Jakarta – Pemerintah tengah menyusun rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law perpajakan. Draft ruu ini rencananynya akan segera disampaikan ke DPR pada bulan Desember mendatang.
“Sampai saat ini draft dimaksud belum kami terima,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan di Jakarta, Jumat (29/11).
Dia menjelaskan, nantinya, dibutuhkan penyelarasan bagi undang-undang yang bersinggungan dalam rencana Omnibus Law perpajakan tersebut. Menurutnya, ini perlu karena Indonesia belum memiliki portal yang lengkap tentang undang-undang.
“Di samping berapa jumlah undang-undang yang akan di Omnibus-kan, juga perlu tahu ada berapa banyak PP harus turut di cabut, berapa banyak peraturan menteri.
Heri menyarankan agar peraturan turunan dibatasi sampai dengan perpres atau peraturan pemerintah. Selain mencabut seluruh peraturan menteri yang bersifat sektoral.
Dia memandang ketika peraturan itu diundangkan berkonsekuensi mencabut beberapa aturan hasil penggabungan. Substansinya selanjutnya dinyatakan tidak berlaku, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan.
“Kami akan mencermati tiap poin yang akan diajukan oleh pemerintah. Pada prinsipnya kami akan turut mendorong omnibus perpajakan untuk menciptakan kepastian hukum dan bukan dijadikan dasar hukum untuk mengobral tarif pajak,” kata Heri.
“Tidak boleh semuanya diobral, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) sudah diobral sangat tinggi akhirnya pemerintah terbebani membayar bunga tinggi,” imbuhnya.
Dia menekankan, agar omnibus law tidak hanya menyasar pengusaha kecil. Sementara wajib pajak dari kalangan ‘tertentu’ diberi banyak keringanan.
“Sejatinya omnibus law dimaksud, akankah berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik..? Karena di sisi lain masih belum adanya perbaikan dan sinergi administrasi di tiap kementerian dan lembaga yang selaras dengan peraturan daerah,” tuturnya.
0 komentar:
Posting Komentar