Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai, rencana Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK) menunjuk Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebagai penyangga likuiditas untuk menghadapi pandemi virus Corona (Covid-19), sama saja melempar tanggung jawab. Para petinggi KKSK khawatir terjadi skandal seperti Bank Century, karena beban yang harus ditanggung sangat besar.
“Jika bank Himbara melakukan tugas pinjaman likuiditas, maka tugas tersebut bertentangan dengan UU PPKSK dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020,” kata Heri dalam rilis persnya kepada Parlementaria, Rabu (6/5/2020). Seperti diketahui Perppu tersebut tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, di sini jelas dibicarakan tentang stabilitas sistem keuangan yang merupakan ranah dan tupoksinya KSSK. Usulan alokasi dukungan finansial dari otoritas keuangan untuk kebijakan ini tidak sedikit, kata Heri. Jumlah sekitar Rp 720 triliun. Dana sebesar itu akan dipergunakan sebagai dukungan finansial bagi sekitar 50 juta pekerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dimana total usaha UMKM yang berpotensi terdampak COVID-19 mencapai 37 juta usaha di Indonesia.
Belum lagi, pembayaran UMR (rerata 3 juta/bulan) selama 6 bulan dimana 80 persen di-cover oleh pemerintah. “Likuiditas perbankan menjadi sorotan regulator saat ini, karena banyak debitur yang mengalami kesulitan untuk melakukan pembayaran kredit akibat Covid-19. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank-bank yang mulai mengalami kesulitan likuiditas bisa melakukan mekanisme antarbank dengan bank Himbara,” jelas Heri.
Alasannya, sambung legislator Jawa Barat IV ini, karena bank Himbara mendapatkan likuiditas yang digelontorkan dari Kementerian Keuangan melalui Bank Indonesia (BI) dalam bentuk simpanan. “Saya perlu ingatkan. Jangan mentang-mentang pinjaman Kemenkeu disimpan di perbankan Himbara, lalu KSSK seenaknya menjadikannya sebagai penyangga likuiditas bagi perbankan yang kesulitan likuiditas akibat pandemik Covid-19.
Ditegaskan Anggota Baleg DPR RI ini, tidak ada dasar hukumnya bagi KSSK melibatkan bank-bank Himbara dalam masalah ini, karena perbankan Himbara bukan anggota KSSK. Kalau perbankan Himbara mendapatkan likuiditas yang digelontorkan dari Kemenkeu melalui BI, itu wajar karena Himbara milik negara. Untuk itu, sebaiknya KSSK tidak mengorbankan perbankan Himbara sebagai penyangga likuiditas bagi perbankan yang kesulitan likuiditas akibat pandemik Covid-19.
“Satu contoh saja, Bank Mandiri yang menjadi salah satu ikon bank milik negara beraset lebih dari Rp 1.300 triliun. Kalau Mandiri jadi penyangga likuiditas bank sistemik yang kesulitan likuiditas, apakah sanggup menilai asetnya? Bagaimana fungsi kontrol dan pengawasan Bank Mandiri kepada perbankan yang kesulitan likuiditas tersebut? Kalau terjadi sesuatu bagaimana? Apakah perbankan Himbara akan kita pertaruhkan?” kilah Heri penuh tanda tanya.
Dalam pandangan Heri, sebaiknya pemerintah dapat menyalurkannya melalui perantara Special Purpose Vehicle/SPV (Danareksa/PPA) yang ditunjuk untuk melakukan ”seleksi” atas calon penerima bantuan atau BI dapat menyalurkan dukungan finansial secara langsung kepada bank yang kesulitan likuiditas, atas rekomendasi dari OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai anggota KSSK. (mh/sf)
0 komentar:
Posting Komentar