Hergun Kritisi Diskursus Pembentukan Holding Ultra Mikro

 



x















Jakarta,- Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan kembali mengkritisi diskursus pembentukan holding ultra mikro BUMN yang melibatkan BRI, Pegadaian, dan PNM. Kultur usaha tiga BUMN yang berbeda itu diterabas pemerintah. Bila jadi dibentuk holding, masyarakat akan kesulitan mengakses dana segar dari Pegadaian.

Saat dimintai komentarnya, Selasa (16/3/2021), atas diskursus ini, Hergun menyayangkan Pegadaian ikut ditarik dalam rencana pembentukan holding tersebut. Katanya, pegadaian merupakan harapan dan solusi bagi rakyat kecil dalam mencari sumber pendanaan secara mudah dan cepat. Ini bisa terlihat saat masyarakat kelas bawah memenuhi kantor-kantor Pegadaian untuk memenuhi kebutuhan di musim masuk sekolah dan lebaran.

 

Pemerintah berargumen, integrasi BUMN ini akan menciptakan efisiensi biaya dana (cost of fund) dari lembaga yang terlibat. Lalu, ekspansi usaha bisa dilakukan dengan biaya yang lebih murah sehingga cost of serve dan acquire customer bisa menjadi lebih murah. Dan masih menurut pemerintah, kehadiran holding tersebut diproyeksi menghasilkan sinergi digitalisasi dan platform pemberdayaan pelaku usaha kecil di Indonesia.

 

Legislator dapil Jawa Barat IV ini pun balik berargumen, soal biaya dana berpengaruh terhadap suku pinjaman. Faktanya, suku pinjaman BRI masih tinggi. Menurut data di Website BRI, kredit korporasi 8 persen, kredit ritel 8,25 persen, kredit mikro 14 persen, kredit konsumsi KPR 7,25 persen, kredit konsumsi non KPR 8,75 persen. Satu-satunya bunga murah hanya KUR 6 persen. Tapi, itu pun program pemerintah bukan BRI.

 

"Padahal, suku bunga BI-7 Day Reverse Revo (BI7DRR) sudah diturunkan hingga 3,5 persen. BRI sebagai bank yang mengusung nama rakyat masih enggan menyesuaikan dengan suku bunga BI7DRR," tandasnya. Ia melanjutkan, BRI digadang-gadang menjadi pemimpin holding ini karena memiliki kantor yang tersebar luas hingga ke pelosok.

 

Hergun mengingatkan, bisnis inti Pegadaian berkaitan dengan emas. Di setiap kantor Pegadaian, memiliki ahli menaksir emas dan memiliki penyimpanan emas. "Apakah kantor BRI memilikinya? Jika dipaksakan memilikinya berapa biaya yang dibutuhkan di setiap kantor BRI?" kilahnya bertanya-tanya.

 

Sementara merespon soal sinergi digitalisasi dan platform pemberdayaan ultra mikro, ia mempertanyakan sejauh mana platform BRI dikenal masyarakat. Tanpa BRI, para pelaku ultra mikro sudah banyak yang tergabung dalam aplikasi online milik Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Gofood, GrabFood, dan lain-lain.

 

Artinya, sinergi di bidang digitalisasi dan platform pemberdayaan ultra mikro sudah tidak ada artinya lagi, karena para pelaku ultra mikro sudah selangkah lebih maju. "Problem yang tidak kalah ringan adalah tentang adanya sikap Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian (Persero) yang dengan tegas menolak rencana holding ini. Penolakan tersebut tidak bisa dianggap remeh," seru Hergun. (mh/es)

0 komentar:

Posting Komentar