Memahami Omibus Law Secara Sederhana?

 Heri Gunawan Ketua Kelompok Fraksi Gerindra Badan Legislasi DPR-RI
Oleh : Heri Gunawan
Ketua Kelompok Fraksi Gerindra Badan Legislasi DPR-RI
Omnibus Law tuh apa yah?
Omnibus Law juga dikenal dengan omnibus bill adalah suatu Undang-Undang (UU) baru yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah atau menggantikan beberapa UU yang ada sebelumnya sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana. Bedanya sama aturan bukan omnibus, yang bukan omnibus fokus mengurusi satu hal dalam satu Undang-Undang, Kalau yang ada omnibus, dia mengatur banyak hal dalam satu Undang-Undang saja.
Kalau Omnibus Law ini dibuat, dia akan jadi satu-satunya rujukan, mengalahkan undang-undang yang sudah ada sebelumnya. Itulah sebabnya dia sangat kuat dan disebut sebagai UU Sapu Jagad.
Yang dibicarakan dalam Omnibus Law apa saja?
Omnibus Law tentang kemudahan investasi di Indonesia, yaitu RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara. Kenapa harus ada Omnibus Law?
Karena menurut selera pemerintah, aturan yang ada sebelumnya dianggap terlalu kaku dan menghambat kedatangan investor yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia, makanya butuh aturan baru.
Melihat tebalnya RUU ini melebihi disertasi tentu wajar jika diasumsikan draftnya telah disiapkan dalam waktu yang lumayan panjang oleh tim yang luar biasa ahli. Adalah wajar juga jika pihak-pihak yang tidak terlibat dalam penyusunannya diberikan waktu yang sama panjangnya atau bahkan lebih lama untuk membahas dan mendiskusikannya.
Sebelum menelaah batang tubuh RUU, konstruksi dan blueprint RUU ini dapat dilihat secara utuh, pembacaan terhadap lembar demi lembar Naskah Akademik (NA) RUU ini merupakan keharusan. Ini yang tampaknya belum mencuat dalam diskusi di ruang publik.
Naskah RUU, NA-nya tidak lebih tipis, bahkan seperti disertasi dengan daftar referensi yang berlimpah. Berisi beragam teori indah dan data aktual, serta proyeksi ekonomi yang seakan nyata. Penyusun NA menarasikan koneksi antara hukum tatanegara, ilmu perundang-undangan, hukum administrasi negara, good governance, dan teori ekonomi makro. Tentu sebuah karya yang luar biasa yang patut diapresiasi.
Apa aja yang diatur di Omnibus Law ini?
Ada beberapa aturan yang menjadi substansi dalam RUU Omnibus Law, diantaranya : Penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi (menghapus pidana), pengadaan lahan, serta kemudahan proyek pemerintah dan kawasan ekonomi.
Omnibus Law apa yang telah diserahkan ke DPR?
Pemerintah baru menyerahkan 1 (satu) draf Rancangan Undang-Undang (RUU) yakni, RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja ke DPR, pada tanggal 12 Pebruari 2020. Secara garis besar RUU Cipta Kerja ini akan mengharmonisasi sedikitnya 79 Undang-Undang dalam 1.239 pasal dan secara substansi terbagi dalam 11 klaster, dan 18 sub klaster.
Menurut Pemerintah, RUU ini bertujuan untuk : 1). Menyederhanakan dan mengharmonisasi regulasi dan perizinan; 2). Mewujudkan investasi yang berkualitas; 3). Menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dan mewujudkan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan; dan 4). Memberdayakan UMKM.
Keempat target tersebut sebagai jawaban atas kondisi kekinian yang dianggap perlu segera diatasi untuk mewujudkan impian menjadi negara maju pada 2045 dengan PDB mencapai 7 triliun dollar Amerika atau menduduki peringkat 4 se-dunia.
Kondisi kekinian yang dimaksud adalah : 1). Pertumbuhan ekonomi rata-rata di kisaran 5% dalam 5 tahun terakhir; 2). Realisasi investasi 2018 sebesar Rp. 721,3 triliun dan 2019 sebesar Rp. 809,6 triliun; 3). Pengangguran berjumlah 7,05 juta orang, angkatan kerja baru 2 s/d 2,5 juta orang per tahun dan pekerja informal 70,49 juta orang; dan 4). Jumlah UMKM besar tapi produktivitas rendah.?
Kluster apa saja dan berapa undang-undang serta berapa pasal terdampak dari RUU Cipta Kerja?
  1. Klaster Penyederhaan Perizinan
    Klaster ini mengharmonisasi 50 UU dan terdiri dari 782 pasal dan 18 sub kluster, diantaranya : lokasi, lingkungan, bangunan gedung, sektor perindustrian, sektor perdagangan, sektor kesehatan, sektor pariwisata, sektor keagamaan, sektor perhubungan, dll.
  2. Klaster Persyaratan Investasi
    Klaster ini mengharmonisasi 13 UU dan terdiri dari 20 pasal.
  3. 3Klaster Ketenagakerjaan
    Klaster ini mengharmonisasi 1 UU dan terdiri dari 51 pasal.
  4. Klaster Kemudahan dan Perlindungan UMKM
    Klaster ini mengharmonisasi 4 UU dan terdiri dari 4 pasal.
  5. Klaster Kemudahan Berusaha
    Klaster ini mengharmonisasi 8 UU dan terdiri dari 19 pasal.
  6. Klaster Dukungan Riset dan Inovasi
    Klaster ini mengharmonisasi 2 UU dan terdiri dari 2 pasal.
  7. Klaster Administrasi Pemerintahan
    Klaster ini mengharmonisasi 2 UU dan terdiri dari 13 pasal.
  8. Klaster Pengenaan Sanksi (Menghapus Pidana)
    Klaster ini mengharmonisasi 49 UU dan terdiri dari 291 pasal.
  9. Klaster Pengadaan Lahan
    Klaster ini mengharmonisasi 4 UU dan terdiri dari 17 pasal.
  10. Klaster Investasi dan Proyek Pemerintah
    Klaster ini merupakan norma baru
  11. Klaster Kawasan Ekonomi
    Klaster ini mengharmonisasi 4 UU dan terdiri dari 40 pasal.
Terus apa yang jadi masalah?
Yang jadi masalah, Omnibus Law ini kontroversional bagi beberapa pihak. Keberadaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja banyak mendapatkan kritik dan penolakan, sehingga terjadi pro kontra. Sementara ini, penolakan terbesar datang dari buruh.
Alasan penolakan buruh adalah : 1). Hilangnya ketentuan UMK; 2). Pesangon yang kualitasnya rendah dan tanpa kepastian; 3). Pemakaian tenaga alih daya atau outsourcing yang semakin mudah; 4). Sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan dihapuskan; 5). Jam kerja yang eksploitatif; 6). Karyawan kotrak akan sulit menjadi pegawai tetap; 7). Penggunaan tenaga kerja asing, termasuk, buruh kasar semakin bebas; 8). Perusahaan akan mudah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan; 9). dan hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun.
Petani pun melontarkan penolakannya, bahwa RUU Cipta Kerja berbahaya untuk sektor pertanian karena menyetarakan produk pangan lokal dan impor.
Selanjutnya, beberapa kepala daerah memprotes penyusunan aturan tersebut yang tidak partisipatif dengan daerah. Menurutnya proses pembahasan omnibus law tidak transparan, ekslusif, dan tidak partisipatif.
Bahkan terjadinya silang pendapat antar pejabat pemerintah yang membuktikan bahwa di pihak pemerintah pun banyak yang tidak tahu materi draft RUU ini.
Dan tak kalah dahsyat penolakannya adalah dari para pengamat yang menyatakan munculnya kesimpulan tentang hak Presiden untuk menjadi the sole law maker. Ada “misi konstitusional” tersembunyi dimana instrumen Omnibus Law yang senyatanya hanya berada dalam tataran interpretasi terhadap konstitusi, merengsek masuk pada tubuh konstitusi itu sendiri. Sehingga norma pembagian kekuasaan trias politika dalam legislasi dinihilkan melalui sebuah alat.
Kenapa bisa ada yang mendukung dan menolak?
Karena ada yang diuntungkan dan dirugikan atas kehadiran aturan ini. Penting untuk dipahami bahwa Omnibus Law ini tidak hitam putih (jelek semua atau bagus semua) keberpihakan orang untuk mendukung atau menolak RUU ini tergantung pada seberapa banyak dirugikan dan seberapa banyak diuntungkan.
Bagi pekerja, aturan ini merugikan karena; banyak hak buruh yang tercerabut. Misalnya, dimudahkannya PHK, dihapuskannya cuti-cuti penting seperti cuti haid dan melahirkan, jumlah pesangon yang diturunkan, diperluasnya pekerjaan yang menggunakan sistem kontrak dan alih daya yang bikin mereka rentan diputus kontrak begitu saja, sampai tidak leluasa untuk berserikat karena merasa harus terus menerus bekerja agar mencapai target yang ditentukan oleh perusahaan.
Hal lain yang membuat pekerja keberatan dengan aturan ini adalah perubahan upah menjadi per-jam yang membuat pekerja dilihat sebagai mesin produksi.
Sementara bagi pengusaha dan investor, aturan ini menguntungkan karena : mereka nggak harus menanggung risiko dari apa yang ditakutkan oleh para pekerja.
Siapa yang paling diuntungkan dengan adanya Omnibus Law ini?
Kalau diperhatikan baik-baik, sebenarnya terlihat sekali kalau pengusaha dan investor lebih banyak diuntungkan dengan adanya aturan ini. Karena dari awal emang ditujukan untuk membuat ekosistem usaha yang memberikan kenyamanan bagi investor, jadinya Isi RUU ini sangat kental dengan kepentingan investor.
Wajar saja pengusaha yang paling diuntungkan, mungkin satuan tugas yang menggodok Omnibus Law ini isinya terdiri dari pengusaha, pemilik modal, dan investor.
Bagaimana caranya kok bisa pengusaha yang diuntungkan dan pekerja dirugikan?
Dengan adanya Omnibus Law, pengusaha bisa mengurangi banyak ongkos produksi. Mereka juga bisa berkelit dari banyak aturan tanpa harus takut dipidanakan karena dalam RUU ini, pekerja tidak lagi bisa melaporkan perusahaan dengan delik pidana karena sanksi yang diatur di sini hanya sanksi administratif, tentunya perihal ini sangat melindungi para pengusaha.
Belum lagi, dalam draf RUU Omnibus Law ini banyak pasal-pasal yang dirasakan mengakomodasi kemudahan bikin usaha, diperbolehkan mengabaikan isu lingkungan, sosial, dan budaya.
Contohnya : Salah satu usulan dalam draf RUU tersebut adalah mekanisme penilaian mengenai analisis dampak lingkungan (Amdal) yang dulunya ada di pasal 29 UU No.32 tahun 2009 diganti cuma jadi mekanisme assessment, itu pun dilakukan pihak ketiga dengan penunjukan oleh pelaku usaha (tentunya perihal ini rentan praktek main belakang yang mana perusahaan bisa saja membayar orang untuk membuat laporan bahwa usahanya tidak membahayakan lingkungan).
Pasal-Pasal Omnibus Law juga secara terang-terangan mengakomodasi kepentingan pelaku usaha tambang mineral dan batu bara sektor yang menyumbang paling banyak kerusakan lingkungan.
Memang harus ada Omnibus Law?
Aslinya, kalau mau meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, kita bisa melakukannya tanpa harus menggunakan Omnibus Law. Karena jika melihat apa yang terjadi di Indonesia, peningkatan sektor industri itu nggak selalu sebanding dengan penyerapan tenaga kerja.
Buktinya, jika melihat tren data yang ditunjukan BKPM, di tahun 2018 yang mana nilai investasi kita lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan tertinggi di Asean. Namun penyerapan tenaga kerja hanya terserap 0,8 juta tenaga kerja saja. Padahal di tahun-tahun sebelumnya selalu mencapai angka satu juta.
Kondisi saat ini, terdapat lebih dari 7 juta orang yang belum mendapatkan pekerjaan (pengangguran). Setiap tahun, angkatan kerja baru bertambah sebanyak 2 juta orang. Di tahun 2019 jumlah pekerja informal mendominasi, sebanyak 74,1 juta pekerja (57,26 %) dan pekerja formal 55,3 Juta (42,74%).
Jadi sebetulnya dapat dikatakan RUU ini tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja. Yang harusnya dilakukan, bukan ngotak-ngatik aturan tenaga kerja, tapi membenahi regulasi, dibutuhkan sinergitas dan kekompakan policy-mix antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara nyata di lapangan dan melakukan pengelolaan keuangan negara dengan cara yang lebih ketat.
Apakah Omnibus Law sudah dibahas DPR?
Dari daftar Prolegnas 2020, terdapat 4 (empat) RUU Omnibus Law ialah RUU Cipta Lapangan Kerja yang dirubah menjadi RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara, dan RUU Kefarmasian. DPR-RI baru menerima 1 (satu) RUU pada tanggal 20 Pebruari 2020, yakni RUU Cipta Kerja.
Sampai saat ini, draft RUU tersebut belum dibahas dalam Badan Musyawarah (Bamus), untuk dibahas lebih lanjut atau tidak oleh fraksi-fraksi, dan menetapkan penugasan di komisi mana, dalam bentuk apa, Panja atau Pansus dan atau dibahas di alat kelengkapan dewan badan legislasi atau tidak. Untuk selanjutnya dibawa atau tidaknya untuk dimintakan persetujuan dalam rapat paripurna DPR-RI.
Terkait pembahasan semua bergantung pada politik komunikasi antara pemerintah sebagai eksekutif dan DPR-RI sebagai legislatif untuk membangun kesepahaman subtansinya.?Mengingat banyaknya penolakan dan pandangam yang berbeda, tentunya DPR-RI akan mengkaji dengan seksama dan tidak akan bertindak gegabah. Hal tersebut tentunya akan bertentangan dengan target Presiden Joko Widodo bahwa omnibus law, terutama RUU cipta kerja, akan selesai dalam waktu 100 hari kerja. Jadi sebetulnya undang-undang Omibus Law ini titipan siapa..?


0 komentar:

Posting Komentar