Komisi VI DPR Soroti Industri Gula : Pabrik Gula Harus Di Revitalisasi


SUKABUMI  - Pabrik Gula (PG) harus direvitalisasi untuk mendongkrak angka rendemen (perbandingan kadar gula terhadap berat tebu giling). Pasalnya, usia pabrik gula saat ini sudah terlalu tua. Revitalisasi tersebut harus dilakukan mulai  dari mesin produksi, teknologi, gudang penyimpanan dan sumber daya manusia. Termasuk,  manajemen industri dan perdagangan gula dalam mengurusnya harus lebih fokus. Dengan begitu akan mendongkrak produksi gula nasional. 

Demikian ditegaskan Wakil Ketua Komisi VI DPR, Heri Gunawan (HG)  dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Senin (22/12) sore. 

Menurut HG, rencana pemerintah untuk membangun industri gula terintegrasi berbasis tebu dan menghentikan gula mentah impor  perlu mendapat dukungan semua pihak. HG menilai  manajemen industri dan perdagangan gula saat ini  tidak menentu. Stakeholder gula masih memperjuangkan kepentingannya masing-masing, belum punya visi besar yang serius dan sungguh-sungguh.

Dicontohkan HG, pelaku industri gula terus meminta tambahan kuota impor gula, meski harga jual petani terus anjlok seiring menumpuknya stok gula di pabrik. 

"Sudah lama kita tidak pernah sungguh-sungguh dan fokus mengurus manajemen industri dan perdagangan gula. Saat ini, pemerintah lebih banyak memberi insentif terhadap bea masuk impor, sehingga menggerus pasar gula dalam negeri ketimbang memberi insentif bagi petani tebu," kata politikus muda Partai Gerindra yang menjabat Ketua DPP Bidang Perdagangan ini.

Solusi jangka pendek, lanjut HG, mayoritas PG yg ada saat ini merupakan PG dengan dengan usia sudah ratusan tahun yang menggunakan teknologi lama bertekanan rendah. Seharusnya PG direvitaslisasi dengan teknologi bertekanan tinggi. Tentunya revitasilasi PG ini membutuhkan investasi. Salah satu caranya secara bertahap import row sugar  diprioritaskan pada PG berbasis tebu, terutama PG BUMN.

"Kita berharap keuntungan mengelola row sugar menjadi gula kristal putih sebagai insentif untuk dapat merevitalisasi PG, sehingga efisiensi PG mengalami peningkatan," tegasnya.

Di samping revitalisasi PG, lanjut HG,  juga harus ada koordinasi yg kuat antara kementerian perindustrian, kementrian perdagangan, dan kementerian pertanian dalam membangun manajemen industri dan perdagangan gula yang memiliki visi nasionalistik. Sehingga akan mampu melindungi petani tebu. "Selama pemerintah tdk pernah serius memberi insentif bagi petani gula maka selama itu pula industri gula nasional tdk punya harapan," cetusnya. 

Menurut HG, secara bertahap revitalisasi PG BUMN bisa memenuhi kebutahan gula lokal dan menyetop impor. Persoalan sekarang adalah  masalah ketergantungan pada gula mentah impor dan tidak adanya insentif pemerintah pada petani tebu. Seharusnya PG BUMN mampu mengelola industri pengolahan yang terkait erat dengan usaha tani.  Pengelolaan usaha tebu di tangan petani, sedangkan penggilingan ditangani PG. 

"Hal ini akan menyulitkan PG dalam mengatur waktu tebang dan angkut, kualitas tebun sehingga berpengaruh buruk terhadap rendemen dan produktivitas tebu. Di sini dibutuhkan kerjasama yang sinergi antara perusahaan PG BUMN, Bulog dan perbankan BUMN agar mampu melindungi petani produsen, dan konsumen serta mengoreksi struktur pasar oligopsoni/oligopoli," tandasnya. (*)

0 komentar:

Posting Komentar