Politisi Gerindra, Tawarkan 4 Solusi ini Kepada Menkeu Cara Menutup Defisit BPJS Kesehatan


JAKARTA - Heri Gunawan SE, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra menawarkan 4 solusi kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, soal polemik di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang selalu mengalami defisit anggaran.
Dalam keterangan pers yang diterima bukamata.co, Senin, (6/4/2020) diungkapkan Heri, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Gabungan DPR RI pada Senin (18/2/2020) lalu, menyatakan BPJS Kesehatan, meski sudah diberikan suntikan Rp. 13,5 triliun, masih gagal bayar Rp. 15,5 triliun.
Jadi lanjut Heri dalam Rapat Gabungan DPR RI itu, situasi sekarang BPJS Kesehatan masih defisit Rp. 15,5 triliun. Kondisi defisit itu akan ditutup dengan kenaikan iuran peserta BPJS yang diberlakukan sejak 1 Januari 2020 namun kebijakan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Kemudian lanjut Heri, pada Kamis (24/10/2019), Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu yang dijadikan dasar untuk menaikkan iuran peserta BPJS.
Dalam Perpres itu lanjut Heri pada Pasal 34 menyatakan bahwa iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari saat ini sebesar Rp 25.500. Iuran peserta atau mandiri kelas 2 akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari saat ini sebesar Rp 51.000. Lalu, iuran peserta kelas 1 akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini sebesar Rp 80.000. Kenaikan iuran tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Namun, pada (27/2/2020), MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui putusan judicial review terhadap Perpres 75/2019.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan sejumlah undang-undang.
Putusan tersebut ditetapkan oleh Hakim MA Supandi selaku ketua majelis hakim bersama Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi, masing-masing sebagai anggota.
Dengan putusan tersebut, maka BPJS Kesehatan harus mencari solusi lain untuk menutup defisit Rp. 15,5 triliun pada 2019.
Berangkat dari persoalaan tersebut diuraikan Heri, beberapa solusi bisa ditempuh oleh Menkeu, pertama, optimalisasi pembayaran iuran dari peserta. BPJS Kesehatan mencatat, per 27 Desember 2019, jumlah peserta baru mencapai 224,1 juta atau 83% dari total penduduk Indonesia 269 juta orang.
"Kepesertaan BPJS terdiri dari Peserta penerima bantuan iuran (PBI) Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) berjumlah 96,5 juta orang. Peserta PBI Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) 38,8 juta orang, Pekerja penerima upah (PPU) Pegawai Negeri Sipil (PNS) 14,7 juta orang, PPU TNI sebanyak 1,57 juta orang, PPU Polri sebanyak 1,28 juta orang, dan PPU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebanyak 1,57 juta, PPU Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebanyak 210 ribu peserta, PPU swasta 34,1 juta, dan PPU Pekerja Mandiri 30,2 juta dan Peserta bukan pekerja mencapai 5,01 juta peserta " paparnya. 
Saat ini, menurut Heri, kepatuhan peserta mandiri dalam membayar iuran baru mencapai 62 persen. Masih ada sisa 38 persen yang harus dikejar iurannya.
Kemudian yang kedua lanjutnya, cost sharing atau urun biaya khusus untuk penyakit katastropik dan diderita oleh peserta mandiri. Negara di dunia yang menerapkan cost sharing antara lain AS dan Jerman. Cost sharing diterapkan karena jenis penyakit katastropik itu jantung, stroke cuci darah dan lain-lain, ada 9 penyakit, menjadi penyumbang klaim terbesar BPJS dan berasal dari peserta mandiri.
Ketiga, subsidi silang dari cukai rokok. Penerimaan cukai pada tahun 2019 mencapai Rp. 172,33 triliun atau tumbuh 8% dari target yang ditetapkan Rp. 165,5 triliun. Cukai hasil tembakau menyumbang penerimaan terbesar yakni Rp 164,87 triliun, kemudian dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 7,3 triliun, dan cukai etil alkohol (EA) sebesar Rp 120 miliar.
"Keempat, pemerintah menutup sisa defisit BPJS Kesehatan dengan menggunakan dana SAL (Sisa Anggaran Lebih) yang jumlahnya mencapai Rp. 160 triliun" tutup Heri.

0 komentar:

Posting Komentar