JURNALSUKABUMI.COM – Pemerintah sudah menerbitkan berbagai regulasi yang memberi keleluasaan bertindak dan mengambil kebijakan dalam percepatan penanganan Covid-19. Mulai Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Wrus Disease 2019 (Covid-19)9 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
“Terkait pembiayaan, pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan,” ungkap DPR RI Heri Gunawan, kepada jurnalsukabumi.com.
Menurut legislator sapaan Hergun, Pemerintah menyiapkan anggaran Rp. 405,1 triliun untuk menangani wabah Covid-19. Dana tersebut dialokasikan untuk Jaring Pengaman Sosial sebesar Rp. 110 triliun, Dana Kesehatan sebesar Rp. 75 triliun, Insentif Perpajakan dan KUR Rp. 70,1 triliun dan Pemulihan Ekonomi Nasional Rp. 150 triliun.
“Bahkan pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sudah menyampaikan telah mengidentifikasi ada Rp56 sampai Rp59 triliun dana desa bisa dialihkan untuk menangani virus Corona. Tentu angka itu jumlah yang besar, karena total Dana Desa tahun 2020 ini kan Rp72 triliun,” ujar Hergun.
Menurut Hergun, artinya mayoritas akan direalokasi untuk percepatan penanganan wabah ini. Bagaimana teknisnya, apakah dana yang direalokasi hanya dialihkan peruntukannya namun tetap untuk desa-desa yang terdampak Corona, atau ada skema lain? Saya yakin pemerintah sudah melakukan kajian secara teknis mengenai peruntukan dana yang direalokasi itu. Sebaiknya, pemerintah dapat menyampaikan kebijakan-kebijakannya secara terbuka ke publik.
“Rencana penggunaan Dana Desa untuk penanganan Covid-19 patut dipertimbangkan ulang. Dana desa adalah program untuk percepatan pembangunan desa dan sekaligus percepatan mengurangi angka kemiskinan di desa,” katanya.
Jika melihat berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan perdesaan pada Maret 2019 sebesar 12,85 persen (15,15 juta orang), berbanding terbalik dengan tingkat kemiskinan perkotaan yang hanya 6,69 persen (9,99 juta orang).
“Oleh karena itu, seharusnya Dana Desa tidak perlu dijamah sebagai sumber pendanaan penganaan Covid-19. Kalau Menteri Keuangan lebih cermat sejatinya ada pos lain yang bisa dimanfaatkan. Misalnya, pada pos pembayaran bunga utang ada dana sebesar Rp. 295 triliun. Menteri Keuangan bisa mengajukan restrukturisasi utang kepada Kreditur karena Indonesia terdampak Covid-19,” paparnya.
Ditambahkan Hergun, sejatinya penggunaan Dana Desa untuk penanggulangan Wabah Covid-19 sudah diatur oleh Kemendes PDTT melalui Surat Edaran Menteri Desa, Pembagunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) No 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa. SE ini diterbitkan pada tanggal 24 Maret 2020.
“Ada beberapa hal penting yang diatur dalam surat edaran tersebut, yaitu, Pertama, Membentuk Desa Tanggap Covid-19 dan membentuk Relawan Desa Lawan Covid-19. Kedua, Pola Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Dalam upaya pencegahan covid-19, dana desa digunakan dengan pola PKTD melalui pengelolaan secara swakelola dan menggunakan SDA dan SDM desa. Pekerjaan diprioritaskan bagi anggota keluarga miskin, penganggur, serta anggota warga masyarakat marjinal lainnya,” tuturnya.
Selanjutnya perubahan APBDesa, yaitu untuk menggeser pembelanjaan bidang dan sub-bidang lain menjadi bidang penanggulangan bencana, keadaan darurat mendesak, dan bidang pelaksanaan pembangunan desa untuk kegiatan PKTD. Pada desa-desa yang masuk dalam wilayah Keadaan Luar Biasa (KLB) Covid-19 maka APBDesa dapat langsung diubah untuk memenuhi kebutuhan tanggap Covid-19.
“Dapat disimpulkan, dalam SE tersebut Dana Desa tetap diandalkan untuk menggerakkan perekonomian desa melalui Pola Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Selain itu, Pemerintahan Desa bisa melakukan Perubahan APBDes untuk menganggulangi Covid-19. Artinya, besaran Dana Desa tetap, hanya alokasinya saja yang mengalami perubahan,” jelasnya.
Melihat efek Mudik ke Desa, pandemik Covid-19 telah memukul perekonomian negara-negara di dunia. Kegiatan perekonomian mulai lesu dan mengakibatnya berkurangnya kegiatan produksi baik di sektor formal maupun informal. Dampaknya, banyak warga yang memilih untuk pulang kampung baik yang berasal dari kota-kota besar di Indonesia maupun dari luar negeri.
“Kedatangan warga ke kampung halaman dikhawatirkan akan menularkan wabah Covid-19 ke kampung-kampung. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Desa harus segera melaksanakan Surat Edaran Mendes PDTT untuk Membentuk Desa Tanggap Covid-19 dan membentuk Relawan Desa Lawan Covid-19” tuturnya.
Kebijakan yang bisa dilakukan misalnya mendata pendatang bila ada yang terindentifikasi sebagai ODP atau PDP segera melapor ke Pemkab agar mendapatkan penanganan lebih lanjut, melalukan penyemprotan disinfektan, melakukan sosialisasi dan pembagian masker kepada warga.
“Harus diakui kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran virus Corona ini dapat dikatakan ‘relatif’ terlambat. Contohnya saja, social distancing atau pembatasan jaran sosial, diberlakukan setelah korban terinfeksi semakin meningkat. Harusnya kan sejak awal ketika sudah ditemukan ada 2 pasien positif awal Maret, antisipasi-antisipasi sudah dilakukan. Apalagi pemerintah sejak awal mengklaim siap menghadapi virus Corona,” katanya.
Kemudian, pemerintah rasanya tidak mengindahkan desakan publik untuk segera menjalankan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Di sana sudah diatur masalah Karantina Wilayah. Malah pemerintah tetap kukuh dengan pembatasan sosial yang belakangan ditingkatkan menjadi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Masalahnya makin runyam, karena kebijakan itu akan diikuti dengan penetapan Darurat Sipil walaupun akhirnya tidak jadi diberlakukan setelah banyak pihak mengkritik rencana itu.
“Sekarang begini saja, yang sudah pulang kampung ya mau bagaimana lagi. Yang bisa dilakukan adalah mendorong pemerintah daerah sampai ke tingkat desa, kelurahan, bahkan RT, untuk memberlakukan protokol kesehatan yang sudah dikeluarkan pemerintah. Bagi yang sudah sampai di kampung, ya lakukan karantina mandiri. Jangan berinteraksi dulu dengan lingkungan,” jelasnya.
Memang ini pekerjaan yang tidak mudah. Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama memutus rantai penyebaran virus ini. Tapi itu harus dilakukan, dan ditegaskan kepada masyarakat.
“Saya kira langkah Kementerian Desa melibatkan pendamping desa untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat sudah tepat. Ini tentu butuh dukungan dari semua pihak di desa,” katanya.
Melihat Efek Ekonomi Perdesaan, memang dampak ekonomi dirasakan semua lapisan. Tidak hanya di perkotaan, masyarakat di desa tentu juga terkena imbasnya. Stimulus yang telah dikeluarkan pemerintah hendaknya juga menyentuh sampai ke masyarakat di desa. Mungkin salah satunya dengan realokasi dana desa tadi. Dana itu bisa dimanfaatkan untuk membantu agar perekonomian di desa tetap berjalan. Bagi desa yang menjadi sentra-sentra produksi pangan, tentu mereka perlu modal lebih untuk meningkatkan produksinya.
“Apalagi banyak desa menjadi penopang ketahanan pangan nasional. Di saat masa tanggap darurat Covid-19, peran desa-desa ini harus ditingkatkan untuk bisa tetap produktif. Saya rasa, peran Kementerian Desa untuk menggerakkan potensi desa secara nyata sangat diperlukan,” tegasnya.
Pemerintah Pusat telah memutuskan mengambil kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dalam menangani wabah Covid-19. Kebijakan PSBB diambil agar perekonomian rakyat tetap bergerak.
Kebijakan tersebut berlaku juga di tingkat perdesaan.
Kebijakan tersebut berlaku juga di tingkat perdesaan.
“Oleh karena itu, Dana Desa sebagai sumber penggerak ekonomi perdesaan jangan dipotong oleh pemerintah Pusat, Pemprov ataupun Pemkab. Biarkan dana desa tersebut bergerak di Perdesaan agar ekonomi Perdesaan tetap bisa bergeliat,” katanya.
Kehadiran Pemudik ke kampung-kampung juga bisa menjadi sumber penggerak ekonomi desa. Di sisi lain pemudik memang dikhawatirkan menularkan Covid-19. Namun dari sisi positifnya kehadiran pemudik bisa sebagai stimulus ekonomi perdesaan.
“Dan yang terakhir, ekonomi Perdesaan diharapkan tetap menggeliat dengan kucuran program stimulus pemerintah pusat. Program stimulus yang diberikan melalui PKH, Kartu Kerja, Kartu Sembako, penggratisan/keringanan pembayaran listrik, dll, diharapkan segera mengucur ke desa sehingga bisa menjadi penopang ekonomi di desa,” pungkasnya.
Reporter: Hendi
Redaktur: FK Robbi
Redaktur: FK Robbi
0 komentar:
Posting Komentar