Ganti Nahkoda Dirjen Pajak, Gerindra Perkirakan Shortfall Pajak 2019 Hampir Mencapai Rp160 triliun

Heri Gunawan.info
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyebutkan target utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebenarnya hanya satu, yakni merealisasikan target penerimaan pajak yang ditetapkan pemerintah. Hanya saja di lapangan, merealisasikan target tersebut tidak semudah membalikkan tangan.
Hal tersebut diutarakan Heri Gunawan menanggapi dilantiknya Suryo Utomo sebagai Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menggantikan Robert Pakpahan.
Menurut Heri, dalam satu dekade terakhir, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara konsisten gagal mencapai target penerimaan pajak setiap tahunnya. Meski Dirjen Pajak beberapa kali berganti, target penerimaan pajak secara konsisten gagal tercapai atau shortfall. Tahun ini, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp1.577,56 triliun atau 64,1 persen dari APBN Rp2.461,1 triliun.
Dirinya memperkirakan, shortfall pajak 2019 tidak akan kurang dari Rp160 triliun, sehingga menyebabkan defisit anggaran, di mana akhirnya defisit itu harus ditutupi utang.
“Tahun ini pun, target penerimaan pajak sudah pasti meleset. Terkait pajak, bukan lagi berbicara atau memprediksi tercapai atau tidak tercapai target penerimaan, tapi yang terjadi memprediksi berapa nilai shortfall pajaknya,”, Selasa (5/11/2019).
Selama lima tahun terakhir, jelas Heri, realisasi penerimaan pajak selalu meleset dari target. Pada 2014, realisasi pajak tercatat 91,85 persen dari target. Tahun 2015 realisasinya turun menjadi 81,9 persen. Lalu, 2016 sebesar 81,6 persen, dan 2017 sebesar 89,68 persen, serta 2018 sebesar 92,41 persen dari target.
“Terpilihnya Suryo Utomo sebagai dirjen pajak baru, kami berharap dengan kompetensi, keahlian dan integritas yang dimiliki oleh dirjen pajak baru dapat menjawab tantangan dan harapan untuk memenuhi target penerimaan negara dari sektor pajak yang menjadi konsentrasi kita bersama, dengan tetap menjaga momentum penerimaan negara namun tidak boleh merusak iklim bisnis dan investasi,” ucapnya.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra itu menilai, target penerimaan pajak yang kerap meleset akan berbahaya bagi Indonesia lantaran akan bergantung terhadap utang sehingga utang terus membengkak. Shortfall yang menahun bukan salah DJP semata, namun juga karena pemerintah tidak rasional dalam mematok target penerimaan pajak.
“Sebaiknya pemerintah mematok target penerimaan pajak yang lebih realistis sebagaimana kondisi di lapangan. Bila tidak, siapa pun bos pajaknya, target pajak itu akan sulit dicapai, dan shortfall akan menjadi kebiasaan. Keputusan target penerimaan pajak seharusnya berdasarkan kondisi di lapangan, demikian belanja negara juga ada baiknya disesuaikan, menyesuaikan dengan penerimaan,” .
Meski begitu, Heri meyakini target tinggi itu bukan hal yang mustahil untuk dikejar.Potensi penerimaan masih terbuka, lantaran saat ini masih banyak sumber penerimaan yang belum terjamah.
Antara lain dengan memanfaatkan implementasi kerjasama pertukaran informasi perpajakan otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI), dan menunjukkan keseriusan dengan memberlakukan kebijakan yang nyata dan efektif untuk mengejar penerimaan pajak dari perusahaan yang layanannya diberikan secara online. Karena perusahaan-perusahaan tersebut masih menikmati celah regulasi yang ada pada bisnis digital yang lintas ruang negara.
“Keseluruhan peluang dan potensi ini dapat dilakukan dengan lebih baik jika saja DJP terpisah dengan Kemenkeu, Pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan angka penerimaan pajak. Berikan DJP wewenang yang lebih dalam mengurus lembaganya sendiri dalam mengejar target penerimaan pajak,” .
Wacana DJP menjadi badan semi otonom bukanlah hal yang baru. Presiden Jokowi pun sempat berencana menjadikan DJP sebagai badan semi otonom. Kemunculan isu tersebut bukan tanpa alasan. Selama ini, wewenang DJP terbilang sangat terbatas. Otoritas pajak kerap sulit mendesain organisasi sendiri secara cepat karena proses birokrasi. Imbasnya, DJP tidak mampu melakukan perubahan atau pengembangan sistem administrasi pajak, termasuk perbaikan internal secara cepat guna merespon dinamika kebutuhan personel, organisasi, maupun teknologi untuk mengikuti perkembangan bisnis yang dinamis dan cepat di lapangan,

0 komentar:

Posting Komentar