Gerindra: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dalam RAPBN 2021 Dapat Jadi Bumerang

x


jpnn.comJAKARTA - Fraksi Gerindra DPR RI menilai angka pertumbuhan ekonomi (PE) yang diproyeksikan di RAPBN 2021 sebagaimana disampaikan pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat paripurna DPR RI, 12 Mei 2020 terkesan dipaksakan.
Diketahui, dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2021, Sri Mulyani menyampaikan asumsi makro ekonomi mulai PE sebesar 4,5% -5,5%; Inflasi 2.0% - 4.0%; Tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67% -9,56%; Nilai tukar Rupiah Rp 14.000 - Rp 15.300 per dolar AS.
Kemudian, harga minyak mentah Indonesia 40 - 50 dolar AS per barel; Lifting minyak bumi 677.000 - 737.000 barrel per hari; dan Lifting gas bumi 1.085.000 - 1.173.000 barrel setara minyak per hari.

"Pemerintah terkesan memaksakan pertumbuhan ekonomi harus di atas lima persen. Hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi pemerintah karena selama lima tahun periode pertama pemerintahan Jokowi dan tidak ada Pandemi Covid-19, target pertumbuhan ekonomi selalu meleset," ucap Heri Gunawan.
Hal itu disampaikan Heri usai rapat paripurna DPR dengan agenda mendengarkan pandangan fraksi-fraksi terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal TA 2021, yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/6).
Hergun -sapaan Heri Gunawan beralasan bahwa pada APBN-P 2015 PE diproyeksikan 5,7% namun realisasinya hanya 4,79%, meleset jauh.

Demikian juga pada APBN-P 2016 proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% hanya terealisasi 5,02%. Begitu juga pada APBNP 2017, APBN 2018 dan APBN 2019.
"Pada APBN 2019 target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% namun realisasinya masih saja meleset dan hanya tercapai 5,02%," tukas wakil ketua Fraksi Gerindra DPR itu.

Selain itu, tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67% - 9,56% juga terbilang cukup tinggi. Sebab, negara-negara tetangga rerata memberikan yield yang jauh lebih rendah yakni Malaysia 3,07%, Singapura 0,95%, Filipina 3,28%, Thailand 1,22% dan Vietnam 3,07%.

"Yield yang tinggi akan menyulitkan injeksi dana ke sektor riil karena suku bunga BI (BI -7DRRR) secara konsisten terus diturunkan hingga ke level 4,5%," jelas Hergun mengutip pandangan resmi fraksinya yang dibacakan di sidang paripurna Senin siang.
Fraksi partai pimpinan Prabowo Subianto ini juga mengkritisi tema kebijakan fiskal tahun 2021 yaitu "Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. Tema tersebut disarankan ditinjau ulang karena Menkeu Sri Mulyani sendiri menyatakan Pandemi Covid-19 tidak diketahui kapan dan bagaimana akan dapat diatasi.
"Percepatan pemulihan ekonomi yang grusa-grusu dengan mematok pertumbuhan yang cukup tinggi bisa berakibat buruk terhadap penanganan Covid-19. Korban covid-19 berpotensi terus bertambah banyak, sementara percepatan pemulihan gagal bisa mencapai target. Alangkah baiknya bila tahun 2021 hanya dijadikan sebagai tahun transisi menuju percepatan pada 2022," jelas Hergun.
Gerindra juga meminta Tema “Penguatan Reformasi” dievalusasi karena reformasi di bidang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang disasar adalah tentang penyesuaian iuran JKN yang proporsional dan berkeadilan. 
"Tidak tepat memberlakukan kenaikan biaya iuran JKN di saat bangsa ini baru memulihkan diri dari Pandemi Covid-19. Demikian juga iuran Tapera, yang memangkas daya beli masyarakat," kata politikus asal Sukabumi ini.
Hergun menambahkan, tingginya proyeksi pertumbuhan ekonomi versi KEM-PPKF Tahun 2021 yang dituangkan dalam angka-angka penerimaan dan pendapatan negara yang relatif masih tinggi di tengah pelambatan perekonomian nasional dan tekanan buruk pandemi COVID-19 yang belum tertangani, akan menjadi alasan untuk melebarkan defisit dan meningkatkan pembiayaan APBN melalui utang.(fat/jpnn)

0 komentar:

Posting Komentar