Sinyal Indonesia Turun Status Jadi Negara Menengah Bawah Sudah Terlihat Sejak 2019

 

Jakarta - Laporan Bank Dunia (World Bank) menyebutkan peringkat Indonesia turun status menjadi negara menengah bawah (lower middle income). Sebelumnya, Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan menengah atas.

Anggota Komisi XI DPR Indonesia Heri Gunawan mengatakan, pandemi Covid-19 tidak bisa menjadi alasan turunnya peringkat Indonesia menjadi negara berpendapatan kelas menengah bawah. Apalagi hanya ada beberapa negara yang turun kasta di tengah pandemi ini, seperti Belize, Iran, Haiti, Samoa, dan Tajikistan.

“Status baru Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah bawah sudah terlihat sejak akhir 2019 ketika terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, kebijakan ekonomi perlu dievaluasi,” jelas legislator dapil Jawa Barat IV itu, di Jakarta, Minggu (11/6/2021).

Dalam laporan bank Dunia yang diperbarui setiap 1 Juli, penurunan kelas terjadi seiring dengan menurunnya pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita pada tahun 2020. Tahun lalu, pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD3.870, turun dari tahun 2019 yang sebesar USD4.050.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kurtal IV-2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,97 persen (yoy). Capaian tersebut mengalami penurunan dibanding kuartal III-2019 yang bisa tumbuh sebesar 5,02 persen. Sepanjang 2019 pertumbuhan ekonomi tercatat hanya tumbuh 5,02 persen, melambat dibanding 2018 yang bisa tumbuh sebesar 5,17 persen.

Sementara ekonomi makin memburuk ketika memasuki awal 2020. Pada kuartal I-2020 pertumbuhan ekonomi turun lagi menjadi 2,97 persen. “Memang pada 2 Maret 2020 sudah diumumkan ada kasus Covid-19 untuk yang pertama kali. Namun, pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) baru diberlakukan pada 10 April 2020 di Jakarta. Hal tersebut memperkuat bukti bahwa penurunan ekonomi pada akhir 2019 hingga awal 2020 belum terkait dengan pandemi Covid-19,” jelasnya.

Dia menambahkan, posisi Upper Middle Income yang diduduki Indonesia pada pertengahan 2020 sebenarnya hanya tipis di atas batas syarat Upper Middle Income Country. Dimana, GNI per kapita Indonesia pada 2019 telah naik menjadi USD4.050 dari posisi tahun sebelumnya sebesar USD3.840. Sehingga, ketika mengalami penurunan PDB sedikit saja, maka langsung turun kelas.

“Kesimpulan kami, jika ingin kokoh menyandang status sebagai Upper Middle Income Country, maka GNI per kapita harus dinaikkan secara signifikan jauh di atas batas syarat Upper Middle Income Country,” sambungnya.

Sinyal Indonesia Turun Status Jadi Negara Menengah Bawah Sudah Terlihat Sejak 2019

Liputan6.com, Jakarta - Laporan Bank Dunia (World Bank) menyebutkan peringkat Indonesia turun status menjadi negara menengah bawah (lower middle income). Sebelumnya, Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan menengah atas.

Anggota Komisi XI DPR Indonesia Heri Gunawan mengatakan, pandemi Covid-19 tidak bisa menjadi alasan turunnya peringkat Indonesia menjadi negara berpendapatan kelas menengah bawah. Apalagi hanya ada beberapa negara yang turun kasta di tengah pandemi ini, seperti Belize, Iran, Haiti, Samoa, dan Tajikistan.

“Status baru Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah bawah sudah terlihat sejak akhir 2019 ketika terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, kebijakan ekonomi perlu dievaluasi,” jelas legislator dapil Jawa Barat IV itu, di Jakarta, Minggu (11/6/2021).

Dalam laporan bank Dunia yang diperbarui setiap 1 Juli, penurunan kelas terjadi seiring dengan menurunnya pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita pada tahun 2020. Tahun lalu, pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD3.870, turun dari tahun 2019 yang sebesar USD4.050.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kurtal IV-2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,97 persen (yoy). Capaian tersebut mengalami penurunan dibanding kuartal III-2019 yang bisa tumbuh sebesar 5,02 persen. Sepanjang 2019 pertumbuhan ekonomi tercatat hanya tumbuh 5,02 persen, melambat dibanding 2018 yang bisa tumbuh sebesar 5,17 persen.

Sementara ekonomi makin memburuk ketika memasuki awal 2020. Pada kuartal I-2020 pertumbuhan ekonomi turun lagi menjadi 2,97 persen. “Memang pada 2 Maret 2020 sudah diumumkan ada kasus Covid-19 untuk yang pertama kali. Namun, pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) baru diberlakukan pada 10 April 2020 di Jakarta. Hal tersebut memperkuat bukti bahwa penurunan ekonomi pada akhir 2019 hingga awal 2020 belum terkait dengan pandemi Covid-19,” jelasnya.

Dia menambahkan, posisi Upper Middle Income yang diduduki Indonesia pada pertengahan 2020 sebenarnya hanya tipis di atas batas syarat Upper Middle Income Country. Dimana, GNI per kapita Indonesia pada 2019 telah naik menjadi USD4.050 dari posisi tahun sebelumnya sebesar USD3.840. Sehingga, ketika mengalami penurunan PDB sedikit saja, maka langsung turun kelas.

“Kesimpulan kami, jika ingin kokoh menyandang status sebagai Upper Middle Income Country, maka GNI per kapita harus dinaikkan secara signifikan jauh di atas batas syarat Upper Middle Income Country,” sambungnya.

 

2 dari 5 halaman

Evaluasi Kebijakan Ekonomi secara Fundamental

Bank Dunia memberi defenisi negara berpenghasilan menengah ke bawah, yaitu negara yang memiliki GNI per kapita antara USD 1.046 dan USD 4.095. Ketentuan ini juga naik dari patokan sebelumnya yang hanya antara USD 1.026 dan USD 3.995.

Evaluasi kebijakan ekonomi secara fundamental jadi keniscayaan, seru Hergun. Pandemi Covid-19 telah menjatuhkan perekonomian ke jurang resesi. Dalam 4 kuartal berturut-turut mencetak pertumbuhan negatif. Sementara pada 2020 akumulasi pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar minus 2,07 persen (yoy).

Salah satu penyebab terkontraksinya perekonomian karena melemahnya daya beli masyarakat. Pada 2020, konsumsi rumah tangga terkontraksi sebesar minus 2,63 persen. Bahkan kontraksi tersebut berlanjut hingga ke kuartal I-2021 yang mencatatkan angka minus 2,23 persen. Padahal, komponen konsumsi rumah tangga menyumbang 56,9 persen dari total PDB.

“Melemahnya konsumsi rumah tangga secara eksplisit menggambarkan melonjaknya angka pengangguran dan kemiskinan. Semakin banyak yang menganggur dan jatuh miskin maka tingkat konsumsi rumah tangga akan semakin terpukul,” papar Hergun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar