Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan. Foto: Andri/Man
Pemerintah dikabarkan berencana mengeluarkan dua jenis barang dan 11 jenis jasa dari daftar bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya, dua barang dan 11 jenis jasa pelayanan tersebut akan dikenakan PPN. Salah satunya adalah produk sembako. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai kebijakan ini akan mengorbankan kepentingan rakyat kecil.
Dalam dokumen revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar di publik disebutkan, pasal 1 angka 10 dan Pasal 44E jelas mengeluarkan dua jenis barang dan 11 jenis jasa dari daftar bebas PPN. Sebelumnya, jenis barang dan jasa tersebut tidak dikenakan PPN seperti diatur dalam UU PPN Pasal 4A ayat (2) huruf a dan b dan ayat (3) huruf a, b, c, d, e, g, i, j, k, o, dan p.
Rancangan Undang-Undang KUP (RUU KUP) itu akhirnya jadi polemik di tengah masyarakat. Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan dalam rilisnya, Jumat (11/6/2021). menyatakan bahwa hingga hari ini Komisi XI DPR RI belum menerima draf RUU KUP dimaksud. Namun, RUU ini masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 dengan nomor urut 31 sebagai usulan pemerintah. Posisi Komisi XI menunggu draf RUU dan naskah akademik dari pemerintah untuk dibahas.
Diserukan Hergun, pemerintah harus menjelaskan kontroversi ini. Jangan malah menghindar yang justru akan menyulut gelombang protes yang makin liar. Dokumen tersebut masih bersifat draf yang harus dibahas dan mendapatkan persetujuan DPR. Selama belum mendapat persetujuan DPR, draf tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat. "Isu ini sangat sensitif karena menyangkut kebutuhan pokok rakyat dan waktunya juga tidak tepat di tengah keterpurukan ekonomi akibat pandemi Corona,” jelas politisi F-Gerindra ini.
Dia lalu menguraikan dua jenis barang yang dihapus sebagaimana termaktub dalam UU PPN Pasal 4A ayat 2 adalah (a) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya dan (b) barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Pemerintah juga memutuskan untuk menghapus 11 jenis jasa layanan yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN, salah satunya adalah jasa pendidikan atau sekolah.
“Selain pengenaan pajak sembako dan jasa pendidikan, isu krusial lainnya dalam RUU KUP adalah soal tax amnesty jilid II. Disebutkan dalam RUU ini, waktu pengungkapan harta mulai 1 Juli 2021 sampai dengan tanggal 31 Desember 2021. Sekarang sudah memasuki pertengah Juni 2021. Kami di Komisi XI belum tahu drafnya, apalagi jadwal pembahasan RUU KUP. Draf RUU KUP yang beredar itu patut dipertanyakan kebenarannya,” imbuh Hergun.
Masalah perpajakan di negeri ini, sambung legislator dapil Jawa Barat IV itu, sangat memprihatinkan. Setidaknya dalam 12 tahun terakhir realisasi pajak meleset dari target yang ditetapkan atau shortfall pajak. “Kami memaklumi pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit karena untuk pembiayaan APBN 2021 atau 2022 tidak bisa terus-terusan mengandalkan utang,” tandasnya.
Rasio utang, katanya lagi, sudah makin mendekati batas yang ditetapkan UU. Tidak mungkin pemerintah mengeluarkan kebijakan perpajakan tanpa didiskusikan dengan DPR. "Namun, hendaknya upaya meningkatkan penerimaan pajak harus memperhatikan kepentingan rakyat kecil. Kami siap membahasnya dengan pemerintah mencari solusi perbaikan penerimaan pajak tanpa harus mengorbankan kepentingan rakyat kecil,” tutup Hergun. (mh/sf)
sumber : https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/33377/t/Hergun%3A+PPN+Sembako+Korbankan+Rakyat+Kecil
0 komentar:
Posting Komentar