Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Hergun: Merdeka Itu Janji, dan Janji Itu Harus Kita Tepati!

 


SUKABUMI – Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (Hergun), menyampaikan pesan kebangsaan penuh makna dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Mengusung tagline “Bersatu Berdaulat — Indonesia Sejahtera — Indonesia Maju”, Hergun menegaskan bahwa kemerdekaan bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan amanah yang harus diwujudkan melalui kerja nyata dan keberpihakan kepada rakyat.

“Delapan puluh tahun yang lalu, para pendiri bangsa memproklamasikan kemerdekaan dengan darah, air mata, dan nyawa. Mereka tidak pernah bertanya apa untungnya bagi mereka, karena yang mereka pikirkan hanya satu: masa depan Indonesia. Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita membalas pengorbanan itu?” ujar Hergun lantang, Minggu (17/8/2025).

Ia menekankan pentingnya makna simbol negara yang abadi, khususnya Bendera Merah Putih. “Merah Putih bukan hanya bendera — ia adalah identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Ia dijahit oleh harapan dan disiram oleh darah serta doa para pejuang. Kibarkanlah, bukan karena negeri ini sempurna, tapi karena kita terus mencintai dan berupaya menyempurnakannya,” tegasnya.

Dalam pesannya, Hergun juga mengingatkan bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban menjaga kehormatan simbol negara. “Berekspresi boleh, mengkritik pun sah. Namun, Bendera Merah Putih adalah simbol negara yang harus dijaga. Mari tunjukkan cinta Tanah Air tanpa mengaburkan nilai-nilai yang menyatukan kita,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa perjuangan di era modern adalah memastikan kesejahteraan rakyat. Harga kebutuhan pokok yang terjangkau, akses pendidikan dan kesehatan yang merata, serta lapangan kerja yang luas, menurutnya merupakan tolok ukur kemerdekaan sejati.

“Jika rakyat masih susah makan, berarti kemerdekaan kita belum sempurna. Jika anak-anak kita masih terhambat sekolah, perjuangan kita belum selesai,” tegasnya.

Sebagai Ketua DPP Partai Gerindra, Hergun menyerukan agar bangsa Indonesia berdiri tegak di tengah tantangan global dengan mengedepankan persatuan. “Persatuan adalah nyawa dari Pancasila dan jiwa dari UUD 1945. Kita bangsa besar dengan sumber daya alam dan manusia yang melimpah. Syaratnya satu: bersatu dan berdaulat agar Indonesia sejahtera dan maju bukan sekadar slogan, tapi kenyataan,” tandasnya.

Menutup pernyataannya, Hergun menggelorakan semangat kemerdekaan. “Merdeka adalah janji! Janji kepada rakyat untuk setia mengabdi, janji kepada pahlawan untuk melanjutkan perjuangan. Dan janji itu harus kita tepati! Demi Bersatu Berdaulat — Indonesia Sejahtera — Indonesia Maju! Merdeka!” (Ky)

sumber : https://sukabumiku.id/hergun-merdeka-itu-janji-dan-janji-itu-harus-kita-tepati/

Dukung Penuh RAPBN 2026: Heri Gunawan Bersuara di Gedung DPR RI

 


Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) beserta Nota Keuangan Tahun 2026 di Gedung DPR RI, Jumat (15/8/2025), mendapat sambutan hangat dan dukungan penuh dari anggota Komisi II DPR RI, 
Heri Gunawan. Legislator yang akrab disapa Hergun tersebut menilai rancangan tersebut sebagai peta jalan strategis untuk membawa Indonesia menuju lompatan besar pembangunan.

“Ini adalah RAPBN yang berani, visioner, dan berpihak penuh kepada rakyat. Presiden Prabowo membuktikan bahwa kepemimpinan sejati adalah keberanian mengambil langkah-langkah besar demi masa depan bangsa,” ujarnya penuh semangat.

Ketua DPP Partai Gerindra ini menegaskan, fokus pada penguatan daya beli, dukungan penuh terhadap UMKM, ketahanan pangan, pemerataan infrastruktur, hingga reformasi birokrasi adalah senjata utama untuk menghadapi tantangan global dan menjamin kesejahteraan rakyat.

“Angka-angka dalam RAPBN ini bukan sekadar data, tapi janji kerja nyata yang akan dirasakan masyarakat dari Sabang sampai Merauke,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia memuji keberpihakan Presiden dalam mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan sebagai Pondasi bangsa yang kuat. “Langkah ini menunjukkan bahwa visi Indonesia Emas 2045 bukan sekadar slogan politik, tetapi misi nasional yang sedang kita wujudkan bersama,” imbuhnya.

Dengan penuh optimisme, Hergun menutup pernyataannya, “Seluruh rakyat Indonesia harus berdiri di belakang Presiden Prabowo. RAPBN 2026 adalah kompas menuju masa depan yang makmur, berdaulat, dan disegani dunia!”


Sumber : https://www.sukabumiupdate.com/nasional/161943/dukung-penuh-rapbn-2026-heri-gunawan-bersuara-di-gedung-dpr-ri

Hergun Gaungkan Reforma Agraria di Sukabumi dan Dorong Akselerasi Sertifikasi Tanah Lewat PTSL

 


SUKABUMI – Komitmen untuk memperjuangkan keadilan agraria terus digelorakan oleh Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan. Dalam kegiatan sosialisasi program strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, pada Kamis (07/08/25).

Hergun sapaan akrabnya menyampaikan pentingnya percepatan reforma agraria dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebagai solusi nyata terhadap ketimpangan lahan dan ketidakpastian hukum pertanahan.

Menurut Heri, sosialisasi ini bukan sekadar acara seremonial, tetapi bentuk nyata kehadiran wakil rakyat dalam menjawab persoalan agraria di tingkat akar rumput.

“Reformasi agraria bukan sekadar program rutin. Ini adalah upaya menghadirkan keadilan sosial dan mengatasi ketimpangan struktur penguasaan tanah yang masih terjadi, termasuk di Sukabumi,” tegasnya.

Ia menyoroti masih banyaknya warga di Sukabumi yang belum memiliki sertifikat tanah, serta persoalan tumpang tindih lahan dan praktik mafia tanah yang meresahkan.

“Kami ingin memastikan tidak ada lagi warga kehilangan hak atas tanahnya hanya karena tidak memiliki bukti legal. Negara harus hadir memberikan kepastian,” sambungnya.

Dalam paparannya, Heri juga menjelaskan ragam program strategis ATR/BPN yang tengah berjalan, termasuk percepatan sertifikasi tanah dan penataan ruang yang inklusif. Ia menekankan bahwa sertifikat tanah bukan hanya bukti legalitas, tetapi juga menjadi aset ekonomi produktif.

“Melalui PTSL, masyarakat bisa mendapatkan sertifikat tanah dengan proses yang cepat, murah, dan transparan. Ini membuka akses pembiayaan untuk usaha rakyat,” jelas Ketua DPP Gerindra Bidang UMKM itu.

Heri Gunawan merinci sejumlah desa yang menjadi lokasi pelaksanaan PTSL tahun 2025 di Kabupaten Sukabumi, seperti di Kecamatan Cidadap Desa Cidadap, Kecamatan Jampangtengah Desa Tanjungsari, Sindangresmi, Bojongjengkol, Bojongtipar, Panumbangan, dan Padabeunghar, Kecamatan Cibadak Desa Sekarwangi, Karangtengah, dan Batununggal, Kecamatan Sagaranten Desa Margaluyu dan Sinarbentang dan Kecamatan Cicurug Desa Pasawahan.

Namun, dari total 47 kecamatan dan 381 desa di Kabupaten Sukabumi, program PTSL baru menyasar 5 kecamatan (10,63%) dan 13 desa (3,41%).

“Kami akan terus mendorong agar cakupan program PTSL diperluas. Masih banyak warga yang membutuhkan legalitas tanah, dan itu harus menjadi prioritas bersama,” ujarnya.

Heri juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan perangkat desa agar program pertanahan berjalan optimal. Ia meminta pemerintah daerah memberikan keringanan atau membebaskan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk tanah yang didaftarkan lewat PTSL.

“Keringanan BPHTB akan sangat membantu masyarakat. Pemerintah daerah perlu berperan aktif dalam hal ini,” katanya.

Tak hanya itu, ia juga mengimbau masyarakat untuk segera memasang patok tanda batas tanah sebagai persiapan mengikuti program PTSL, yang menjadi syarat utama dalam pengukuran bidang tanah oleh petugas pertanahan.

“Pemasangan patok sangat penting untuk menjamin kepastian batas dan mempercepat proses sertifikasi,” imbuhnya.

Heri juga menyinggung soal maraknya praktik mafia tanah yang memanfaatkan celah hukum dan lemahnya literasi masyarakat. Ia menegaskan, penegakan hukum terhadap mafia tanah harus menjadi prioritas nasional.

“Negara harus hadir melindungi hak-hak rakyat. Kita tidak boleh kalah oleh mafia tanah,” tegasnya.

Kegiatan sosialisasi tersebut juga menjadi ajang dialog terbuka antara Heri Gunawan dan warga Desa Sukaresmi. Beragam aspirasi disampaikan, mulai dari keluhan sertifikasi tanah, sengketa batas wilayah, hingga kendala teknis program PTSL.

Turut hadir dalam kegiatan ini perwakilan Kantor Pertanahan setempat, aparat desa, tokoh masyarakat, dan ratusan warga yang antusias mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.

Heri berharap, masyarakat semakin memahami pentingnya legalitas tanah dan ikut aktif dalam mendorong keberhasilan program reforma agraria di daerahnya.

“Keadilan agraria bukan hanya slogan. Ia harus menjadi kenyataan di tengah masyarakat. Dan kita harus wujudkan bersama,” pungkasnya. (Ky)


sumber : https://sukabumiku.id/hergun-gaungkan-reforma-agraria-di-sukabumi-dan-dorong-akselerasi-sertifikasi-tanah-lewat-ptsl/

Buka Akses Tanah Rakyat, Hergun Gaungkan Reforma Agraria Wujudkan Keadilan Sosial

 


Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan menekankan bahwa reforma agraria bukan sekadar program rutin, tetapi sebuah upaya untuk mewujudkan keadilan sosial dan mengatasi ketimpangan struktur penguasaan tanah.

Hal tersebut disampaikan Hergun, sapaan akrabnya dalam sosialisasi program strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, pada Rabu (07/8).

Karena itu, Hergun merinci, ragam program strategis, mulai dari percepatan sertifikasi tanah hingga penataan ruang yang inklusif, menjadi prioritas Kementerian ATR/BPN dalam mewujudkan reforma agraria.

“Reformasi agraria adalah program strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ia menjadi solusi atas ketimpangan dan konflik pertanahan yang kerap terjadi di berbagai daerah, termasuk di Sukabumi,” kata Heri kepada Jurnalis Radar, pada Kamis (07/8).

Menurutnya, untuk kondisi umum, kini banyak warga di Sukabumi masih belum memiliki sertifikat tanah. Masalah tumpang tindih lahan, mafia tanah, dan keterbatasan informasi masih jadi tantangan. 

“Kami ingin memastikan tidak ada lagi warga yang kehilangan haknya hanya karena tidak punya bukti kepemilikan. Negara harus hadir memberi kepastian,” timpalnya.

Sementara, untuk relevansi nasional, Reforma Agraria dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) jadi program prioritas nasional yang dicanangkan Presiden. 

“Nah, peran DPR RI dan ATR/BPN sebagai mitra kerja kementerian, Komisi II DPR RI bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan program strategis ini di lapangan,” ujarnya.

Ia memaparkan, salah satu bentuk konkret dari reformasi agraria adalah program PTSL, yang memberikan kepastian hukum kepada masyarakat atas kepemilikan tanah. Program ini terbukti mempercepat proses sertifikasi tanah yang selama ini memakan waktu lama dan kerap tersandung birokrasi.

“Melalui PTSL, masyarakat bisa mendapatkan sertifikat tanah dengan proses yang transparan, murah, dan cepat. Ini bukan hanya soal legalitas, tetapi juga menjadi modal ekonomi karena sertifikat tanah bisa dijadikan agunan untuk usaha produktif,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Partai Gerindra itu. (*)

Sumber : https://www.radarjabar.com/jawa-barat/95115685842/buka-akses-tanah-rakyat-hergun-gaungkan-reforma-agraria-wujudkan-keadilan-sosial

Pemisahan Pemilihan Nasional dan Daerah, Heri Gunawan: Putusan MK Perlu Dikaji Lebih Mendalam

 

hergun2

JAKARTA,— Ketua DPP Partai Gerindra Heri Gunawan menyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah atau pemilu lokal, perlu dikaji secara mendalam dengan mempertimbangkan segala aspek secara komprehensif agar tidak kontraproduktif dengan upaya penguatan konsolidasi demokrasi dan tidak bertentangan dengan konstitusi.

Dalam putusannya, MK menjabarkan pemilu nasional terdiri atas pemilihan DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sementera itu, pemilihan daerah terdiri atas pemilihn DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan kepala daerah. Selain itu, MK juga mengusulkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah diberi jarak waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.

Politisi yang biasa disapa Hergun itu menegaskan, memang berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI 1945 Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang menguji undang-undang terhadap UUD yang putusannya bersifat final, namun putusan tersebut harus sesuai dengan ketentuan konstitusi.

“Semuanya perlu dipelajari secara seksama. Ditimbang sisi positif dan negatifnya. Di satu sisi, putusan MK tersebut memang sudah mempertimbangkan dinamika pemilu serentak 2024 yang masih ditemukan beberapa kelemahan. Namun, pada sisi lainnya juga terdapat hal-hal kontroversial yang berpotensi melanggar UUD 1945 dan juga melewati batas kewenangan kelembagaan Mahkamah Konstitusi,” kata Hergun kepada awak media di Jakarta pada Rabu (2/7/2025)

Lebih lanjut, Anggota Komisi II DPR RI itu menjabarkan beberapa sisi positif putusan MK yang dianggap dapat berdampak pada penguatan konsolidasi demokrasi di tingkat lokal, peningkatan partisipasi pemilih, dan memperkuat kinerja kelembagaan penyelenggara pemilu.

Pertama, pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah akan mendorong isu-isu lokal bisa menguat secara signifikan dan menjadi pertimbangan utama pemilih dalam mendukung calon legislatif daerah. “Selama ini, isu lokal selalu tertutup oleh isu nasinal, sehingga pemilih tidak memiliki banyak pertimbangan dalam menentukan pilihan politiknya,” jelas Hergun.

Kedua, pemisahan pemilu akan berpotensi mendorong peningkatan partisipasi pemilih dalam pilkada. “Pemilu serentak 2024 menghasilkan partisipasi pemilih yang berbeda antar pemilu legislatif dan Pilkada. Dalam pemilu legislatif dan pilpres, partisipasi pemilih tercatat sebesar 81 persen. Sementera partisipasi pemilih dalam pilkada menurun hanya menjadi 71 persen. Turunnya partisipasi pemilih dalam Pilkada dikarenakan adanya kejenuhan masyarakat yang menganggap jarak kedua pemilihan tersebut terlalu dekat,” kata Hergun.

Ketiga, pemisahan pemilu akan mendorong penyelenggara pemilu bisa memiliki waktu yang longgar untuk mempersiapkan pemilihan secara lebih baik. “Penyelenggara pemilu bisa mempersiapkan pelaksanaan pemilu secara lebih baik dan lebih handal, termasuk melakukan perbaikan daftar pemilih untuk meminimalisir adanya daftar pemilih yang bermasalah,” beber Hergun.

Selain sisi positif, politisi dari Dapil Jawa Barat IV (Kota dan Kabupaten Sukabumi) itu selanjutnya menjelaskan sisi kontrovesial putusan MK dan dampaknya terhadap penurunan kualitas demokrasi.

Pertama, putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal berpotensi akan mendorong meningkatnya petualang politik. Para calon legislatif DPR dan DPD yang gagal dalam pemilihan nasional bisa mencoba keberuntungan menjadi calon legislatif DPRD.

“Tampilnya para politisi pusat dalam pertarungan legislatif daerah bisa menyebabkan mengecilnya peluang putra-putra daerah menjadi anggota DPRD, mengingat para politisi pusat umumnya ‘relatif’ memiliki keunggulan modal dan jaringan. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan demokrasi di daerah. Pesta demokrasi pemilihan lokal hanya dikuasai aktor-aktor politik dari pusat,” kata Hergun.

Kedua, putusan MK yang memisahkan pemilihan nasional dan pemilihan lokal berpotensi bertentangan dengan konstitusi. “Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Lalu ayat (2) menyatakan pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD,” jelasnya.

Hergun menjelaskan, putusan MK berpotensi memperpanjang masa jabatan DPRD menjadi lebih dari 5 tahun. Hal tersebut dikarenakan sulitnya menggantikan anggota DPRD dengan pejabat DPRD (pj), sebagaimana yang pernah diterjadi pada kepala daerah yang digantikan oleh pejabat kepala daerah (pj).

“Kepala daerah yang berjumlah 545 pasangan bisa diganti dengan pejabat (pj) kepala daerah sebagaimana yang pernah dipraktikkan pada 2022 hingga 2023. Namun untuk mengganti Anggota DPRD Provinsi yang jumlahnya mencapai 2.372 orang dan anggota DPRD Kabupaten/Kota yang jumlahnya 17.510 orang tentu akan mengalami kesulitan,” jelasnya.

“Perpanjangan masa jabatan anggota DPRD menjadi lebih dari 5 tahun akan menyebabkan krisis konstitusional, sebab apabila Putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi,” lanjutnya.

Selain itu, Hergun juga menegaskan, pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD juga melanggar UUD NRI 1945. “Perlu diketahui bahwa baik pemilihan anggota DPRD maupun Kepala Daerah merupakan bagian dari rezim pemilu sehingga pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali meskipun waktunya berbeda,” jelasnya.

“Perlu diketahui, penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam pasal 22E UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam Putusan MK 95/2022,” lanjutnya.

Ketiga, MK secara nyata telah melewati batas kewenangannya yang hanya sebagai penguji undang-undang terhadap UUD, bukan pembuat norma. Putusan MK yang memisahkan pemilihan nasional dan daerah telah mengambil alih kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR dan presiden. “Konstitusi kita sudah mengatur bahwa DPR dan Presiden sebagai pemegang kekuasan legislatif. Kedua lembaga tersebut yang berhak untuk menyusun dan mengubah suatu norma. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 5 dan Pasal 20 UUD NRI 1945,” tegasnya.

Keempat, putusan MK bisa berdampak terhadap adanya ketidakpastian hukum karena pemilihan DPRD yang dilaksanakan lebih dari 5 tahun akan melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah. “Selama ini pemilihan DPRD selalu dilakukan 5 tahun sekali sebagaimana amanat UUD 1945 dan yang dijabarkan dalam dalam UU Pemilu. Jika pemilihan DPRD dilakukan lebih dari 5 tahun akan menyebabkan adanya ketidakpastian hukum. Hal ini akan menjadi preseden buruk terhadap upaya memperkuat konsolidasi demokrasi,” tegasnya.

Kelima, MK tidak konsisten dengan putusan sebelumnya yaitu Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang memberi enam opsi keserentakan pemilu. Tapi putusan MK yang baru justru memisahkan adanya pemilihan nasional dan pemilihan lokal. “Seharusnya, MK konsisten dengan putusan sebelumnya yang memberikan keleluasaan kepada pembentuk undang-undang untuk merumuskan model keserentakan pemilu,”

Setelah menyampaikan hasil kajiannya, akhirnya Hergun menyatakan akan membawa kajian tersebut sebagai masukan dalam pembahasan RUU Pemilu mendatang. “Karena ada dugaan bertentangan dengan konstitusi, tidak menutup kemungkinan DPR akan lebih mengikuti ketentuan dalam UUD NRI 1945,” tegasnya.