Komis XI Minta Penjelasan Pemerintah Soal Protokol VI

Jakarta (dpr.go.id) - Komisi XI DPR RI mengundang dua menteri dan Gubernur BI untuk memberi penjelasan seputar kontroversi ratifikasi Protokol VI menyangkut liberalisasi jasa keuangan dan non keuangan. Presiden sendiri sudah mengajukan surat permohonan persetujuan DPR agar protokol segera disetujui.

Hadir dalam rapat tersebut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, dan Gubernur BI Agus Martowardoyo. Hadir pula Dewan Komisaris OJK dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi XI Fadel Muhammad, Senin (18/1). Saat membuka rapat, Fadel menyampaikan, “Pada rapat kerja kali ini, Komisi XI ingin mendengar penjelasan Menteri Keuangan mengenai rencana ratifikasi tersebut.”

Di hadapan Komisi XI, Menkeu menjelaskan, yang akan diminta ratifikasi adalah Protokol AFAS (ASEAN Framework Agreement of Services) putaran keenam. Protokol ini berisi paket komitmen bidang jasa keuangan dalam persetujuan kerangka kerja ASEAN di bidang jasa. AFAS sendiri sudah ditandatangani pemerintah pada 1995 di Bangkok, Thailand. Tujuannya meliberalisasi perdagangan jasa, termasuk jasa keuangan dan meningkatkan kerja sama ekonomi ASEAN.

Liberalisasi jasa keuanganASEAN, lanjut Menkeu, merupakan bagian dari tujuan ASEAN menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Protokol ini baru berlaku setelah semua negara ASEAN meratifikasinya. Untuk meratifikasi protokol ini, pemerintah harus meminta persetujuan DPR seperti diamanatkan konstitusi. Dan pihak pemerintah minta agar ratifikasi cukup dilakukan dengan penerbitan Perpres.

Topik ini menjadi perbincangan hangat di kalangan anggota Komisi XI. Liberalisai sektor jasa tentu akan mereduksi peran pemerintah untuk memberi perhatian yang serius bagi pengembangan ekonomi rakyat. DPR punya waktu 60 hari kerja pada masa sidang ini untuk memberi persetujuan. Bila DPR tidak mengambil keputusan, pemerintah dapat memutuskan sendiri perlu tidaknya meminta persetujuan DPR.

Badan Keahlian DPR sendiri dalam kajiannya merilis, protokol ini akan berdampak luas bagi kehidupan rakyat, terutama pada tatanan ekonomi dan perbankan yang telah ada di Indonesia. Bila disetujui DPR, maka harus ada penyesuaian UU terkait. Misalnya, UU tentang Perbankan yang harus memberi ruang integrasi dan liberalisasi perbankan di kawasan yang disepakati oleh negara partisipan.

Sementara soal desakan pemerintah agar DPR mempertimbangkan ratifikasi ini cukup dengan Perpres, sangat ditentang Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan. Menurutnya, Perpres tidak cukup bagi DPR. Harus melalui penetapan UU yang dibahas oleh lintas komisi dan fraksi di DPR. Ini penting, karena menyangkut penyelamatan ekonomi rakyat yang berdampak sangat luas. (mh)/foto:arief/parle/iw.

0 komentar:

Posting Komentar