Heri Gunawan : Tutup Defisit BPJS Kesehatan tak Harus Menaikan Iuran


KBRN, Jakarta : Upaya menutup defisit yang dialami oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak harus dengan menaikkan iuran sebesar hampir 100 persen pada semua tingkatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan menawarkan empat solusi untuk menutup defisit BPJS Kesehatan yang sebesar Rp 15,5 triliun itu, pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran 100 persen yang diberlakukan pemerintah sejak 1 Januari 2020 lalu.
"Pertama solusinya optimalisasi pembayaran iuran dari peserta," kata dia kepada wartawan, Senin (6/4/2020).

Per akhir Desember tahun 2019, BPJS Kesehatan mencatat jumlah peserta baru mencapai 224,1 juta atau 83% dari total penduduk Indonesia 269 juta orang. Jumlah ini juga meliputi jumlah peserta penerima bantuan iuran (PBI) Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sebanyak 96,5 juta orang, dan peserta PBI Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) 38,8 juta orang, 14,7 juta orang peserta pekerja penerima upah (PPU) Pegawai Negeri Sipil (PNS), 1,57 juta orang PPU TNI, 1,28 juta orang PPU Polri, 1,57 juta orang PPU BUMN, 210 ribu orang PPU BUMD, 30,2 juta orang PPU Pekerja Mandiri, 34,1 juta orang PPU swasta dan 5,01 juta orang peserta bukan pekerja. Namun kata Heri, meski jumlahnya sangat banyak, tingkat kepatuhan peserta mandiri dalam membayar iuran baru mencapai 62 persen.

"Artinya masih ada sisa 38 persen yang harus dikejar iuranya," tekan Heri.

Adapun yang kedua, urun biaya atau cost sharing khusus untuk penyakit katastropik dan diderita oleh peserta mandiri. Skema yang sama kata Heri juga diterapkan Amerika Serikat dan Jerman. Skema itu diterapkan karena jenis penyakit katastropik yang berjumlah 9 penyakit seperti jantung, stroke, cuci darah dan lainnya, menjadi penyumbang klaim terbesar BPJS dan berasal dari peserta mandiri.

Solusi ketiga, lanjut legislator asal Sukabumi, Jawa Barat ini, yakni subsidi silang dari cukai rokok. Penerimaan cukai pada tahun 2019 mencapai Rp172,33 triliun atau tumbuh 8% dari target yang ditetapkan Rp165,5 triliun. Cukai hasil tembakau menyumbang penerimaan terbesar yakni Rp164,87 triliun. Kemudian dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp7,3 triliun, dan cukai etil alkohol (EA) sebesar Rp120 miliar.

"Terakhir, pemerintah menutup sisa defisit BPJS Kesehatan dengan menggunakan dana SAL (Sisa Anggaran Lebih) yang jumlahnya mencapai Rp160 triliun," pungkas pria yang akrab disapa Hergun ini.

Perlu diketahui, tanggal 27 Februari 2020 lalu, MA memutuskan untuk mengabulkan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Adapun yang mengajukan gugatan adalah Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Pemerintah sendiri telah memberlakukan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 lalu. Sampai saat ini, para peserta Kelas III tetap harus membayar Rp 42 ribu, kelas II Rp 110 ribu dan kelas I Rp 160 ribu tiap bulannya.

Jumlah ini naik hampir 100 % jika dibandingkan dengan sebelumnya; iuran BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp 25.500, kelas II sebesar Rp 51.000, dan iuran kelas I sebesar Rp 80.000 per bulan. (Foto : Antara/ M Risyal Hidayat)

0 komentar:

Posting Komentar