PPKM Darurat, Gelombang PHK Mengancam

 

JERITAN kelompok pengusaha yang terdampak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat perlu didengar pemerintah. Diperlukan kebijakan yang ekstra dari pemerintah agar pengusaha yang dibatasi menjalankan roda bisnis saat PPKM tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasar panduan PPKM darurat yang dirilis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, pusat perbelanjaan/mal dan pusat perdagangan ditutup, sedangkan restoran hanya bisa melayani pesan antar.

Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, pemerintah perlu memberikan treatment alternatif bagi pengusaha pusat perbelanjaan. Hal itu diperlukan agar para pengusaha pusat perbelanjaan mampu bertahan. Sehingga kebijakan pengurangan karyawan atau PHK bisa dihindari.

Memang pemerintah memberikan insentif pajak, berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas sewa toko di mal yang berlaku selama tiga bulan, yakni Juni hingga Agustus 2021. ”Tetapi, hal itu saya kira kurang tepat dan tidak memberikan pengaruh,” katanya kemarin (4/7).

Senator asal Jawa Timur tersebut menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan alternatif lain. Misalnya penghapusan beban-beban pajak reklame, royalti, dan perizinan. ”Saya kira insentif atau keringanan semacam itu yang diperlukan bagi para pengusaha pusat perbelanjaan,” tuturnya.

Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar menambahkan, sektor manufaktur juga perlu diberi stimulus. Misalnya diberi pinjaman berbunga rendah, penjaminan kredit, hingga insentif pajak. Tujuannya bukan agar mereka bisa berekspansi, melainkan agar mereka tidak melakukan PHK karyawan.

Hal yang tidak kalah pentingnya untuk mencegah PHK adalah memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga. Meski saat PPKM darurat restoran masih boleh buka dan aktivitas produksi industri kritis diizinkan work from office 100 persen, mereka tetap tidak bisa bertahan jika tak ada permintaan. ”Pemerintah perlu mengintensifkan bansos dan stimulus. Terlebih untuk sektor-sektor paling terdampak seperti pariwisata, transportasi, ritel, dan lain-lain,” terangnya.

Meningkatnya kasus Covid-19 pertengahan 2021 ini juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan memprediksi kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 7,1 persen hingga 8,3 persen pada kuartal kedua 2021 tidak akan tercapai.

Dengan penerapan PPKM darurat selama kurang lebih dua minggu, Heri menilai lebih tepat jika target tersebut diturunkan. Menurut dia, pertumbuhan saat ini cukup ditargetkan di kisaran 4,5 sampai 5,3 persen. ”Kita tidak harus memaksakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Saat ini keselamatan rakyat lebih penting,” tutur legislator asal Partai Gerindra tersebut.

Selain itu, pemerintah bisa melakukan realokasi anggaran untuk percepatan penanganan Covid-19 dan vaksinasi. Dari catatannya, anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) sejumlah Rp 699,43 triliun sebaiknya ditambah untuk sektor-sektor yang genting, misalnya kesehatan dan perlindungan sosial. Dua sektor itu telah mendapat anggaran masing-masing Rp 176,3 triliun dan Rp 157,4 triliun.

Penambahan alokasi tersebut dirasa Heri penting mengingat sistem kesehatan yang mulai kolaps. Banyak rumah sakit (RS) yang tidak mampu menampung pasien sehingga terpaksa merawatnya di selasar-selasar atau di luar gedung. Selain itu, banyak RS yang belum menerima pembayaran tagihan dari pemerintah. ”Kasus tersebut jangan sampai terulang. Itulah perlunya penambahan anggaran kesehatan pada PEN 2021,” lanjutnya. (lum/deb/c9/bay/JPG/r6)


sumber : https://lombokpost.jawapos.com/nasional/06/07/2021/ppkm-darurat-gelombang-phk-mengancam/

0 komentar:

Posting Komentar