Paket Kebijakan Jokowi Tak Jawab Masalah

Jakarta (dpr.go.id) - Sepuluh paket kebijakan ekonomi yang sudah dilansir Pemerintahan Jokowi ternyata tak menjawab masalah yang ada. Paket tersebut tak menimbulkan efek positif. Bahkan, justru menimbulkan masalah baru. Gelombang PHK adalah salah satu dampak dari paket kebijakan tersebut.

“Paket kebijakan itu belum maksimal mengendalikan harga barang kebutuhan pokok seperti beras dan daging yang rawan terdistorsi oleh ulah mafia ataupun kartel. Padahal, kita semua tahu bahwa barang pokok tersebut menjadi penyumbang inflasi terbesar. Inflasi yang tinggi itu pada gilirannya menggerus daya beli rakyat.” Demikian Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyampaikan kritik tersebut saat dihubungi Senin (15/2).

Menurut politisi muda Partai Gerindra ini, paket ekonomi racikan pemerintah tak menjamin kemudahan akses permodalan dan pembiayaan UMKM. Selama ini, para pelaku UMKM masih menemui kesulitan, terutama soal administrasi dan agunan. Ini menjadi keluhan hampir semua pelaku UMKM.

Di bidang investasi, sambung Heri, paket kebijakan ternyata belum maksimal menggenjot kinerja investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja baru. Yang terjadi justru investasi asing masuk tapi serapan tenaga kerja malah menurun. Ini sebuah paradoks. Tingkat pengangguran terbuka naik 300 ribu orang dibanding tahun lalu.

Apalagi, kata Heri, formulasi baru perhitungan upah minimum yang dirumuskan dalam PP No.78/2015 tentang Pengupahan, juga sangat tidak manusiawi. PP itu mengunut rezim upah murah yang tidak berpihak pada nasib buruh.

Sementara di sektor invenstasi, Paket ekonomi belum mampu menggenjot pertumbuhan investasi di sektor-sektor startegis seperti pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 8 persen. Padahal, pangsa pasar di sektor-sektor itu lebih dari 80 persen.

Produktifitas di empat sektor itu, ungkap Heri, tak mendapat jaminan dari paket kebijakan yang dirilis pemerintah, kecuali hanya menyumbang 15,4 persen atas PDB. Menurut Heri, penyebab lemahnya produktifitas empat sektor tersebut lantaran minimnya penguatan SDM, investasi, teknologi, dan modal. Padahal, jumlah tenaga kerja di sektor ini masih dominan, di atas 50 persen.

Pada bagian lain, politisi dari dapil Jabar IV ini, melihat, paket kebijakan ekonomi ini dirancang secara sembrono dengan membuka pasar domestik yang rawan diserbu produk-produk impor. Idaelnya, pemerintah harus lebih dulu mengatur strategi dan road map yang jelas untuk melindungi pasar domestik. Bukan dengan menderegulasi besar-besaran yang bisa mengancam eksistensi para pengusaha lokal.

“Sejauh ini, saya tidak terlalu yakin kalau pemerintah memahami masalah yang sebenarnya. Pasalnya, paket-paket ekonomi yang telah diterbitkan masih saja melempem. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan adalah paket itu hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tidak linear dengan pencapaian kesejahteraan yang adil dan merata. Pertumbuhan yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen orang terkaya, sedangkan 80 persen sisanya rawan tertinggal,” papar Heri. (mh)/foto:iwan armanias/parle/iw.

0 komentar:

Posting Komentar