MoU dengan Proton Tidak Tepat Waktu

Jakarta (dpr.go.id) -  Penandatanganan MoU dengan Proton, produsen pabrikan mobil asal Malaysia, dinilai tidak tepat waktu, lantaran MoU itu ditandatangani saat masyarakat di Tanah Air sedang tersinggung dengan iklan produk Malaysia yang menyerukan memecat pembantu asal Indonesia.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan (dapil Jabar IV) menegaskan hal tersebut dalam pernyataan persnya, Senin (9/2). Seperti diketahui Presiden Joko Widodo menyaksikan langsung penandatanganan tersebut bersama Perdana Menteri Malaysia Najif Razak. Langkah Presiden Jokowi itu dinilai tidak sensitif terhadap ketersinggungan rakyatnya, karena momennya tidak pas.

“Penandatanganan MoU itu tidak tepat waktu. Saat ini kita sedang tersinggung oleh iklan produk Malaysia yang berjudul ‘Pecat pembantu Indonesia’. Iklan yang tidak terpuji, rasis, merendahkan, dan melukai perasaan rakyat Indonesia. Kalau saya jadi presiden, saya tidak akan hadiri acara MoU itu, karena saya mesti mewakili rasa tersinggung rakyat Indonesia,” tandas politisi muda Partai Gerindra tersebut.

Lebih lanjut Heri mengatakan, bila penandatanganan MoU itu telah direncanakan jauh hari sebelumnya, tentu harus melalui studi kelayakan yang konprehensif. “Presiden mesti menjelaskan bagaimana bisa dilakukan kerja sama dengan Proton Malaysia yang penjualannya terus merosot karena kalah bersaing dengan produk Jepang dan Korea Selatan. Bahkan, di Malaysia sendiri omsetnya anjlok dari 50% menjadi hanya 21%. Mengapa tidak dengan perusahaan mobil Jepang atau Jerman, misalnya,” papar Heri penuh tanda tanya.

Ditambahkan Heri, mobil ESEMKA yang dulu pernah dipopulerkan Jokowi, mestinya terus diseriusi untuk diproduksi sebagai bagian dari program besar “low coast green car” pemerintah. Jokowi sendiri sejak masih menjadi Wali Kota Solo pernah merindukan mobil yang 100% buatan Indonesia. “Ketika sudah jadi presiden yang punya kewenangan sangat besar, Jokowi seperti kacang lupa akan kulitnya.”

Presiden Jokowi, lanjut Heri, hendaknya tidak melupakan visi misinya sebagai calon presiden saat kampanye dulu. Jokowi juga jangan sampai melupakan konsep Trisakti dan kemandirian nasional (nawacita) yang selalu dikampanyekannya sebagai landasan ideologi program pembangunan lima tahun.

“Mesti ada penjelasan rasional atas kerja sama mobnas itu. Tanpa penjelasan rasional, bukan tidak mungkin ada orang yang membaca kehadiran presiden dalam penandatanganan MoU itu benar-benar hanya sekadar membantu kelancaran bisnis seorang tokoh yang menjadi tim suksesnya sebagai balas jasa. Semoga kebijakan ini menjadi perhatian yang serius bagi mitra kerja Komisi VI. Saya akan pertanyakan dalam rapat kerja berikutnya,” tutup Heri. (mh), 

foto : andri/parle/hr.

0 komentar:

Posting Komentar