Jakarta, Beritaempat – Rencana pemerintah terkait kuota impor gula rafinasi hingga 3,12 juta ton pada tahun ini, mendapat kritikan dari Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan. Menurutnya impor gula yang terlalu banyak tidak akan menguntungkan petani.
Heri menjelaskan, setelah beras, gula merupakan komoditas terpenting kedua di Indonesia. Ia bahkan menyebut pertumbuhan gula Indonesia itu sebesar empat persen per tahun.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang mencapai seperempat miliar orang, maka berdasarkan data organisasi gula internasional (ISO), pertumbuhan gula Indonesia sebesar empat persen per tahun,” kata Heri sebagaimana dikutip di website DPR, Senin (07/09).
Menurutnya, kebijakan pemerintah yang merencanakan kuota impor gula tersebut tidak tepat dan menguntungkan para mafia. Ia munuding pemerintah telah salah hitung atas kebutuhan impor gula rafinasi, sehingga data neraca gula tidak kunjung beres.
Lebih lanjut Heri mengungkapkan, bahwa selama ini tak ada kesesuaian data menyangkut produksi dan konsumsi gula nasional, semisal data dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian menyebut kebutuhan gula diperkerikan mencapai 5,7 juta ton. Padahal, jelasnya, kebutuhan gula rafinasi hanya sebesar 2,5 juta ton, sedangkan produksi gula rafinasi dalam negeri sekitar 2,1 juta ton.
Dari data Asosiasi Gula Indonesia (AGI), stok gula di dalam negeri mencapai 1,5 juta ton ditambah produksi 2,54 juta ton, dan konsumsi gula rumah tangga mencapai 2,89 juta ton. Dengan menggunakan data dari AGI, Heri kemudian bisa melihat, dampak dari tidak beresnya data neraca gula nasional.
“Data yang tidak valid itu menjadi sebab tidak beresnya masalah gula nasional. Bagaimana mungkin kita bisa membuat peta jalan industri gula nasional kalau neraca gula saja tidak pernah beres?” ujarnya mempertanyakan data yang dimiliki pemerintah.
Untuk itu, supaya kebijakan impor gula yang direncakan oleh pemerintah tidak menjadi permaian mafia, Komisi VI DPR akan meminta pemerintah dan instansi terkait untuk menghitung ulang neraca gula nasional yang lebih valid.
“Perhitungan itu harus dilakukan dengan mengecek langsung produksi dan konsumsi gula di lapangan,” tutup Heri. (red)
0 komentar:
Posting Komentar