Kebijakan Gula Nasional Perlu Pro Petani

Jakarta (dpr.go.id) - Pemerintah diminta melakukan revitalisasi dan koordinasi yang lebih baik untuk menyusun kebijakan daulat gula nasional. Kemendag, Kementan, Kemenperin sertai instansi terkait lainnyanya perlu duduk besama menetapkan kebijakan yang lebih memihak kepada pelaku utama yaitu petani tebu.

"Pemerintah perlu serius menyusun kebijakan daulat gula nasional, beri subsidi dan insentif yang sunguh-sungguh pada petani, hitung ulang kapasitas yang bisa dipasok oleh pabrik dalam negeri, lakukan pengetatan terhadap importasi gula," kata Wakil Ketua Komisi VI Heri Gunawan saat dihubungi di Jakarta, Rabu (7/1/15).

Ia menekankan kebijakan menaikan harga gula, bukanlah solusi yang tepat pada saat ini karena harga gula yang tinggi hanya menguntungkan untuk pabrikan gula yang telah efisien dan pedagang bukan petani.

Pada bagian lain wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Barat IV meminta pemerintah mencermati dugaan perembesan gula rafinasi ke pasaran. "Kemendag harus menghitung ulang dan mengevaluasi kebutuhan gula refinasi, kalau terbukti terjadi perembesan gula rafinasi, izin importir harus dicabut," tekannya.

Politisi FP Gerindra ini mengkhawatirkan tanpa disadari kebijakan gula nasional saat ini  merupakan bagian dari skenario 'tata kelola pangan global' yang ujungnya menghancurkan petani dan Indonesia pada akhirnya bergantung dari impor. Itulah sebabnya dalam tahun 2015 ini pemerintah perlu meningkatkan efisiensi pabrik gula lokal.

"Dengan rata-rata rendemen hanya 7,2 persen, biaya produksi gula berbasis tebu di dalam negeri mencapai Rp 8.500/kg. Sedangkan, gula mentah impor yang diolah menjadi gula rafinasi dapat dijual dengan harga hanya Rp 6.000-7.500/kg. Berarti gula refinasi lebih murah 1000 - 2000 per kg. Sementara, willingnes to pay (daya beli) konsumen hanya Rp 6.000-7.500 per kg. Ini yang harus diantisipasi pada tahun 2015 dengan meningkatkan  efisiensi pabrik gula lokal minimal sampai 10 persen," demikian Heri. (iky)

0 komentar:

Posting Komentar