Gerindra : Pemerintah Ragu-ragu Patok Asumsi Makro 2017


JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan menilai, Pemerintah terlihat ragu-ragu dalam mematok asumsi makro 2017. Oleh karenanya, Heri pesimistis asumsi yang sudah dipatok bisa terealisasi.

Pesimisme itu tetap ada kendati BI memperkirakan ekonomi membaik dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Ditambah lagi, kata dia, dalam penjelasan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro disebutkan Pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi 5,3-5,9%, inflasi antara 3-5%, nilai tukar Rp13.650-13.900 per USD dan SBN 5-5,5%.

Terkait hal tersebut, tandas Heri, Pemerintah kelihatan ragu-ragu dan sangat berhati-hati mematok asumsi makro pada RAPBN 2017.

"Menurut saya keraguan pemerintah tersebut karena ekonomi domestik dan global masih diliputi ketidakpastian. Sebab itu, pemerintah harus lebih matang melakukan proyeksi. Data-datanya harus selalu up to date. Kalau tidak, ekonomi tetap saja jatuh," ujar Ketua DPP Gerindra ini di Gedung Nusantara I DPR RI Jakarta, Senin (18/07/2016).

Seharusnya, kata dia, Pemerintah mesti memberi perhatian serius pada beberapa hal.

"Pertama, BI rate yang masih tidak menentu. Selain terkait faktor eksternal, juga karena inflasi yang masih di koridor target 3-4%," ujar Heri.

Selain itu, sambung dia, SBN masih tetap kurang berpihak pada kondusifnya bisnis.

"Tentunya, kondisi itu akan menciptakan ketidakpastian ekspansi bisnis. Setidak-tidaknya bisnis tetap stagnan," kata politisi Gerindra ini.

Kedua, perlambatan ekonomi mitra dagang, terutama Cina yang sedang hangat-hangatnya dengan Indonesia.

"Sepanjang 2016 ini, ekonomi Cina akan terus mengalami perlambatan karena adanya kondisi rapid aging society (banyaknya populasi berumur tua yang cepat)," terang dia.

Ketiga, lanjut dia, potensi terjadinya arus modal keluar dalam jangka pendek yang akan sangat menekan nilai tukar rupiah.

"Dari beberapa kajian yang ada—semisal FEUI, hal itu bisa dilihat pada depresiasi rupiah sepanjang tahun 2016 yang bisa berkisar di atas Rp14.000," ungkapnya.

Keempat, risiko penyerapan anggaran di daerah yang kecil.   

Dengan keadaan seperti itu, kata dia, maka ke depan, perekonomian nasional tetap tidak akan menunjukkan perkembangan yang lebih baik.

"Pertumbuhan ekonomi yang nantinya dihasilkan tidak akan mengubah apapun. Yang miskin akan tetap miskin. Yang rentan miskin sangat mungkin jatuh miskin. Untuk diketahui, saat ini, jumlah penduduk miskin sudah mencapai 28,51 juta orang atau sekitar 11,13%," tandas mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini.   

Sementara itu di sisi lain, kata dia, pengangguran bisa bertambah dari angka saat ini yang mencapai hampir 8 juta orang (BPS, 2016).

"Hingga saat ini, pemerintah tidak mampu mencetak lapangan kerja baru. Bahkan, yang terjadi justru lebih menyedihkan: sebagian besar satuan bisnis (termasuk UMKM) melakukan efisiensi. Bahkan, tidak sedikit yang tutup karena beban operasional yang makin tinggi sedang pasar masih lesu. Yang menyedihkan lagi, lapangan kerja tersedia yang sempit dan terbatas mulai diisi oleh tenaga kerja asing," sindir Legislator Sukabumi ini.

Menurutnya, pemerintah harus lebih bekerja keras lagi dalam mendorong perekonomian nasional yang kuat dan punya dampak nyata untuk kesejahteraan masyarakat. Sebab, kata dia, Dari berbagai survei yang ada, mayoritas masyarakat (sekitar 70%) menilai buruk kesejahteraan masyarakat pada pemerintahan Jokowi.

"Sementara itu, masyarakat yang tidak puas atas kinerja pemerintahan Jokowi di atas 50% dan terus meningkat sejak dilantik pada Oktober 2014 lalu, semua angka ini muncul karena pemerintah dianggap gagal menciptakan perekonomian nasional yang kuat. Ini sudah waktunya menjadi warning keras bagi pemerintahan ini untuk tidak santai," tegas Heri.

Menurutnya, Idealnya penyusunan RAPBN lebih realistis dan berdasarkan kondisi perkembangan ekonomi.

"Pemerintah dapat memulai belanja pemerintah untuk lebih fokus dan terukur dampak pembangunannya dalam membuat program belanja prioritas berdasarkan prinsip money follow program yang dikoordinir oleh Bappenas serta asumsi RAPBN dapat direalisasikan dalam pembangunan yang berkualitas dan berkeadilan agar dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia," papar dia. 

0 komentar:

Posting Komentar