen.
 
"Jika prediksi Morgan Stanley benar, maka terjadi penurunan yang sangat tajam yakni 2,5 persen," ungkap dia.
 
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami hal serupa dengan Tiongkok. Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 sebesar 4,5 persen diprediksi tidak akan tercapai.
 
"Bisa jadi, realisasinya malah di bawah 4,5 persen, turun dari 2019 yang tumbuh 5,02 persen," ujar dia.
 
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diimbangi dengan pemerataan mengakibatkan inefisiensi. Dampaknya, akan mempercepat kegagalan pembangunan.
 
"Tentunya perihal ini didukung kebijakan fiskal yaitu pajak dan distribusi pendapatan yang mengurangi kesenjangan, meningkatkan produktivitas dan memacu semangat untuk investasi," jelas dia.
 
Oleh karena itu, dibutuhkan sinergitas dan kekompakan policy-mix antara kebijakan fiskal yang ekspansif. Seperti menetapkan nilai RAPBN 2020 sebesar 14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
 
Baca: Korona Menghadang, Ekonomi RI Diyakini Tumbuh 5,4%
 
Tak hanya itu, kebijakan moneter juga harus dibuat untuk menopang perekonomian Indonesia. Seperti kebijakan BI mengeluarkan kebijakan moneter longgar melalui penurunan suku bunga acuan.
 
"Dengan harapan perbankan merespons dengan menurunkan suku bunga kredit sehingga sektor riil menggeliat. Penyaluran kredit yang tepat dan mengendalikan tingkat konsumsi dengan mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan ekspor," kata dia.
 
Namun, langkah tersebut tidak didukung oleh eksekusi di lapangan. Seperti komoditasi ekspor yang masih berbasis buruh murah dan sumber daya alam mentah. Untuk bersaing di pasar global, corak industri harus didominasi oleh tenaga terampil, penelitian dan pengembangan, serta teknologi.
 
"Sumbangan manufaktur terhadap PDB dalam lima tahun terakhir merosot dari 25 persen menjadi 19 persen. Artinya, kita belum mampu meredam gejala deindustrialisasi," ungkap dia.
 
Oleh karena itu, dia meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melakukan koreksi terhadap sejumlah kebijakan yang tidak prorakyat kecil. Tugas pemerintah adalah melakukan kebijakan antisipatif agar bisa meminimalisir dampak korona.
 
"Stimulus dari kebijakan fiskal dan moneter yang berpihak sangat diperlukan untuk tetap menggairahkan perekonomian guna menjaga konsumsi masyarakat sebagai penyokong terbesar pertumbuhan ekonomi," pungkas dia.

0 komentar:

Posting Komentar