Sejak virus Corona (Covid-19) mewabah di Tanah Air, nilai tukar rupiah ikut "terinfeksi" virus. Rupiah turun signifikan. Pada 2 Maret 2020, rupiah berada di level Rp 14.318 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun pada 26 Maret 2020 ini, kurs rupiah terus melemah menjadi Rp 16.305 per dolar AS. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengungkapkan sepanjang tahun ini, nilai tukar rupiah sudah anjlok 19,35 persen.
“Sejumlah indikator makro menunjukkan tren penurunan yang drastis. Rupiah menjadi mata uang yang melemah sangat signifikan. Nilai tersebut sejatinya masih lebih baik dibanding kejatuhan terdalam pada 24 Maret 2020 yang mencapai Rp 16.575 per dolar AS,” kata Heri dalam wawancara via Whatsapp, Jumat (27/3/2020). Ia juga mengingatkan, pada 31 Desember 2019 lalu, rupiah masih tenang di posisi Rp 13.866 per dolar AS.
Politisi Partai Gerindra itu menambahkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga turun drastis. Pada 2 Maret 2020, IHSG masih ditutup pada level 5.361,25. Namun pada 26 Maret 2020 turun menjadi 4.338,904 poin. Bahkan, pada 23 Maret 2020, IHSG menembus batas psikologis 4.000 poin dan turun hingga ke level 3.989,52 poin. Beberapa indikator makro makin menjauh dari asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN 2020.
Pada APBN 2020, pertumbuhan ekonomi dipatok berada di angka 5,3 persen. Laju inflasi akan dijaga pada tingkat 3,1 persen. Nilai tukar rupiah diproyeksikan berada dikisaran Rp 14.400 per dolar AS. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan diperkirakan berada di tingkat 5,4 persen. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan sekitar 65 dolar AS per barel. Sedangkan, target lifting minyak dan gas bumi diasumsikan masing-masing sebesar 734 ribu barel dan 1,19 juta barel setara minyak per hari.
Terdapat sejumlah perbedaan yang signifikan antara yang dipatok dalam asumsi makro APBN 2020 dengan fakta yang terjadi belakangan ini. Nilai rupiah yang dipatok hanya Rp 14.400 per dolar AS nyatanya beberapa hari lalu melorot hingga ke level Rp 16.575 per dolar AS. Angka ini nampaknya masih akan terus melorot dengan semakin meluasnya penyebaran Covid 19 di Tanah Air. Demikian juga pertumbuhan ekonomi yang dipatok di level 5,3 persen menurut sejumlah analis akan merosot tajam.
Mayoritas para analis memproyeksikan pertumbuhan ekonomi menukik di bawah 4 persen. Bahkan, Menteri Keuangan membuat skenario terburuk dengan mematok pertumbuhan ekonomi anjlok ke level 2,5 persen hingga 0 persen. “Dengan adanya perubahan yang signifikan terhadap asumsi-asumsi makro, maka sudah sepantasnya dilakukan perubahan pada APBN 2020. Pemerintah diharapkan secepatnya mengajukan APBNP 2020," tutup legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat IV itu. (mh/sf)
0 komentar:
Posting Komentar