Heri Gunawan Usulkan Produk Domestik Jadi Motor Perekonomian

Jakarta (Antara News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan mengusulkan agar Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta instansi terkait meningkatkan kinerja ekspor terutama nonmigas.

Heri juga minta agar pemerintah berpihak pada pasar dan menjadikan produk domestik sebagai motor perekonomian pada tahun-tahun mendatang.

Menurut Heri, terjadi penurunan ekspor yang tajam di negara-negara seperti AS dan Tiongkok dan hal itu bisa berdampak signifikan pada perekonomian nasional.

Dia mengingatkan, Tiongkok mendevaluasi mata uang Yuan dan itu adalah cara rasional meningkatkan kinerja ekspor mereka.

Lebih lanjut Heri mengemukakan, langkah Tiongkok itu sudah semestinya direspon secara rasional dengan mengedepankan pragmatisme yang berpihak pada kepentingan domestik.

"Etos seperti itu penting sekali di tengah ketidakpastian pasar global dan penurunan harga-harga komoditas yang menyebabkan produksi dalam negeri menjadi tidak kompetitif," kata Heri di Jakarta, Jumat.

Di sinilah, lanjut Heri, grand design perdagangan yang mengusung judul "rasional-pragmatis" itu akan diuji. "Dan ia hanya bisa 'lulus' jika konsisten berpihak kepada kepentingan nasional. Lulus dengan predikat mulia atau justru lari dari tanggung jawab," ujarnya.

Ia menyebutkan, kinerja perdagangan Indonesia kian memburuk. Hal ini bisa dibaca dari transaksi berjalan yang tetap saja defisit. Pada triwulan II-2015, defisit itu naik menjadi 4,5 miliar dolar AS (2,1 persen PDB) dari triwulan sebelumnya yang hanya 3,8 miliar dolar AS (1,8 persen PDB).

"Laju defisit itu hanya tertahan oleh adanya penurunan impor yang lebih tajam dibanding penurunan ekspor. Dan, sebetulnya, ini yang dikuatirkan," katanya.

Ketika pemerintah tinggal berharap pada penurunan importasi yang tajam untuk "merawat" defisit transaksi berjalan tanpa bisa mengaktifkan ekspor.

Sementara itu, arus investasi terus defisit karena masifnya penarikan pinjaman luar negeri korporasi dan penempatan simpanan swasta ke luar negeri. Ini menyebabkan transaksi modal dan finansial, anjlok.

Akibatnya, surplus transaksi modal dan finansial yang ada, tidak sanggup menutup defisit transaksi berjalan.

"Itu semua akhirnya menjadi sebab defisitnya neraca pembayaran sebesar 2,9 miliar dolar AS pada triwulan
II-2015.

"Defisit itu adalah penanda kuat 'krisis'. Dan itu bukan lagi sekadar ancaman. Tapi sudah benar-benar terjadi di tengah-tengah kinerja ekspor dan investasi yang tidak kunjung membaik. Tak heran, Kemendag buru-buru memanggil pulang sejumlah pejabat International Trade Promotion Center (ITPC) dan Atase Perdagangan," ujar Heri.

0 komentar:

Posting Komentar