Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tampilkan postingan dengan label Sri Mulyani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sri Mulyani. Tampilkan semua postingan

Kritik Keras Hergun Soal Surat Utang 4,5 Miliar USD 09/04/2020


RADARSUKABUMI.com – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengkritisi kebijakan pemerintah yang menerbitkan surat utang dengan denominasi dolar AS yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati 7 April lalu. Total nilainya mencapai 4,3 miliar dollar AS atau Rp68,6 triliun (kurs Rp 16.000).
Saat itu, Sri Mulyani yang menyandang predikat sebagai menteri keuangan terbaik sedunia, dengan bangga menyatakan surat utang itu adalah penerbitan terbesar dalam US bond dalam sejarah RI. Dan Indonesia juga jadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemic covid-19 terjadi.
“Bahkan menurutnya, ini menunjukkan kepercayaan investor dari pengelolaan keuangan negara. Benarkah demikian?” kata politikus yang akrab disapa Hergun ini, Kamis (9/4).
Dia pun menyebutkan ada 3 jenis surat utang yang diterbitkan pemerintah. Pertama, Surat Berharga Negara (SBN) Seri RI1030 dengan tenor 10,5 tahun yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2030 diterbitkan sebesar 1,65 miliar dolar AS dengan yield global/kupon sebesar 3,9 persen.

Kedua, Seri RI1050 dengan tenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2050. Nominal yang diterbitkan juga 1,65 miliar dolar AS dengan yield/kupon 4,25 persen. Ketiga, Seri RI0470 dengan tenor 50 tahun, jatuh tempo 15 April tahun 2070 sebesar 1 miliar dolar AS dengan tingkat yield/kupon 4,5 persen.

SBN yang ketiga adalah seri baru yang belum pernah diterbitkan sebelumnya Seri RI0470. Jatuh tempo atau tenornya 50 tahun yaitu 15 April tahun 2070 sebesar USD1 miliar dengan tingkat yield 4,5%.
“Bila melihat besaran yield/kupon yang diberikan, yakni 3,9 persen, 4,25 persen dan 4,5 persen, sejatinya Indonesia sudah masuk dalam perangkap manager fund global,” tukas wakil ketua Fraksi Gerindra DPR ini.
Dia mengatakan bahwa sejak awal banyak pihak sudah mengingatkan pemerintah untuk tidak memanfaatkan sumber pendanaan dari global bond di saat pandemik Covid-19, karena para manager fund global akan mematok yield/kupon yang sangat tinggi.
“Ternyata, peringatan tersebut tidak diindahkan oleh Menteri Keuangan dan akhirnya Indonesia masuk dalam perangkap lilitan global bond berbunga tinggi,” ucap Hergun.
Jika dibandingkan, surat utang Seri RI1030 senilai 1,65 miliar dolar AS dengan tenor 10,5 tahun yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2030 dipatok yield/kupon sebesar 3,9 persen. Sementara, Obligasi Pemerintah AS dengan tenor 10 tahun hanya dipatok yield/kupon 0,72 persen. Padahal sama-sama berdenominasi dolar AS dan dengan tenor yang hampir sama yakni 10 tahun.
Lainnya, pada 14 Januari 2020 (awal tahun) pemerintah menerbitkan tiga seri surat utang negara (SUN) berbentuk valuta asing. Ketiga surat utang ini berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) dan euro, dengan total nilai setara Rp. 43 triliun. Adapun terdapat dua seri global bond berdenominasi dolar AS yakni RI0230 dan RI0250. Sementara satu seri global bond berdenominasi euro yakni RIEUR0227.
Kalau kita lihat yang berdenominasi dolar AS saja yakni surat utang RI0230 senilai 1,2 miliar dolar AS dengan tenor 10 tahun dan akan jatuh tempo pada 14 Februari 2030, hanya mematok yield/kupon 2,85 persen. Kemudian RI0250 senilai 800 juta dolar AS dengan tenor 30 tahun dan yang akan jatuh tempo pada 14 Februari 2050, hanya mematok tingkat yield/kupon 3,5%.
Ternyata, tingkat yield/kupon SUN berdominasi dolar AS yang diterbitkan pemerintah pada Januari 2020 lalu jauh lebih rendah dibanding tingkat kupon SUN berdominasi dolar AS yang baru kemarin (7/4/2020) diumumkan oleh Menteri Keuangan. “Ada selisih 1,05 persen untuk surat utang yang bertenor 10 tahun, dan 0,75 persen untuk surat utang yang bertenor 30 tahun,” Hergun menganalisis.
Nah, Anggota Badan Pengkajian MPR RI ini memandang bahwa Global bond yang kemarin diumumkan oleh Menteri Keuangan sejatinya bukan prestasi tetapi bencana kedua bagi bangsa Indonesia selain Pandemik Covid-19 karena Indonesia terperosok dalam lilitan global bond berbunga tinggi.
Sejatinya, utang itu merupakan sesuatu yang sangat biasa. Tak hanya negara, rumah tangga hingga bisnis pun hampir seluruhnya memiliki utang, terlebih seperti kondisi saat ini. Jika berbicara mengenai utang, ada dua hal yang harus dicermati: kapasitas untuk melunasi dan tujuannya.
Berbicara mengenai kapasitas, tentu kapasitas Indonesia masih besar seiring dengan rasio utang terhadap PDB yang masih rendah. Jika berbicara mengenai tujuan, tujuannya adalah jelas dan bisa dipahami, namun patut diketahui alokasinya berapa yang benar-benar untuk rakyat? ataukah hanya akan dinikmati untuk membantu segelintir orang, itulah paradoks.
Selain dicekik oleh yield yang tinggi, katanya, Indonesia juga terperangkap hutang dalam jangka waktu yang sangat lama yakni 50 tahun. Rekor ini lebih buruk dari obligasi rekapitulasi BLBI yang hanya bertenor 30 tahun.
Kondisi ini juga menimbulkan kecurigaan apakah kondisi sekarang lebih buruk dari krisis ekonomi 1997/1998? Jika krisis 1997/1998 hanya melahirkan obligasi bertenor 30 tahun, kenapa saat ini bisa melahirkan obligasi bertenor 50 tahun.
“Terakhir, dengan menerima kupon sangat tinggi dan tenor hingga 50 tahun, itu artinya pemerintah menemui jalan buntu dan akhirnya menerima global bond dengan persyaratan yang sangat berat tersebut. Masih bilang ini prestasi?” tandas ketua DPP Gerindra ini. (izo/rs)

Pemerintah Terbitkan Global Bond, Heri Gunawan: Aji Mumpung Dibalik Corona


JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Kebijakan pemerintah menerbitkan Global Bond atau Surat Utang secara elektronik senilai US$ 4,3 miliar Amerika Serikat (AS) ditengah wabah Covid-19 dikritisi kalangan anggota DPR RI.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai, langkah yang diputuskan oleh pemerintah di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19 itu berbanding terbalik dengan upaya yang sedang dilakukan untuk menjinakkan wabah ini.
Menurut Heri, tindakan konkret pemerintah dalam menangani Covid-19 yang menjadi dasar diterbitkannya surat utang dalam bentuk elektronik tersebut masih dipertanyakan publik, karena belum kelihatan arahnya. 
"Bagaimana dengan kinerja dari Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas, kapan Covid-19 selesai? Harus jelas apa upaya langkah jangka pendek, menengah dan panjangnya, untuk corona ini," tandas Heri kepada wartawan di Jakarta, Rabu (08/04/2020).
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan penerbitan global bond dalam bentuk 3 surat berharga global, yakni Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI1050, dan RI0470, merupakan strategi pembiayaan APBN 2020 yang akan dipergunakan untuk menopang pembiayaan situasi Virus Corona (Covid-19).
"Kami mengharapkan kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam menghadapi musibah ini jangan justru semakin mempersulit stabilitas keuangan negara. Meskipun, para pengambil kebijakan diberi otoritas yang besar melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020," tegasnya.
Perlu diketahui, jelas dia, Perppu tersebut mengatur tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
"Dengan Perppu memberi kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan pinjaman 60% dari PDB, sehingga utang akan semakin membesar. Sementara waktu penyelesaiannya sangat tidak jelas. Berapa untuk penanganan, berapa untuk subsidi, dan berapa untuk pemulihan?" tanya dia.
Untuk itu, Hergun mendorong Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LSP) untuk melakukan kajian pre test terlebih dahulu terhadap kondisi yang dihadapi.
Baik dengan skema jangka pendek, menengah, dan panjang beserta kebijakan yang mestinya diambil.
Menteri keuangan bersama BI, OJK dan LPS selaku Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), juga harus melakukan stress case.
Misalnya, bagaimana kondisinya nanti jika Covid-19 selesai di bulan Juni; atau di bulan Juli. Hal itu disertai dengan ketentuan dan aturan pelaksanaannya.
"Perlu ada aturan dan tindakan yang tegas, jelas dan terukur. Kalau tidak, akan semakin mendalam. Terkesan asyik memanfaatkan kondisi Covid-19 untuk menambal sulam kondisi lemahnya ketahanan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan. Karena semua bersembunyi di balik Corona," sindir Heri.
Di sisi lain, Heri mengatakan, Kemenkes maupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tidak bisa memprediksi kapan berakhirnya wabah ini, dan langkah kerja konkretnya pun belum terlihat. Hal itu memperlihatkan kepada publik bahwa masing-masing berjalan sendiri-sendiri.
"Ini kan terkesan jalan sendiri-sendiri. Contoh untuk kebutuhan APD kudunya bisa ditutupi segera. Bukankah kita punya BUMN Kesehatan," kata dia.
Maka dari itu, Heri pun meminta jajaran pemerintah betul-betul bertindak dengan hati-hati dalam melaksanakan Perppu 1/2020. Serta, perlunya sinergi yang nyata dan konkret antar kementerian dan lembaga dalam perang melawan Covid-19. 
"Jangan sampai ada kesan yang muncul di tengah masyarakat, Perppu Corona ini dijadikan aji mumpung. Lama-lama tugas dan tanggung jawab DPR juga bisa enggak ada lagi semua diambil Perppu. Sementara utang makin banyak. Berutang persoalan gampang, tetapi bayarnya nanti bagaimana," pungkasnya.

DPR Bakal Panggil Sri Mulyani Dan Minta Penjelasan Soal 'Desa Siluman'

Heri Gunawan.info - 

Menurut Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, Perlu Dilakukan Audit Terhadap Penyaluran Dana Desa Dari 2015 Hingga 2019 Yang Bernilai Hingga Rp 257 Triliun. Pasalnya, Masih Ada Kemungkinan Penyalahgunaan Dana Di Desa Lain.

Akhir-akhir ini, "desa siluman" tengah banyak diperbincangkan. Istilah itu digunakan untuk desa fiktif alias wilayah tak berpenghuni yang tetap menerima dana desa dari pemerintah pusat yang disebut terletak di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

Komisi XI DPR RI lantas akan segera memanggil Kementerian Keuangan untuk meminta penjelasan terkait penyaluran dana ke "desa siluman" ini. "(Pemanggilan) segera diagendakan," ujar anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, dilansir CNN Indonesia pada Jumat (8/11).
Menurut Heri, perlu dilakukan audit terhadap penyaluran dana desa dari 2015 hingga 2019 yang bernilai hingga Rp 257 triliun. Pasalnya, masih ada kemungkinan penyalahgunaan dana di desa lain.
"Tidak menutup kemungkinan selain kasus desa siluman di Konawe Sulawesi Tenggara," tutur Heri. "Masih ada dana desa disalahgunakan oleh pihak tertentu di tempat lainnya."
Kasus "desa siluman" ini disebut Heri telah menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyalurkan dana desa. Pasalnya, tidak ada koordinasi antara kementerian terkait sehingga terjadi kecolongan yang memalukan.
"Faktanya kementerian-kementerian ternyata jalan sendiri-sendiri," ujar Heri. "Dana desa dikelola dengan secara asal-asalan dan tidak profesional."
Selain itu, Heri juga mengungkapkan bahwa salah satu modus dari dana "desa siluman" itu dilakukan dengan memundurkan tanggal pembuatan Surat Keputusan (SK) untuk menyiasati moratorium pemekaran desa oleh Kemendagri. Akibatnya, keuangan negara atau daerah atas Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe pada anggaran tahun 2016 hingga 2018 mengalami kerugian.
"Terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab harus diberikan punishment (hukuman) agar ke depan kasus ini tidak terulang kembali," jelas Heri. "Jika kasus ini mengandung unsur pidana maka harus segera diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku."
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI, Didi Irawadi Syamsuddin, menilai bahwa penyaluran dana desa ke wilayah tak berpenghuni merupakan suatu pengkhianatan yang keterlaluan terhadap masyarakat. Ia juga menuntut agar Menteri Keuangan Sri Mulyani segera menginvestigasi kasus tersebut.
"Saya sebagai anggota Komisi XI DPR mendukung sepenuhnya investigasi secepatnya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani," pungkas Didi. "Sekali lagi, jika benar adanya, langkah selanjutnya utamanya adalah langkah hukum oleh KPK adalah harga mati. Sanksi-sanksi lain melalui Kementerian Dalam Negeri, menteri desa tertinggal harus segera dilakukan."

Revisi APBNP 2016 Dianggap tidak Kredibel


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi atas APBNP 2016 dianggapp tidak kredibel. Beberapa pos anggaran dipangkas. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan pemangkasan anggaran ini bukti bahwa postur APBNP 2016 tidak didesain dengan baik sehingga kredibilitasnya dipertanyakan. Pemerintah sudah diingatkan agar berhati-hati menetapkan asumsi, komposisi pengeluaran, dan belanja dalam APBNP 2016.

“Kita tidak bisa berharap banyak pada kebijakan pemangkasan belanja kementerian atau lembaga, sebab itu tidak terlalu efektif. Kalau kita baca realisasi anggaran kementerian/lembaga tahun anggaran 2015, seluruhnya di bawah pagu yang telah ditetapkan. Artinya, mayoritas kementerian/lembaga tidak optimal dalam melaksanakan anggaran belanjanya untuk tahun anggaran 2015," ujar dia, Jumat (5/8), melalui siaran pers.

Heri mencontohkan, realisasi anggaran di Kementerain Keuangan hanya sebesar 83,95 persen dari anggaran belanja sebesar Rp 33,7 triliun. Ada sisa anggaran sebesar Rp 5,4 triliun yang tidak terlaksana. Sementara realisasi belanja Kemenkeu 83,95 persen justru mendapat pagu anggaran belanja Rp 39,4 triliun atau naik Rp 5,7 triliun dari tahun anggaran 2015. Per 7 Juni 2016 lalu, kata Heri, anggaran itu baru terlaksana 30,96 persen.

Sejak Sri Mulyani menduduki kursi Menkeu, Postur APBNP 2016 dipangkas Rp 133 triliun yang terdiri dari pemangkasan belanja kementerian/lembaga Rp 65 triliun dan transfer daerah Rp 68,8 triliun. Sementara pada sisi penerimaan, diperkirakan akan terjadi pengurangan penerimaan pajak sebesar Rp 219 triliun. Ini hampir terjadi di semua kementrian.

“Buktinya dari pagu sebesar Rp 795,5 triliun untuk belanja kementerian/lembaga, hanya terealisasi sebesar Rp 725,6 triliun. Artinya, selama ini penyusunan anggaran hanya ‘asal jadi’. Bahkan, terkesan hanya ‘copy-paste’. Pola penyusunan anggaran seperti itu tentu akan menghasilkan postur APBN yang tidak kredibel, karena hanya didasarkan pada angka-angka perencanaan, bukan berbasis pada realisasi,” ungkap Heri.

Mestinya, kata Heri, penurunan belanja kementerian/lembaga tidak terjadi secara merata. Bahkan, ada kementerian/lembaga atau daerah yang dinaikkan, sesuai prioritas arahan UU dan kewajiban kontrak tahun jamak. 

Sementara tentang pemangkasan transfer daerah, pemerintah hendaknya berhati-hati, karena bisa berimbas pada terbengkalainya sejumlah program daerah yang sudah direncanakan sebelumnya.

Heri berharap, revisi kali ini mestinya jadi momentum untuk menghadirkan postur APBN yang kredibel dan dapat dipercaya. Menurut Heri, sebaiknya penyusunan rencana kegiatan program harus melalui pendekatan perencanaan yang holistik, fokus, terpadu, terintegrasi, dan spesial (lokasi yang jelas). Selain itu penyusunan juga harus kreatif menggenjot sumber-sumber penerimaan baru di luar pajak. 

APBN 2016 Dipangkas Rp 133,8 Triliun, DPR Minta Pertanggungjawaban Pemerintah


JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Fraksi Partai Gerindra DPR RI meminta pertanggungjawaban pemerintah soal pemangkasan APBN 2016 sebesar Rp 133,8 T. DPR memastikan akan memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.  

"Dasarnya apa, kemarin kan asumsi makro sudah disetujui, sebelum reses dijadikan UU. Kalau pemerintah menyatakan seperti itu, berarti ada ketidakpercayaan pemerintah terhadap pendapatan," ujar Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Heri Gunawan saat dihubungi,di Jakarta, Kamis (4/8/2016).

Untuk itu, lanjut anggota Komisi XI tersebut, komisinya memanggil Menteri Keuangan yang baru Sri Mulyani, untuk dimintai penjelasan soal pemangkasan APBN 2016.

"Mereka (pemerintah) ingin APBN kredibel. Yang buat kan pemerintah, sementara yang merevisi juga pemerintah. Negara ini bukan untuk main-main," tegasnya.

"Kami akan raker dengan Menkeu, pastinya pemerintah akan minta persetujuan DPR. Kita lihat nanti, dasarnya apa," ujarnya.

APBN-P Dipangkas Rp 133 T, Anggota DPR: Negara Ini Bukan untuk Main-main

KENDARIPOS.CO.ID, JAKARTA —- Keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani merombak kembali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 disindir oleh Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan.
Dia menilai keputusan merevisi Undang-undang APBN-P, yang belum genap dua bulan disetujui dewan, sebagai bentuk ketidakpercayaan diri pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
“Dasarnya apa, kemarin kan asumsi makro kan sudah disetujui, sebelum reses dijadikan undang-undang. Kalau pemerintah menyatakan seperti itu, berarti ada ketidakpercayaan pemerintah terhadap pendapatan,” kata Heri saat dihubungi pada Kamis (4/8/2016).
Kemarin, Rabu (3/8), Menkeu Sri Mulyani yang baru sepekan menjabat memutuskan mengevaluasi APBNP 2016. Ia memangkas belanja hingga Rp 133 triliun, terdiri dari belanja kementerian lembaga Rp 65 T dan transfer daerah Rp 68,8 T. Hal ini telah disetujui Presiden Jokowi.
“Mereka ingin APBN yang kredibel. Yang buat kan pemerintah, kalau pemerintah yang buat, sementara yang merevisi juga pemerintah, negara ini bukan untuk main-main. Kalau toh ada angka-angka tersebut, dipangkas seratus sekian triliun, dasarnya apa,” tutur politikus Gerindra itu.
Namun demikian, kata Heri, DPR tentu akan menanyakan hal ini kepada Menkeu Sri, melalui rapat kerja di Komisi XI. Sebab, pemerintah harus meminta persetujuan dewan untuk melakukan perombakan APBNP.
“Kami akan prioritaskan bicara dengan menkeu terkait pemangkasan ini. Permasalahan kan satu, UU sudah diketok. Masa sudah direvisi mau revisi lagi. Kalau mau ubah silahkan saja, kan minta persetujuan lagi. APBN-PP namanya, perubahan perubahan,” tambahnya sembari tertawa bernada menyindir.

Heri Gunawan : Setelah Masuk Kabinet, Sri Mulyani Hadapi Ujian Berat

Jakarta - Setelah masuk dalam kabinet, Sri Mulyani menghadapi ujian berat. Selain diharapkan mampu menggali sumber-sumber baru penerimaan selain pajak, Sri juga diuji untuk mengelola kebijakan fiskal agar pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja baru mencapai targetnya.


Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, Rabu (27/7/2016).

“Dengan masuknya Sri Mulyani dengan segala kapasitas dan jaringannya, semoga bisa meningkatkan kepercayaan publik, terutama dunia usaha. Dalam jangka pendek pekerjaan rumah yang dibereskan adalah suksesnya UU Tax Amnesty untuk menggerakkan program-program prioritas seperti pembangunan infrastruktur, "tutur Heri

Sementara dalam jangka panjang, sambung Heri, perlu ada reformasi arsitektur keuangan nasional yang kuat untuk merespon tantangan kelesuan ekonomi yang sedang dihadapi.

Ditambahkan politisi Gerindra ini, soal defisit APBN yang makin melebar (hampir mencapai 3%), dibutuhkan sosok menteri yang tidak saja mengerti persoalan teknis, tapi juga leadership dan jaringan yang mumpuni.  

“Kita akan lihat dalam beberapa waktu ke depan. Dalam waktu dekat, itu mesti tergambar dalam rancangan RAPBN 2017 yang akan datang,” seraya menambahkan, “Terakhir, kita berharap seluruh kebijakan arsitektur keuangan nasional berjalan mulus. Dan itu butuh integritas yang kuat. Karena itu, dengan segala kurang lebihnya, kita berharap Sri Mulyani tidak terpenjara oleh masa lalu yang cukup kelam seperti kasus Bank Century,” harap Heri.

Menkeu Diharap Optimalkan Sumber Pendapatan Negara

Jakarta, (Analisa). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diharapkan mampu mengambil kebijakan optimalisasi sumber pendapatan negara sehingga tidak bergantung pada pendapatan pajak. 
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis (28/7) menjelaskan masuknya Sri Mulyani dalam kabinet diharapkan mampu menggali sumber-sumber baru penerimaan negara selain pajak.
Ini ujian bagi Sri Mulyani dalam mengelola kebijakan fiskal agar pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja baru mencapai targetnya.
“Dengan masuknya Sri Mulyani dengan segala kapasitas dan jaringannya, semoga bisa meningkatkan keprcayaan publik, terutama dunia usaha. Dalam jangka pendek pekerjaan rumah yang dibereskan adalah suksesnya UU Tax amnesty untuk menggerakkan program-program prioritas seperti pembangunan infrastruktur,” katanya.
Sementara dalam jangka panjang, sambung Heri, perlu ada reformasi arsitektur keuangan nasional yang kuat untuk merespon tantangan kelesuan ekonomi yang sedang dihadapi.
Ditambahkan politisi Gerindra ini, soal defisit APBN yang makin melebar, dibutuhkan sosok menteri yang tidak saja mengerti persoalan teknis, tapi juga leadership dan jaringan yang mumpuni. (Ant)

Menkeu Diharap Mampu Optimalkan Sumber Pendapatan Negara


Jakarta (Antara Babel) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diharapkan mampu mengambil kebijakan optimalisasi sumber pendapatan negara sehingga tidak bergantung pada pendapatan pajak.

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis menjelaskan masuknya Sri Mulyani dalam kabinet diharapkan mampu menggali sumber-sumber baru penerimaan negara selain pajak.

Ini ujian bagi Sri Mulyani dalam mengelola kebijakan fiskal agar pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja baru mencapai targetnya.

"Dengan masuknya Sri Mulyani dengan segala kapasitas dan jaringannya, semoga bisa meningkatkan keprcayaan publik, terutama dunia usaha. Dalam jangka pendek pekerjaan rumah yang dibereskan adalah suksesnya UU Tax Amnesty untuk menggerakkan program-program prioritas seperti pembangunan infrastruktur," katanya.

Sementara dalam jangka panjang, sambung Heri, perlu ada reformasi arsitektur keuangan nasional yang kuat untuk merespon tantangan kelesuan ekonomi yang sedang dihadapi.

Ditambahkan politisi Gerindra ini, soal defisit APBN yang makin melebar, dibutuhkan sosok menteri yang tidak saja mengerti persoalan teknis, tapi juga leadership dan jaringan yang mumpuni.  

"Kita akan lihat dalam beberapa waktu ke depan. Dalam waktu dekat, itu mestu tergambar dalam rancangan RAPBN 2017 yang akan datang," katanya.

Ia juga mengatakan,"kita berharap seluruh kebijakan arsitektur keuangan nasional berjalan mulus. Dan itu butuh integritas yang kuat."

Sri Mulyani Diharapkan Gali Sumber Penerimaan Baru

VIVA.co.id – Masuknya Sri Mulyani dalam kabinet diharapkan mampu menggali sumber-sumber baru penerimaan negara selain pajak. Ini ujian bagi Sri Mulyani dalam mengelola kebijakan fiskal agar pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja baru mencapai targetnya.
Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, Rabu 27 Juli 2016. “Dengan masuknya Sri Mulyani dengan segala kapasitas dan jaringannya, semoga bisa meningkatkan kepercayaan publik, terutama dunia usaha. Dalam jangka pendek pekerjaan rumah yang dibereskan adalah suksesnya UU Tax Amnesty untuk menggerakkan program-program prioritas seperti pembangunan infrastruktur,”katanya.
Sementara dalam jangka panjang, sambung Heri, perlu ada reformasi arsitektur keuangan nasional yang kuat untuk merespon tantangan kelesuan ekonomi yang sedang dihadapi. Ditambahkan politisi Gerindra ini, soal defisit APBN yang makin melebar (hampir mencapai 3 persen), dibutuhkan sosok menteri yang tidak saja mengerti persoalan teknis, tapi juga leadership dan jaringan yang mumpuni.  
“Kita akan lihat dalam beberapa waktu ke depan. Dalam waktu dekat, itu mestu tergambar dalam rancangan RAPBN 2017 yang akan datang. Terakhir, kita berharap seluruh kebijakan arsitektur keuangan nasional berjalan mulus. Dan itu butuh integritas yang kuat. Karena itu, dengan segala kurang lebihnya, kita berharap Sri Mulyani tidak terpenjara oleh masa lalu yang cukup kelam seperti kasus Bank Century,” kata Heri.  

Sederet Pekerjaan Rumah Yang Harus Dibereskan Sri Mulyani Versi Anggota Komisi XI DPR RI

SuaraRakyat.co – Presiden Jokowi menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, menggantikan Bambang Brodjonegoro. Dengan Jabatan baru yang disandang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, Sri Mulyani diharapkan mampu menyelesaikan semua pekerjaan rumah yang selama ini belum terselesaikan.
“Dengan masuknya Sri Mulyani–dengan segala kapasitas dan jaringannya–semoga bisa meningkatkan kepercayaan publik, terutama dunia usaha,” ujar angota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, Rabu (27/7).
Menurut Heri, pekerjaan rumah yang dibereskan Sri Mulyani dalam waktu jangka pendek adalah suksesnya implementasi UU Tax Amnesty dalam rangka menggerakkan program-program prioritas seperti pembangunan infrastruktur.
“Dalam jangka panjang, kita memerlukan sebuah reformasi arsitektur keuangan nasional yang kuat dalam rangka merespon tantangan kelesuan ekonomi yang sedang dihadapi,” politisi Fraksi Gerindra ini.
Dikatakan Heri, Sri Mulyani akan diuji dengan keberhasilannya dalam kebijakan fiskal yang terbaik sehingga tetap mampu mencapai target-target pembangunan seperti pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan kesempatan serta terbentuknya lapangan kerja baru.
“Pada konteks ini, kita berharap ada resep-resep baru dari Sri Mulyani dalam rangka membuat sumber-sumber penerimaan baru selain pajak dan tersedianya infrastruktur sumber-sumber pendanaan,” pungkasnya.
Menurut Heri, tentang defisit APBN yang makin lama makin lebar (hampir mencapai 3%) dibutukan sebuah kapasitas yang tidak saja mengerti soal-soal teknis, tapi juga leadership dan jaringan yang mumpuni. Hal tersebut ke depannya akan terlihat dalam rancangan RAPBN 2017 yang akan datang.
“Terakhir, kita berharap seluruh kebijakan arsitektur keuangan nasional berjalan mulus. Dan itu butuh integritas yang kuat. Karena itu, dengan segala kurang-lebihnya kita berharap Ibu Sri Mulyani tidak terpenjara oleh masa lalu yang cukup kelam seperti kasus Bank Century,” tutup Heri.