Upaya Sri Mulyani Diyakini Mampu Mendongkrak Penerimaan Pajak


JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan meyakini upaya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mempercepat penyusunan RUU Omnibus Law untuk membuat rezim perpajakan akan mampu mendongkrak penerimaan pajak.

Rencananya draft RUU tersebut akan segera disampaikan pemerintah ke DPR pada bulan Desember mendatang. "Langkah ini patut diberikan apresiasi agar tersendatnya pemasukan pajak bisa segera teratasi," kata Heri kepada JPNN.com, Sabtu (30/11).

Dia menyebutkan bahwa penerimaan pajak per Oktober 2019 baru mencapai Rp 1.173,89 triliun atau 65,71 persen dari target APBN 2019 yang sebesar Rp 1.786,38 triliun. Sebelumnya, shortfall pajak diperkirakan mencapai lebih dari Rp 160 triliun.

"Namun melihat penerimaan yang masih seret diperkirakan shortfall akan semakin melebar, mungkin sampai diangka Rp 260 triliun," lanjut legislator Fraksi Gerindra ini.

Omnibus Law di bidang perpajakan rencananya disusun dalam enam area. Mulai dari menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan hingga menggabungkan seluruh insentif pajak yang sudah ada menjadi satu bagian.

Selain itu juga termasuk pengurangan dan pembebasan pajak seperti tax holiday, super deduction untuk vokasi, riset, development dan perusahaan yang melakukan penanaman modal untuk kegiatan padat karya, serta fasilitas PPh untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

RUU Omnibus Law Perpajakan diperkirakan akan mencakup beberapa Undang-Undang di antaranya, UU PPh, UU PPN, UU KUP, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Sampai saat ini draft dimaksud belum kami terima, tentunya nanti dibutuhkan kompailing bagi UU yang bersinggungan dalam rencana Omnibus Law di bidang perpajakan tersebut, karena Indonesia belum memiliki portal yang lengkap tentang UU," jelas Heri.

Pihaknya memastikan bakal mencermati tiap poin yang akan diajukan oleh pemerintah. Fraksi Gerindra menurutnya akan turut mendorong RUU Omnibus Perpajakan yang berprinsip pada keadilan sebagai landasan untuk menciptakan kepastian hukum dan bukan dijadikan dasar hukum untuk mengobral tarif pajak.

"Tidak boleh semuanya diobral, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) sudah diobral sangat tinggi akhirnya pemerintah terbebani membayar bunga tinggi. Jangan hanya pengusaha kecil saja yang diuber-uber, sementara wajib pajak dari kalangan tertentu diberi banyak keringanan," tandasnya.

0 komentar:

Posting Komentar