Hergun: PMN Jangan untuk Menutup Kerugian LPEI

 

KBRN, Jakarta: Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan mewanti-wanti agar penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp5 triliun, jangan sampai hanya untuk menutup kerugian dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Bank Exim Indonesia.

Pasalnya menurut dia, angka PMN sebesar Rp5 triliun beda-beda tipis dengan nilai kerugian LPEI pada 2019.

"Pada 2020 LPEI meminta PMN senilai Rp5 triliun beda-beda tipislah dengan nilai kerugiannya pada 2019 yang mencapai Rp4,7 triliun. Saya malah punya pikiran jangan-jangan ini untuk menutupi rugi bersih kemarin,," ujar Kapoksi Fraksi Partai Gerindra dalam keterangan pers yang diterima RRI.co.id, Jumat (8/1/2021).

"Apakah betul PMN ini dapat meningkatkan kontribusi terhadap PDB nasional? Ini perlu sebagai bahan evaluasi bahwa kekayaan negara yang dipisahkan benar-benar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," lanjutnya.

Politisi yang akrab disapa Hergun ini menambahkan, selain itu  NPL bruto LPEI juga meningkat menjadi 23.39 persen dibarengi penurunan asset hampir 10 persen menjadi Rp108.7 triliun dan penurunan NIM (kemampuan bank dalam menghasilkan laba bunga bersih) menjadi hanya 1.18 persen. 

Kata dia, peningkatan NPL gross yang cukup tajam dan melebihi batasan normal sudah terjadi sejak akhir 2017. Di mana rasio BOPO atau kemampuan bank dalam mengelola beban operasional, tercatat makin tinggi yakni sebesar 100.51 persen di 2018 dan 179.63 persen di 2019. Hal itu ditekankannya menandakan kemampuan pengelolaan dan strategi manajemen menjadi sangat dipertanyakan.   

"Kondisi-kondisi tersebut jelas memerlukan perhatian lebih lanjut atas penggunaan rencana dana PMN oleh LPEI. Terlebih karena dana PMN berasal dari defisit APBN dan pola pencetakan uang terselubung dari Pemerintah dengan skema burden sharingnya," ujar Hergun mengkhawatirkan PMN yang dikucurkan untuk LPEI.  

Politisi yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Partai Gerindra ini menambahkan, bahwa Rapat FGD dengan LPEI pada 18 November 2020 belum menemukan titik kesimpulan. 

"Kami belum puas atas pemaparan yang disampaikan jajaran pimpinan LPEI. Tidak ada bahan khusus yang membahas perihal penggunaan PMN Rp5 triliun. Dalam rapat tersebut, LPEI hanya memaparkan data umum yang sudah sering disampaikan dalam rapat-rapat sebelumnya. Oleh karena itu, kami akan menjadwalkan Rapat FGD dengan LPEI pada masa sidang mendatang," ungkapnya. 

Selain data lama, data yang disampaikan oleh LPEI juga dinilainya bombastis. 

"Misalnya soal penyerapan tenaga kerja. LPEI mengklaim bahwa setiap Rp 1 miliar pembiayaan yang dikucurkannya mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja hingga 50 orang. Sehingga, Pembiayaan LPEI sebesar Rp93.03 Triliun, mampu menyerap sekitar 4.7 juta tenaga kerja," bebernya. 

Klaim seperti itu dinilainya sama saja dengan meremehkan kerja pemerintah. Di mana per 2 September 2020, pemerintah telah mengucurkan dana PEN sebesar Rp271.94 triliun. Namun di waktu yang hampir bersamaan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa per Agustus 2020, jumlah pengangguran bertambah sebanyak 2.67 juta orang dibanding periode yang sama tahun lalu. 

"Sehingga jumlah pengangguran saat ini mencapai 9.77 juta orang.Artinya dana PEN yang lebih besar dari pembiayaan LPEI saja tidak mampu menahan bertambahnya laju pengangguran. Ke depan, LPEI harus menyampaikan bahan yang realistis," tegas Hergun.

"Ketika injeksi PMN, imbuh dia, sudah seharusnya ada agreement bahwa kinerja mereka harus men-generate return yang lebih tinggi dari biaya utang, disamping harus jelas financial return-nya. Kalau tidak Negara akan merugi," tambahnya.

Hergun menegaskan, bahwa DPR berkomitmen mengamankan uang Rp5 triliun yang dikucurkan kepada LPEI. Dana tersebut harus jelas peruntukkannya. Dana tersebut tidak boleh digunakan untuk menutup kerugian LPEI pada 2019. DPR akan  mengekplorasi penyebab kerugian yang cukup besar tersebut. 

"Kami akan pertanyakan kolektibilitas beberapa debitur kakap. Bagaimana status kolektibilitas dan perkembangan portfolio debitur Duniatex Group, penugasan khusus ekspor yang masih berjalan, dan komposisi portofolio-portofolio besar termasuk partisipasi di kredit sindikasi," pungkasnya. 

Perlu diketahui, anjloknya pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020 yang merosot hingga minus 5,32 persen (yoy), membuat pemerintah berupaya mendongkrak ekonomi di kuartal III-2020 dengan menggenjot program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Realisasi PEN itu dilakukan salah satunya melalui skema Special Mission Vehicles atau SMV, dengan cara menempatkan modal ke perusahaan BUMN hingga lembaga. LPEI atau Bank Exim Indonesia tercatat sebagai salah satu yang mendapatkan suntikan modal tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2020, LPEI mendapatkan PMN sebesar Rp5 triliun, dengan perincian sebesar Rp4 triliun untuk meningkatkan kapasitas usaha LPEI dan Rp 1 triliun untuk melaksanakan penugasan khusus, dimana LPEI ditugaskan untuk penjaminan korporasi untuk back up permodalan dalam rangka penyelenggaraan program penjaminan korporoasi LPEI jadi frontier.

Namun, LPEI sebelumnya tercatat merugi di tahun 2019. Di mana total kerugian itu tercatat mencapai Rp 4.7 triliun. Sehingga memunculkan pertanyaan apakah lembaga itu mampu mengakselerasi PEN di tengah kondisi keuangan tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar