TBILISI - Parlemen Indonesia dan Georgia sepakat untuk mempererat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan. Peningkatan kerja sama ini penting dilakukan untuk saling mendorong kemajuan kedua negara di berbagai bidang.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan antara delegasi Parlemen Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon dengan delegasi parlemen Georgia yang dipimpin Wakil Parlemen George Volski di Gedung Parlemen Georgia, di Tbilisi, Senin 15 Mei 2017.
"Di legislasi, antara dua parlemen, saya berharap akan ada grup bilateral kerja sama antara Indonesia dengan Georgia," kata Fadli Zon kepada wartawan SINDOnews Dwi Sasongko usai pertemuan tersebut.
Ikut hadir mendampingi Fadli Zon, anggota DPR Heri Gunawan dan Sodik Mudjahid. Sementara dari delegasi Parlemen Georgia, selain Volski terlihat sejumlah anggota parlemen juga datang. Di antaranya George Tsereteli, Ruslan Gajiev, Savalan Mirzoev, Emzar Kvitsiani, dan Irakli Beraira.
Mereka begitu hangat menyambut kedatangan parlemen delegasi Indonesia. Pertemuan berlangsung sangat akrab dan bersahabat. Hampir satu jam kedua delegasi saling berdiskusi, bertukar informasi serta mencari peluang untuk menjalin kerja sama yang lebih luas.
Selain seputar isu parlemen kedua negara, ada sejumlah tema menarik yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Salah satunya adalah keinginan Indonesia untuk mengundang pemerintah dan parlemen Georgia untuk hadir dalam forum International Sustainable Development Goals (SDGs) di Bali pada September 2017 mendatang.
Selain itu, Fadli sebagai Presiden GOPAC (Global Organization of Parliamentary Against Corruption) juga mengundang Georgia untuk bergabung.
"Kita ingin mereka (Georgia) menjadi anggota GOPAC, dan mereka akan mempelajari. Prinsipnya mereka sangat senang karena sejalan dengan aspirasi mereka selama ini termasuk di parlemen," papar Fadli.
Georgia merupakan negara yang sangat konsern dengan good governance, open government, dan transparansi sehingga sangat cocok untuk bergabung dengan GOPAC.
Berdasarkan data, Transparency International menempatkan Georgia pada urutan 16 dalam hal transparansi anggaran dan peringkat 44 dari 176 negara dalam hal Corruption Perception Index (CPI) tahun 2016.
Georgia memiliki pelayanan satu atap (one stop service) di sector public bagi masyarakat, pelaku bisnis setempat dan orang asing dengan menggunakan teknologi modern dan manajemen yang berkualitas. Bahkan, Bank Dunia memposisikan negara tersebut pada peringkat ke-16 dalam kemudahan berbisnis.
Pertemuan tersebut juga membahas persoalan yang dihadapi oleh kedua negara. Georgia mengangkat isu integritas wilayahnya terkait Abkhazia dan Ossetia Selatan yang bermasalah dengan Rusia.
Mereka minta dukungan Indonesia di Forum Sidang Majelis Umum PBB untuk menyelesaikan masalah tersebut. "Kami ingin Indonesia mendukung masalah Abkhazia dan Ossetia Selatan di PBB. Ini masalah integritas wilayah kami. Selama ini sikap Indonesia abstain di PBB," kata George Volski.
Terkait hal itu, Fadli Zon berjanji akan menanyakannya kepada Kementerian Luar Negeri RI. Yang jelas, Indonesia memiliki politik luar negeri bebas aktif. Dimana, Indonesia menghargai integritas wilayah setiap negara. "Hak setiap negara untuk memastikan wilayah integritasnya tanpa campur tangan negara lainnya," papar wakil ketua umum Gerindra ini.
Usai pertemuan, Fadli menegaskan bahwa pemerintah pasti memiliki pertimbangan matang dalam memilih sikap abstain dalam masalah Abkhazia dan Ossetia Selatan.
"Tentu kita kan menimbang juga hubungan baik yang terjalin dengan Rusia. Kita tak mau berpihak ke salah satu blok, kita dalam hal ini juga harus mempertimbangkan bahwa kita juga punya masalah masalah tertentu," tuturnya.
Fadli sangat berharap dengan pertemuan tersebut bisa terus terjalin hubungan yang semakin erat termasuk adanya people to people contact yang lebih luas serta hubungan ekonomi yang lebih meningkat.
"Sekarang ini surplus (perdagangan) ada di Indonesia. Saya kira peluangnya tetap terbuka untuk memasarkan produk-produk kita. Karena Georgia ini sekarang juga sedang apply untuk menjadi negara anggota Uni Eropa," jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, perdagangan bilateral RI-Georgia dalam lima tahun terakhir mengalami tren positif dengan pertumbuhan periode 2011-2015 sebesar 7,74%. Bahkan, di tahun 2016 terjadi peningkatan sebesar 11,59% dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspor utama RI ke Georgia diantaranya kopi, CPO dan turunannya, dan minyak nabati. Sedangkan impor utama RI dari Georgia adalah pakaian wanita dan komponen peralatan listrik. Dan selama ini, Indonesia selalu mengalami surplus perdagangan.
Misalnya tahun 2016, dari total perdagangan USD58 juta antara kedua negara, surplus yang diraih oleh Indonedia sebesar USD57,6 juta. Tahun sebelumnya, total perdagangan kedua negara sebesar USD52 juta dan Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar USD39,5 juta.
Fadli mengungkapkan, Georgia melihat Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam, kepulauan terbesar, hingga kaya akan budaya. "Mereka berharap kerja sama ke depan akan semakin baik," tandasnya.
Terkait hal itu, Fadli Zon berjanji akan menanyakannya kepada Kementerian Luar Negeri RI. Yang jelas, Indonesia memiliki politik luar negeri bebas aktif. Dimana, Indonesia menghargai integritas wilayah setiap negara. "Hak setiap negara untuk memastikan wilayah integritasnya tanpa campur tangan negara lainnya," papar wakil ketua umum Gerindra ini.
Usai pertemuan, Fadli menegaskan bahwa pemerintah pasti memiliki pertimbangan matang dalam memilih sikap abstain dalam masalah Abkhazia dan Ossetia Selatan.
"Tentu kita kan menimbang juga hubungan baik yang terjalin dengan Rusia. Kita tak mau berpihak ke salah satu blok, kita dalam hal ini juga harus mempertimbangkan bahwa kita juga punya masalah masalah tertentu," tuturnya.
Fadli sangat berharap dengan pertemuan tersebut bisa terus terjalin hubungan yang semakin erat termasuk adanya people to people contact yang lebih luas serta hubungan ekonomi yang lebih meningkat.
"Sekarang ini surplus (perdagangan) ada di Indonesia. Saya kira peluangnya tetap terbuka untuk memasarkan produk-produk kita. Karena Georgia ini sekarang juga sedang apply untuk menjadi negara anggota Uni Eropa," jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, perdagangan bilateral RI-Georgia dalam lima tahun terakhir mengalami tren positif dengan pertumbuhan periode 2011-2015 sebesar 7,74%. Bahkan, di tahun 2016 terjadi peningkatan sebesar 11,59% dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspor utama RI ke Georgia diantaranya kopi, CPO dan turunannya, dan minyak nabati. Sedangkan impor utama RI dari Georgia adalah pakaian wanita dan komponen peralatan listrik. Dan selama ini, Indonesia selalu mengalami surplus perdagangan.
Misalnya tahun 2016, dari total perdagangan USD58 juta antara kedua negara, surplus yang diraih oleh Indonedia sebesar USD57,6 juta. Tahun sebelumnya, total perdagangan kedua negara sebesar USD52 juta dan Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar USD39,5 juta.
Fadli mengungkapkan, Georgia melihat Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam, kepulauan terbesar, hingga kaya akan budaya. "Mereka berharap kerja sama ke depan akan semakin baik," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar