Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tampilkan postingan dengan label JPSK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label JPSK. Tampilkan semua postingan

RUU PPKSK Masuki Pendapat Mini Fraksi

Jakarta (dpr.go.id) - Progres RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang sedang dibahas di Komisi XI DPR RI, kini memasuki pendapat mini fraksi dan pengambilan keputusan tingkat I. RUU ini akan menggantikan UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan memaparkan beberapa poin penting dalam draf akhir RUU ini, Kamis (17/3). RUU PPKSK menekankan pada pengamanan sektor keuangan. Ini harus dipahami publik sebagai usaha untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dari pengaruh eksternal yang selama ini sangat mudah mengguncang keuangan nasional.

“Pengaturan yang akan datang hendaknya ditekankan pada sisi pencegahan agar tidak terjadi krisis sistem keuangan, disamping juga penanganannya bila krisis itu terjadi. Upaya pencegahan itu perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui berbagai upaya yang sistematis, koordinatif, murah, dan dampaknya lebih ringan,” ungkap Anggota F-Gerindra ini.

Ditambahkan Heri, RUU PPKSK mengupayakan penanggulangan yang maksimal bila ada bank bermaslah dengan menggunakan bail in, bukan bail out dari pemerintah seperti pada awal pengajuan RUU JPSK. Heri sekali lagi juga menjelaskan bahwa untuk menetapkan kondisi keuangan dalam keadaan krisis, harus diputuskan oleh presiden, bukan lagi oleh sebuah komite yang dikoordinir Menkeu.

“Hal ini, karena keputusan menyatakan sistem keuangan dalam keadaan krisis merupakan keputusan yang startegis dan memiliki dampak yang sangat besar bagi perekonomian negara,” urai Heri lebih lanjut. Penggunaan dana APBN untuk menanggulangi bank bermasalah dalam RUU ini, sambung Heri, sangat dihindari. Penanggulangan bank bermasalah harus dilakukan secara berjenjang, dimulai dari yang risikonya paling kecil bagi negara dan ini harus dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian.

Politisi dari dapil Jabar IV itu, menegaskan, prinsip check and balances dalam pengelolaan keuangan menjadi keniscayaan sebagai bagian dari tata kelola yang baik. Tak ada lagi kompromi dalam masalah itu. “Tata kelola sektor keuangan nasional harus seiring dengan berjalannya penegakan hukum secara tegas yang tidak diskriminatif dan berkepastian hukum.”

Ia berharap, RUU ini kelak akan menutup semua celah terjadinya moral hazard dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang berpotensi merugikan keuangan negara. Semua pihak, seru Heri, harus berpegang teguh pada amanat kontitusi dalam pelaksanaan RUU ini bila kelak sudah diundangkan. “Mari kita tempatkan industri keuangan sebagai bagian yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak,” tutup Heri. (mh), foto : arief/hr.

RUU PPKSK Akan Larang Pinjaman Gunakan Dana APBN

Rimanews - Komisi XI DPR RI akan menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro guna menyampaikan pandangan mini dan sekaligus pengambilan keputusan tingkat I (tingkat Komisi) tentang  Rancangan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistim Keuangan (RUU PPKSK).

Menurut anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, dibuatnya RUU PPKSK adalah untuk pengamanan sektor keuangan, sebagai usaha untuk menjaga stabilitas sektor keuangan nasional. Termasuk mengamankan sektor keuangan nasional dari pengaruh eksternal yang selama ini sangat mudah mengguncang sektor keuangan Indonesia.

"Judul dari RUU ini sebelumnya adalah RUU  Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang telah disepakati diubah menjadi RUU tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistim Keuangan adalah lebih tepat mengingat Perppu JPSK telah ditolak DPR," kata Heri Gunawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (17/03/2016).

Kata politisi Partai Gerindra, pengaturan yang akan datang hendaknya ditekankan pada sisi pencegahan agar tidak terjadi krisis sistim keuangan, di samping juga penanganannya apabila krisis itu terjadi.

"Upaya pencegahan itu perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui berbagai upaya yang sistematis, koordinatif, murah dan dampaknya lebih ringan," katanya.

Berbeda dengan sebelumnya, dalam RUU ini penanggulangan bank bermasalah diupayakan semaksimal mungkin hanya menggunakan bail in, tidak lagi dibuka kemungkinan menggunakan bail out dari Pemerintah.

Untuk menetapkan bahwa kondisi sistim keuangan dalam keadaan krisis tentunya tidak cukup hanya diputuskan oleh Komite yang dikoordinir seorang menteri, tetapi harus di tangan Presiden.

"Hal ini karena keputusan menyatakan sistim keuangan dalam keadaan krisis merupakan keputusan yang strategis yang memiliki dampak yang sangat besar bagi perekonomian negara," sebutnya.

Untuk menghindari kerugian negara yang besar, maka pemakaian dana pemerintah, baik berupa jaminan atas pinjaman maupun penggunaan dana APBN, harus dihindari dalam RUU ini.

"Protokol penanggulangan bank bermasalah harus dilakukan secara  berjenjang, dimulai dari yang risiko paling kecil bagi negara dan dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian penuh," ungkap Heri.

Prinsip check and balances dalam pengelolaan sektor keuangan sebagai bagian dari tata kelola yang baik, harus menjadi pegangan yang pelaksanaannya tidak bisa dikompromikan.

"Tata kelola sektor keuangan nasional harus seiring dengan berjalannya penegakan hukum secara tegas, tidak diskriminatif, dan memberikan kepastian hukum," katanya.

Diundangkannya RUU ini harus mampu menutup semua celah bagi terjadinya moral hazard dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang berpotensi merugikan keuangan negara.


"Selanjutnya kami mengajak pada semua pihak untuk berpegang teguh pada amanat konstitusi dalam pelaksanaan UU ini nantinya. Mari kita tempatkan industri keuangan sebagai bagian yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak," pungkasnya.