DPR PERTANYAKAN SIKAP PLN TERKAIT PEMBANGKIT LISTRIK DIKELOLA SWASTA

JAKARTA, HALUAN Komisi VI DPR RI mem­pertanyakan pengelolaan pembangkit listrik yang diserahkan PLN kepada pihak swasta.  Pada hal PLN sudah mendapat alokasi anggaran PMN tahun 2015 sebesar Rp5 triliun dan kini PLN kembali mengajukan PMN kembali sebesar Rp10 triliun.

Pertanyaan tersebut dilontarkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan  dalam rapat dengar pendapat dengan Direksi PT. PLN, Senin (31/8). Rapat dipimpin Ketua Komisi VI Hafisz Tohir dan dihadiri Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Edwin Hidayat Abdullah, dan Dirut PLN Sofyan Basir.

“Kalau kami lihat pembangunan infrastruktur kelistrikan untuk 2015-2019 banyak dikelola oleh swasta pembangkitnya. Apakah ini unsur kesengajaan. Yang Rp5 triliun saja tidak diurus. Terus ditambah lagi Rp10 triliun nanti tidak diurus lagi. Sementara kebutuhan listrik tinggi, akhirnya dikelola oleh swasta. PLN hanya untuk mendistribusikan saja. Kalau pembangkit dikuasai swasta yang mungkin saja berasal dari negara lain, mau ke mana negara kita dibawa?” tegas Heri.

Politisi Partai Gerindra tersebut mempertanyakan nasionalisme Dirut PLN dan Kementerian BUMN dalam mengelola energi listrik nasional. PT. PLN sendiri dalam rancangan pembangunan infrastruktur kelistrikan tahun 2015-2019, telah membagi proyek untuk PLN dan swasta. PLN mengerjakan proyek pembangkit 14.138 MW dengan transmisi 43.284 kms dan gardu induk 103.839 MVA. Kebutuhan anggarannya mencapai Rp645 triliun.

Sementara untuk swasta mengerjakan proyek pembangkit 28.802 MW dengan transmisi 3.313 kms dan gardu induk 4.950 MVA. Kebutuhan anggarannya diperkirakan Rp615 triliun. Pola inilah yang banyak dikritik dan dipertanyakan Komisi VI DPR.

Anggota Komisi VI DPR  Sartono Hutomo juga mempertanyakan kebijakan pemerintah yang telah mencanangkan pembangunan mega proyek listrik 35 ribu megawatt (MW). dalam mega proyek tersebut,  PLN hanya mendapat sedikit peran dan lebih banyak diserahkan kepada pihak swasta. “Dengan kondisi ini, kedaulatan negara di bidang energi listrik terancam,” tegas politisi Partai Demokrat itu.

Menurut Sartono, anggaran mega proyek tersebut bersumber dari APBN, BUMN (PT.PLN), dan swasta. PLN hanya mendapat pengerjaan proyek 5 ribu MW. “Ini artinya investasi pembangunan selebihnya dipegang swasta. Melihat begitu besarnya porsi swasta maka penguasaan terbesar yang menjadi salah satu sumber energi pokok rakyat ini ialah swasta. Tentu swasta pasti akan memainkan insting bisnisnya dalam proyek tersebut. Bila ini terjadi, di mana kita bicara tentang kedaulatan negara dalam bidang energi,” tegasnya.

Dia sangat disayangkan bila PLN hanya berkuasa di ranah hilir, yaitu transmisi dan distribusi saja. Sementara hulunya dikuasai swasta. Politisi dari dapil Jatim VII itu merasa khawatir dengan penguasaan swasta dalam mega proyek ini, rakyat kecil kelak tidak mendapatkan harga listrik yang murah untuk kebutuhan rumah tangganya.(h/sam)

0 komentar:

Posting Komentar