Pengrajin Tempe Tahu Keluhkan Tata Niaga Kedelai

Jakarta (dpr.go.id) - Para pengrajin tempe dan tahu nasional mengeluhkan aturan tata niaga kedelai yang berlaku saat ini. Pengadaan kedelai kini diatur oleh pasar bebas, sehingga kerap kewalahan dengan harga kedelai yang melambung tinggi. Peran Bulog mesti dikembalikan untuk mengatur tata niaga kedelai.

Demikian mengemuka dalam pertemuan antara delegasi Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, Senin (19/1). Hadir dalam pertemuan tersebut dua Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan (Dapil Jabar IV) dan Farid Al Fauzi  (Jatim XI). Ketua Gakoptindo Aip Syarifuddin yang memimpin delegasi, menyatakan, para pengrajin tempe tahu sedang terpuruk akibat pola tata niaga kedelai.

Yang menjadi persoalan, kata Aip, Perpes No.32/2013 yang dahulu memberi peran kepada Bulog untuk mengamankan harga dan menyalurkan kedelai, kini justru tak diberlakukan lagi. Padahal, Perpres tersebut telah membuat para pengrajin merasa nyaman. Ironisnya, yang menyingkirkan Perpres tersebut justru SK Menteri Perdagangan yang waktu itu dijabat Gita Wirjawan. SK itu menegaskan peran Bulog.

Para pengrajin merasakan harga bahan baku tempe tahu berupa kedelai sangat mahal. Ini lantaran harganya didapat dari mata rantai penjualan yang sangat panjang. Akibatnya, harga yang sampai ke pengrajin sangat mahal. Mestinya para pengrajin mendapatkan harga tersebut langsung dari importir. Kini, untuk mencari kedelai lokal saja sangat susah. Menurut Aip, bila kini pemerintah mencanangkan swasembada kedelai, tampaknya akan sulit tercapai.

“Jumlah kebutuhan kedelai nasional kira-kira antara 2,5-2,7 juta ton per tahun. Dari jumlah itu 1,8 juta ton (80%) diserap oleh pengrajin tempe tahu. Sisanya dibuat oncom, tauco, kecap, susu kedelai, dan lain-lain,” ungkap Aip.

Sementara itu, Agus Hermanto menyatakan, pemerintah harus mengembalikan peran Bulog untuk mengatur tata niaga kedelai. Lahan-lahan kedelai harus segera disiapkan termasuk menentukan harganya yang memadai. “Gakoptindo merasa masih sulit mendapatkan kedelai, karena terombang ambing oleh harga. Dulu pengadaannya dibuat mudah dengan membuat bea masuk 0%. Tahu tempe yang sehari-hari kita makan itu harus sustainable,” harap Agus.

Sementara Heri Gunawan menyampaikan, komisi yang dipimpinnya segera akan membahas persoalan tata niaga kedelai ini bersama Menteri Perdagangan Rahmat Gobel yang dijadwalkan akan menggelar rapat kerja dengan Komisi VI pada 2 Februari mendatang. Ini akan menjadi pembicaraan serius antara DPR dan pemerintah. (mh) /foto:iwan armanias/parle/iw.

0 komentar:

Posting Komentar