Heri Gunawan Cermati RUU Omnibus Law.

Anggota DPR RI Komisi XI Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan akan mencermati poin-poin rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus law.

Sukabumi -  RUU Omnibus law dibuat harus memberikan counter efek perpajakan yang berperinsip pada keadilan, untuk menciptakan kepastian hukum dan bukan dijadikan dasar hukum untuk mengobral tarif pajak.
“Poin RUU Omnibus law disini tidak boleh semuanya diobral, itu imbas hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) sudah diobral sangat tinggi, nanti pemerintah terbebani membayar bunga tinggi,”ujar HG sapaan akrab legislator besutan Prabowo Subianto.
Dalam hal ini, HG menjelaskan, dalam RUU Omnibus law lebih mendorong pajak, jangan hanya pengusaha kecil saja yang diuber-uber, sementara wajib pajak dari kalangan ‘tertentu’ diberi keringanan.
“Omnibus law harus bisa mempermudah dunia usaha dan mengundang minat investasi asing yang masuk ke Indonesia,” menurut Wakil Ketua Fraksi DPR RI.
Lanjut HG, dengan mentransformasi ekonomi untuk mengantisipasi perubahan terutama di era digital ekonomi dan untuk membuat sistem pajak kompetitif dengan perpajakan global dan merupakan relaksasi, pemberian insentif.
“Yang dikerjakan pemerintah dalam peningkatan pajak ini harus diapresiasi, diharapkan bisa menyelesaikan tersendatnya pemasukan pajak saat ini,” ungkap Anggota Badan Musyawarah DPR-RI pendiri Rumah Aspirasi dan Insipirasi (RAI) Heri Gunawan.
Sejatinya RUU Omnibus law dimaksud, akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pasalnya, di sisi lain masih belum adanya perbaikan dan sinergi administrasi di tiap kementerian dan lembaga yang selaras dengan peraturan daerah.
“Dengan RUU Omnibus law ini ada counter efek dalam pertumbuhan ekonomi hingga tingkat bawah yang dibarengi sinergisitas administrasi,” tandasnya.
Ditambahkan Kapoksi Badan Legislasi DPR-RI ini, Karena
Secara hitungan penerimaan pajak per Oktober 2019, HG mengatakan, baru mencapai Rp 1.173,89 triliun atau 65,71% dari target APBN 2019 yang sebesar Rp 1.786,38 triliun. Sebelumnya, shortfall pajak diperkirakan mencapai lebih dari Rp 160 triliun. Namun melihat penerimaan yang masih seret diperkirakan shortfall akan semakin melebar, mungkin sampai diangka Rp. 260 triliun.
“Omnibus law di bidang perpajakan rencananya disusun dalam enam area. Mulai dari menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh). Termasuk pengurangan dan pembebasan pajak seperti tax holiday, super deduction untuk vokasi dan riset dan development dan juga untuk perusahaan yang melakukan penanaman modal untuk kegiatan padat karya, juga fasilitas PPh untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),” katanya.
HG memperkirakan, RUU Omnibus Law Perpajakan akan mencakup beberapa Undang-Undang diantaranya, UU PPh, UU PPN, UU KUP, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Meski sampai saat ini draf dimaksud belum kami terima, tentunya nanti dibutuhkan kompailing bagi UU yang bersinggungan dalam rencana Omnibus Law di bidang perpajakan tersebut, karena Indonesia belum memiliki portal yang lengkap tentang UU,” tandas HG.

0 komentar:

Posting Komentar