Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tampilkan postingan dengan label Harga Daging. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Harga Daging. Tampilkan semua postingan

Sumber Impor Daging Diperlebar


JAKARTA -- Pemerintah membuka izin impor daging seluas-luasnya berdasarkan jenis, pelaku, dan negara asal daging. Di sisi lain, segala regulasi yang menghambat impor daging akan dicabut. Hal tersebut guna mencapai agenda penurunan harga daging sapi dalam negeri sesuai keinginan Presiden yakni di bawah Rp 80 ribu per kilogram. 

"Regulasi kita ubah, Insya Allah mudah-mudahan hari ini kita tanda tangan, khususnya (impor) secondary cut kami buka, jeroan kami buka, asal negara yang penting bebas PMK," kata Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Selasa (12/7). Saat ini regulasi pengganti tengah masuk tahap penyelesainan dan sejumlah revisi.

Dalam regulasi baru, nantinya impor secondary cut maupun jeroan bisa dilakukan importir mana pun. Asal daging juga dibuka tidak hanya dari negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), tapi berdasarkan zona yang bebas PMK. Mentan mewanti-wanti jangan sampai pembukaan impor tersebut malah menggerus usaha daging dan peternakan lokal. 

Salah satu wujud penjagaan yakni membatasi persebaran daging impor hanya di wilayah Jabodetabek hingga 80-90 persen. Harga daging juga tidak boleh dipermainkan atau dijual mahal. Karena itu tidak sejalan dengan agenda pemerintah. "Sampai hari ini belum ada laporan (mempermainkan harga), kalau ada saya cabut (izinnya)," ujarnya.

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan, Banun Harpini, menguraikan, risiko pemasukan PMK dari negara belum bebas PMK rendah jika produk impor berupa daging. "Kalau daging low risk dibandingkan sapi hidup, karena daging sudah diproses, kecil kemungkinannya," kata Banun. 

Menyambut kedatangan impor daging kerbau India, Barantan sedang menuntaskan protokol karantina yang akan menjamin daging kerbau yang dikapalkan memenuhi persyaratan. Kedatangan daging perdana diperkirakan pada akhir Juli dengan pelaksana impor yakni Bulog. 

Kementan melalui Barantan juga telah merancang manajemen risiko agar PMK tidak menyusup dalam daging-daging impor. Badan Krantina memiliki standar operasional baku yang harus siap dilaksanakan oleh dinas peternakan di seluruh daerah. 

Amran menambahkan, saat ini pihaknya juga mencabut segala regulasi penghambat peredaran daging murah di pasar. "Daging target tiga bulan ke depan (turun), semua yang hambat akan dicabut minggu ini," kata dia. Ia mengaku, telah melaporkan hal-hal penghambat tersebut dan pencabutannya langsung disetujui Presiden Joko Widodo. 

Dalam jangka pendek, pemerintah sedang meninjau sejumlah regulasi yang belum sesuai dengan agenda penurunan harga daging. Salah satu yang telah dilakukan yakni mencabut aturan peredaran daging industri di pasar becek. Regulasi lainnya yang tengah ditinjau yakni pelaksanaan kuota impor tidak per periode tapi per tahun, penghapusan bea masuk lima persen menjadi nol persen, dan yang lainnya.

Pada momen halal bihalal, Mentan menyatakan, pejabat dan staf kementerian membantu melancarkan sejumlah kinerja bidang pertanian. Mereka disebut jarang berada di rumah sebab rajin memantau lapangan. 

Hasilnya, lanjut Mentan, telah terbaca yakni mampu meningkatkan produksi sejumlah komoditas pangan strategis. "Alhamdulilah ekspor bawang kita naik seratus persen, jagung impor turun 47 persen, itu lompatan, tahun depan kita tidak ada cerita impor jagung lagi," tuturnya.  

Amran Sulaiman sebelumnya mengancam akan memberi sanksi tegas kepada penjual yang memanfaatkan Lebaran untuk menaikkan harga daging atau pemasok yang melakukan penggemukkan daging (feed lotter). 

"Kalau ada yang menaikkan harga dan memanfaatkan momentum, pertama akan diberi peringatan, kemudian dikurangi jatah daging impornya, dan cabut rekomendasinya sampai kemungkinan tidak bisa jual (daging) lagi," kata dia pekan lalu.

Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (6/7), mengatakan, selama Ramadhan harga komoditas daging di pasaran rata-rata mencapai Rp 120 ribu – Rp 150 ribu per kilogram. Harga tersebut masih jauh dari seruan Presiden Jokowi, yaitu di bawah Rp 80 ribu per kilogram. Intervensi pasar juga tak mampu menstabilkan harga. 

Semua Regulasi yang Hambat Peredaran Daging Dicabut

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Menteri Pertanian Amran Sulaiman menargetkan bakal mencabut semua hal yang menghambat peredaran komoditas daging ke masyarakat sehingga warga juga dapat menikmati konsumsi daging dengan harga yang terjangkau.
"Kita harus kerja, kerja, kerja. Untuk daging kita targetkan dalam tiga bulan semua hal yg menghambat akan kita cabut," kata Amran Sulaiman dalam sambutan acara halal bi halal di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (12/7/2016).
Menurut dia, beragam langkah yang bakal dilaksanakan dalam rangka mencapai target tersebut telah dilaporkan dirinya kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam kesempatan tersebut, Amran yang berbicara di hadapan para pegawai kementerian yang dipimpinnya juga meminta maaf kepada keluarga besar Kementerian Pertanian.
"Saya minta maaf untuk yang bekerja pada hari libur. Kita pada H-1 juga masih di lapangan," katanya.
Mentan mengemukakan, kesibukan yang dilakukan pada saat menjelang lebaran antara lain adalah guna menelusuri sejumlah sistem perairan atau irigasi yang mangkrak.
Amran Sulaiman juga mengutarakan harapannya agar berbagai proyek irigasi yang macet atau mangkrak tersebut telah dapat diatasi permasalahannya sehingga sudah bisa diselesaikan pada tahun ini.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan akan memberi sanksi tegas terhadap penjual yang memanfaatkan lebaran dengan menaikkan harga daging atau terhadap pemasok yang melakukan penggemukkan daging (feed lotter).
"Kalau ada yang menaikkan harga dan memanfaatkan momentum, pertama akan diberi peringatan, kemudian dikurangi jatah daging impornya, dan cabut rekomendasinya sampai kemungkinan tidak bisa jual (daging) lagi," kata Menteri Arman saat operasi pasar di Pasar Jatinegara, Jakarta, Jumat (1/7/2016).
Menurut dia, lonjakan harga daging lokal menjadi hal yang sulit dilakukan oleh penjual setelah Kementerian Pertanian dan 12 perusahaan swasta memasok 9.000 ton daging sapi beku ke sejumlah pasar tradisional.
Pemerintah diminta untuk serius menangani fluktuasi harga daging sapi yang terjadi setiap kali lebaran sehingga gejolak harga tidak terus menerus terjadi.
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (6/7), mengatakan selama Ramadhan harga komoditas daging di pasaran rata-rata mencapai Rp120.000-Rp150 ribu per kg.
Harga itu masih jauh dari seruan Presiden Jokowi, yaitu di bawah Rp80 ribu per kg. Intervensi pasar juga tak mampu menstabilkan harga.

DPR: Anggaran Kedaulatan Pangan Rp70 Triliun, Harga Daging Harusnya Stabil

JAKARTA – Pemerintah dinilai tidak pernah belajar dari tahun-tahun sebelumnya, terkait kegagalan menurunkan harga daging sapi yang masih di kisaran Rp120 ribu hingga Rp150 ribu per kg. Padahal, Presiden Jokowi sudah wanti-wanti, apa pun caranya, harga daging harus di bawah Rp80 Ribu/kg.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya, kemarin. Menurut dia, pemerintah telah lalai Pemerintah pun dinilai lalai menjaga kestabilan harga daging, sebab pada akhirnya langkah yang diambil adalah intervensi pasar yang tak mampu menurunkan harga.
“Pemerintah telah lalai dalam menjaga kestabilan harga. Seharusnya lonjakan harga itu tidak akan terjadi kalau saja pihak-pihak terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Bulog mengantisipasinya lebih awal. Apalagi kondisi semacam ini terjadi setiap tahun,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Heri Gunawan.
Dia menegaskan, pemerintah tak belajar dari pengalaman tahun sebelumnya. Tahun 2015, masalahnya ada pada rantai pasokan yang rawan terdistorsi oleh mafia daging. Kelompok inilah yang selalu menikmati keuntungan dari semrawutnya rantai pasokan daging.
“Keuntungan mereka sekitar Rp 8 triliun per tahun. Dengan untung besar itu, mereka bisa leluasa merekayasa harga daging, mulai dari produksi, distribusi, hingga ke konsumen,” ungkapnya.
Dia mengatakan, sebetulnya rekayasa mafia sudah terendus pada 2015. Modusnya, memainkan harga sapi di peternak dan menjual sapi betina hamil di pasar. Hal semacam ini mestinya sudah bisa diantisipasi lebih awal.
Heri mempertanyakan, ke mana saja anggaran kedaulatan pangan disalurkan selama ini yang jumlah mencapai Rp 70 riliun dalam APBN 2016. Dengan anggaran sebesar itu, lanjut Heri, rantai pasokan daging bisa lebih berdaulat.
Ditambahkannya, untuk menurunkan harga daging perlu aksi sistematis. Dimulai dari aspek produksi, rantai pasokan, hingga penegakan hukum yang kuat. “Dalam konteks ini, koordinasi antara Kemendag, Kementan, Bulog, dan kepolisian sangat diperlukan dalam intesitas yang lebih tinggi,” ujar dia.
Untuk itu, lanjut Heri, dalam jangka pendek, pihak-pihak terkait, memang, tak boleh acuh dengan kenaikan harga daging ini. Ia menawarkan solusi konkrit. Pertama, menjaga stabilitas pasokan dan mengamankan distribusi.
“Kedua, cegah peternak menjual sapinya ke lingkaran mafia. Ketiga, pastikan tidak menjual sapi dalam bentuk gelondongan. Keempat, operasi pasar hendaknya dengan produk daging yang lebih baik, bukan daging dingin yang kualitasnya rendah,” katanya.  (*/win)

Soal Harga Daging, Anggota Komisi XI Kritik Pemerintah

HARIANACEH — Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengkritik kinerja pemerintah dalam mengendalikan harga komoditas daging selama bulan Ramadan. Menurutnya, pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Bulog masih lalau, sehingga harga daging rata-rata mencapai Rp 120-150 ribu per kg.

“Pemerintah telah lalai dalam menjaga kestabilan harga. Seharusnya lonjakan harga itu tidak akan terjadi kalau saja pihak-pihak terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Bulog mengantisipasinya lebih awal. Apalagi kondisi semacam ini terjadi setiap tahun,” katanya seperti dilansir MTVN, Rabu (6/7/2016).
Menurut politisi Partai Gerindra itu, pemerintah tak belajar dari pengalaman tahun sebelumnya. Tahun 2015, masalahnya ada di rantai pasokan yang rawan terdistorsi oleh mafia daging. Kelompok inilah yang selalu menikmati keuntungan dari semrautnya rantai pasokan daging.
“Keuntungan mereka sekitar Rp 8 triliun per tahun. Dengan untung besar itu, mereka bisa leluasa merekayasa harga daging, mulai dari produksi, distribusi, hingga ke konsumen,” ungkap Heri.
Lebih jauh mantan Wakil Ketua Komisi VI itu mengungkapkan, sebetulnya rekayasa mafia sudah terendus pada 2015. Modusnya, memainkan harga sapi di peternak dan menjual sapi betina hamil di pasar. Hal semacam ini mestinya sudah bisa diantisipasi lebih awal. Heri mempertanyakan, ke mana saja anggaran kedaulatan pangan disalurkan selama ini yang jumlah mencapai Rp 70 riliun dalam APBN 2016.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, pemerintah telah berupa mengatasi fluktuasi harga daging tiap Ramadan. Salah satunya dengan memperingatkan semua importir agar tidak menaikkan harga. Jika peringatan tersebut diabaikan, Kementan tak segan-segan untuk mencabut izin importir.
Selain itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga turun tangan untuk mencegah kartel harga daging. Ketua KPPU M Syarkawi Rauf pada Senin lalu mengungkapkan, pihaknya telah menjatuhkan sanksi senilai RP100 miliar lebih kepada importir nakal.
Dalam beberapa kali kunjungan ke berbagai pasar di Indonesia, Mentan juga menemukan harga daging sebenarnya bervariasi antara Rp75 ribu sampai Rp130 ribu. Artinya, masyarakat memiliki pilihan untuk membeli daging sesuai kemampuannya.

DPR Dukung Penghapusan PPN 10% Sapi Indukan

JAKARTAWOL – Kebijakan pajak sebesar 10% terhadap impor sapi tersebut harus ditunjukan untuk melindungi kepentingan domestik.
Dengan demikian laju impor sapi yang jor-joran bisa ditekan. Demikian dikatakan anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan di Gedung DPR, Jakarta Senin (25/1).
Dikatakan, kebijakan tersebut harus dipastikan biar berefek pada penguatan program penguatan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) dan pengadaan sapi indukan. Jangan sampai justru tumpang tindih.

Untuk diketahui, SPR disebar di 50 Kabupaten dan di 17 Provinsi di seluruh Indonesia. Sementara itu, pemerintah melakukan pengadan 50 ribu ekor sapi indukan.
“Pemerintah semestinya memastikan jangan sampai kebijakan tersebut  berefek pada lonjakan harga. Harus ada koordinasi yang kuat dengan Kementerian teknis (Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian) tentang efek lonjakan harga tersebut,” jelasnya.
Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong penerimaan PPN, terutama impor, yang mengalami penurunan hampir 14% dibandingkan tahun lalu.
Solusinya lanjut Heri, adalah tunda penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267/PMK.010/2015 tentang Penguatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ternak dan Bahan Pakan Ternak karena waktunya tidak tepat.
“Jika diperlukan, lakukan intervensi dengan menerapkan kebijakan harga khusus untuk daging sapi dan daging ayam, “ tegasnya.
Dia menekankan, lakukan operasi pasar dan tegakkan hukum sekeras-kerasnya jika akhirnya ditemukan ada oknum-oknum yang coba-coba mendistorsi pasokan.
“Seharusnya pemerintah ada dan berpihak kepada rakyatnya, bukan berpihak kepada kepentingan pedagang daging yang pada akhirnya merugikan rakyat kecil,” pungkas Heri Gunawan.(hls/data1)

Perlu Kebijakan Khusus Agar Harga Daging Sapi Turun

JAKARTA - Kalangan DPR mendorong agar pemerintah melakukan intervensi pasar terhadap dua komoditas, yakni daging sapi dan ayam. Karena dua komoditas ini sedang meroket harganya. “Jika diperlukan, lakukan intervensi dengan menerapkan kebijakan harga khusus untuk daging sapi dan daging ayam, “ kata anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan di Jakarta, Senin (25/1/2016).

Mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR meminta pemerintah secepatnya melakukan operasi pasar dan sekaligus menegakkan hukum sekeras-kerasnya. Hal ini untuk mengantisipasi adanya oknum-oknum yang coba-coba mendistorsi pasokan. “Pemerintah harus berpihak kepada rakyatnya, bukan berpihak kepada kepentingan pedagang daging yang pada akhirnya merugikan rakyat kecil,” ucapnya.
Heri menambahkan kebijakan pajak pemotong sapi sebesar 10% terhadap impor sapi harus ditunjukan untuk melindungi kepentingan domestik. Dengan begitu, laju impor sapi yang jor-joran bisa ditekan.
Dikatakan Heri, kebijakan tersebut harus dipastikan agar berefek pada penguatan program penguatan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) dan pengadaan sapi indukan. Jangan sampai justru tumpang tindih.
Untuk diketahui, SPR disebar di 50 Kabupaten dan di 17 Provinsi di seluruh Indonesia. Sementara itu, pemerintah melakukan pengadan 50 ribu ekor sapi indukan. “Pemerintah mestinya memastikan jangan sampai kebijakan tersebut berefek pada lonjakan harga,” ucap dia.
Heri meminta harus ada koordinasi yang kuat dengan Kementerian teknis (Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian) tentang efek lonjakan harga tersebut. “Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong penerimaan PPN, terutama impor, yang mengalami penurunan hampir 14% dibandingkan tahun lalu,” paparnya.
Solusinya, lanjut Heri, menunda penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267/PMK.010/2015 tentang Penguatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ternak dan Bahan Pakan Ternak karena waktunya tidak tepat.
**aec

Pajak Impor Sapi Harus Ditujukan Lindungi Kepentingan Domestik

Jakarta (dpr.go.id) - Kebijakan pajak sebesar 10% terhadap impor sapi tersebut harus ditunjukan untuk melindungi kepentingan domestik. Dengan begitu, laju impor sapi yang jor-joran bisa ditekan. Demikian dikatakan anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan di Gedung DPR Jakarta Senin (25/1).

Dikatakan, kebijakan tersebut harus dipastikan biar berefek pada penguatan program penguatan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) dan pengadaan sapi indukan. Jangan sampai justru tumpang tindih.

Untuk diketahui, SPR disebar di 50 Kabupaten dan di 17 Provinsi di seluruh Indonesia. Sementara itu, pemerintah melakukan pengadan 50 ribu ekor sapi indukan.

“Pemerintah semestinya memastikan jangan sampai kebijakan tersebut  berefek pada lonjakan harga. Harus ada koordinasi yang kuat dengan Kementerian teknis (Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian) tentang efek lonjakan harga tersebut,” jelasnya.

Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong penerimaan PPN, terutama impor, yang mengalami penurunan hampir 14% dibandingkan tahun lalu.

Solusinya lanjut Heri, adalah tunda penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267/PMK.010/2015 tentang Penguatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ternak dan Bahan Pakan Ternak karena waktunya tidak tepat.

“Jika diperlukan, lakukan intervensi dengan menerapkan kebijakan harga khusus untuk daging sapi dan daging ayam, “ tegas politisi Gerindra ini.

Dia menekankan, lakukan operasi pasar dan tegakkan hukum sekeras-kerasnya jika akhirnya ditemukan ada oknum-oknum yang coba-coba mendistorsi pasokan.

“Seharusnya pemerintah ada dan berpihak kepada rakyatnya, bukan berpihak kepada kepentingan pedagang daging yang pada akhirnya merugikan rakyat kecil,” pungkas Heri Gunawan. (spy,mp)./foto:arief/parle/iw.

Harga Daging Sapi Meroket, Anggota DPR Ini Sedih


JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mahalnya harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional di Indonesia membuat para pedagang resah, tak terkecuali kalangan anggota DPR RI yang merasa prihatin dengan kondisi tersebut.

Misalnya saja anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan. Menurutnya, mahalnya harga daging sapi karena adanya kesalahan dalam kebijakan impor selama ini, terutama terkait penetapan pajak barang impor termasuk daging.

"Terkait penerapan pajak 10 persen terhadap importasi sapi, pandangan saya bahwa kebijakan pajak tersebut harus ditujukan untuk melindungi kepentingan domestik. Dengan begitu, laju impor sapi yang jor-joran bisa ditekan," kata dia kepada TeropongSenayan di Jakarta, Senin (25/01/2016).

Selain itu, lanjut dia, kebijakan impor tersebut harus dipastikan bisa berdampak pada penguatan program Sentra Peternakan Rakyat (SPR) dan pengadaan sapi indukan.

"Jangan sampai justru tumpang-tundih. Untuk diketahui, SPR disebar di 50 Kabupaten di 17 provinsi di seluruh Indonesia. Sementara itu, pemerintah melakukan pengadaan 50 ribu ekor sapi indukan," ungkap dia.

Menurut Heri, pemerintah mesti memastikan jangan sampai kebijakan tersebut berefek pada lonjakan harga.

"Harus ada koordinasi yang kuat dengan kementerian teknis (kementerian perdagangan dan kementerian pertanian) tentang efek lonjakan harga tersebut," urai dia.(yn)

Kumpulan Link Berita : MAFIA SEDANG PERMAINKAN HARGA DAGING SAPI

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Heri Gunawan, mensinyalir melejitnya harga daging sapi di pasaran akibat ulah mafia sapi impor. Para mafia sapi impor dan eksportir luar gusar akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah imbas adanya pembatasan impor sapi.

Sehingga, para mafia Sapi impor ini berusaha mendistorsi pasokan sapi hingga harganya mencapai angka tertinggi supaya pemerintah tetap melakukan impor sapi.


Berikut ini daftar tautan pemberitaan media terkait sikap Heri Gunawan mengenai hal tersebut :








8. Wakil Ketua Komisi VI Sebut Mafia Sapi Impor Sedang Mainkan Harga - http://fastnewsindonesia.com/article/wakil-ketua-komisi-vi-sebut-mafia-sapi-impor-sedang-mainkan-harga



11. HERI GUNAWAN: PEMERINTAH HARUS WASPADAI MAFIA DAGING SAPI - http://voiceofjakarta.co.id/parlemen/heri-gunawan-pemerintah-harus-waspadai-mafia-daging-sapi/



14. Jokowi Digoyang Mafia Sapi - http://m.inilah.com/news/detail/2228456/jokowi-digoyang-mafia-sapi



17. “…Mogok Daging, DPR Setuju Batasi Impor…” - http://nrmnews.com/2015/08/10/mogok-daging-dpr-setuju-batasi-impor/

18. "... Sehingga mafia mulai melakukan rekayasa sehingga harga daging sapi menjadi melonjak.

19. Ganggu Ekonomi Nasional, Pidanakan Mafia Daging Sapi - http://www.teropongsenayan.com/15199-ganggu-ekonomi-nasional-pidanakan-mafi-daging-sapi




23. Wakil Komisi VI DPR : Pembatasan Impor Daging Akan Mematikan Mafia Sapi - http://www.tangkasnews.com/wakil-komisi-vi-dpr-pembatasan-impor-daging-akan-mematikan-mafia-sapi/





28. Curiga Oknum Importir, Izin Impor Sapi Hanya untuk Bulog - http://www.beritametro.co.id/nasional/curiga-oknum-importir-izin-impor-sapi-hanya-untuk-bulog

29. DPR dan Kemendag Waspadai Mafia - http://www.suarakarya.id/2015/08/12/dpr-dan-kemendag.html


Harga Daging Melejit Diduga Ulah Mafia Sapi Impor

SUKABUMI (Pos Kota) – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Heri Gunawan, mensinyalir melejitnya harga daging sapi di pasaran akibat ulah mafia sapi impor. Para mafia sapi impor dan eksportir luar gusar akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah imbas adanya pembatasan impor sapi.

Sehingga, para mafia Sapi impor ini berusaha mendistorsi pasokan sapi hingga harganya mencapai angka tertinggi supaya pemerintah tetap melakukan impor sapi.

“Ada yang aneh pada kasus kenaikan harga daging sapi beberapa waktu terakhir ini. Menurut laporan, harga daging sapi di pasaran sudah menembus angka 130 ribu per kilogram. Kenaikan tertinggi dalam 3 dekade terakhir. Ini luar biasa,” kata politikus muda Partai Gerindra yang akrab disapa HG ini kepada Pos Kota, Senin (10/8).

Keanehan lainnya bagi HG, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Instansi terkait seperti Bulog terlihat lamban mengintervensi harga. Padahal, regulasinya sudah jelas. Secara spesifik, dalam Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Penting (Bapokting), Menteri Perdagangan punya wewenang penuh untuk melakukan intervensi harga, terutama pada kondisi-kondisi tertentu dan luar biasa.

Untuk diketahui, saat ini sedang dilakukan pembatasan impor sapi. Hal itu menjadi wujud konkret perwujudan kedaulatan pangan. Pada kuartal III-2015 izin impor sapi yang sekarang ada di Kemendag hanya 50 ribu ekor. Angka itu menurun drastis dari kuartal sebelumnya yang mencapai 270 ribu ekor.

Pembatasan impor tersebut, lanjut HG, membuat mafia Sapi dan eksportir luar menjadi was-was. Mereka terpukul karena akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah. Disebutkan HG, hitungannya simpel; Jika harga 1 ekor sapi Australia + pengapalan, dll = Rp 10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar (270 ribu – 50 ribu) x Rp 10 juta = Rp 2,2 triliun setiap kuartal. Berarti total hilangnya omset dalam 1 tahun = Rp 2,2 triliun x 4 = Rp 8,8 triliun. Angka yang fantastis!

“Tidak heran jika hilangnya potensi omset tersebut membuat Mafia Sapi Impor, gusar. Mereka berupaya melakukan rekayasa agar pemerintah tetap IMPOR. Sinyalemen rekayasa itu makin kuat. Mafia-mafia itu sedang berusaha memainkan harga hingga mencapai angka tertinggi seperti sekarang,” bebernya.

Menurut HG, para mafia secara sengaja mendistorsi pasokan. Targetnya jelas, menciptakan situasi yang seolah-olah situasi makin kritis, dan kemudian “memaksa” Kemendag, melakukan intervensi radikal: IMPOR.

Rekayasa mafia itu terstruktur. Modus yang mereka mainkan macam-macam, dari mulai memainkan harga beli sapi di peternak serendah mungkin, hanya berkisar Rp25 ribu – Rp30 ribu per kilo, memotong sapi betina bunting untuk dijual di pasar, dll. Sehingga peternak sapi tidak ada pilihan sama sekali selain menjual sapi mereka dengan harga yang murah. Lebih-lebih di saat musim kemarau seperti sekarang, dimana pakan ternak sulit didapat.

Kenyataan di lapangan harga sapi di beberapa daerah masih murah bahkan peternak masih kesulitan jual sapi di pasar. Kalau ada yang mengatakan Para Peternak Sapi menahan tidak menjual sapi menunggu Hari Raya Qurban, itu pernyataan keliru. Di beberapa pasar di daerah Jawa Tengah harga sapi masih wajar bahkan kecenderungan sepi, tidak ada pembeli karena daya beli menurun, tapi diseputaran Ibukota Jakarta, termasuk di Sukabumi naik?,” tanya HG

HG mencurigai, para mafia itu dengan leluasa bisa memainkan harga daging di pasaran. Pasokan menjadi terdistorsi. Akibatnya, harga daging bisa menembus angka setinggi mungkin sesuai yang mereka mau. Mereka dengan brutal memainkan pasokan dan distribusi, apalagi menjelang Idul Adha. Mengapa? Mereka sudah menguasai rantai bisnis daging dari hulu sampai hilir.

Menghadapi situasi tersebut Kemendag harus lebih proaktif. Kemendag harus segera lakukan intervensi harga dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi dan harga khusus terutama menjelang Idul Adha. Selain itu, Kemendag harus lebih pro aktif berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan institusi terkait seperti Bulog untuk menjaga stabilitas pasokan dan pengamanan distribusi.

Jangan sampai peternak-peternak itu terus menjual sapinya ke lingkaran mafia. Harus dipastikan juga sebisa mungkin peternak tidak menjual daging sapi dalam bentuk gelondongan kepada tengkulak. Tapi, dalam bentuk karkas (daging segar) secara langsung ke pasar.

Kemendag jangan diam tanpa melakukan langkah-langkah antisipasi yang signifikan. Diamnya Kemendag bisa ditafsirkan sedang “ada main” dengan Mafia Sapi yang saat ini sedang “gusar” dengan dibatasinya IMPOR sapi.

“Sekali lagi, Kemendag jangan kalah dan nurut pada kemauan Mafia, demikian dengan Bulog harus berperan secara proaktif..! Serta Kementerian Pertanian harus dapat melindungi para peternak sapi di Indonesia,” tegasnya. (sule/sir)

Ini Permainan Mafia Sapi Versi Anggota DPR


Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan menyambut baik dibatasinya impor sapi oleh Kementerian Perdagangan karena akan mematikan mafia impor sapi.

"Saat ini sedang dilakukan pembatasan impor sapi. Hal itu menjadi wujud konkret perwujudan kedaulatan pangan. Pada kwartal III-2015 izin impor sapi yang sekarang ada di Kemendag hanya 50 ribu ekor. Angka itu menurun drastis dari dari kwartal sebelumnya yang mencapai 270 ribu ekor," kata Heri di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Pembatasan impor tersebut, katanya, membuat mafia sapi dan eksportir luar menjadi was-was. Mereka terpukul karena akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah.

Jika harga 1 ekor sapi Australia ditambah pengapalan diperkirakan membutuhkan biaya Rp10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar (270 ribu - 50 ribu) x Rp 10 juta = Rp2,2 triliun setiap kuartal. Berarti total hilangnya omset dalam 1 tahun = Rp2,2 triliun x 4 = Rp8,8 triliun.

"Tidak heran jika hilangnya potensi omset tersebut membuat mafia sapi impor gusar. Mereka berupaya melakukan rekayasa agar pemerintah tetap impor. Sinyalemen rekayasa itu makin kuat. Mafia-mafia itu sedang berusaha memainkan harga hingga mencapai angka tertinggi seperti sekarang," kata politisi Partai Gerindra itu.

Ditambahkan, secara sengaja mereka mendistorsi pasokan dengan target menciptakan situasi yang seolah-olah situasi makin kritis, dan kemudian "memaksa" Kemendag, melakukan intervensi radikal, yakni dengan mengimpor.

"Rekayasa mafia itu terstruktur. Modus yang mereka mainkan macam-macam, mulai memainkan harga beli sapi di peternak serendah mungkin, hanya berkisar Rp25- Rp30 ribu per kilo, memotong sapi betina bunting untuk dijual di pasar, dan lainnya. Peternak sapi tidak ada pilihan sama sekali selain menjual sapi mereka dengan harga yang murah. Lebih-lebih di saat musim kemarau seperti sekarang, di mana pakan ternak sulit didapat," ujarnya.

Terkait dengan kenaikan harga daging yang menembus Rp130 ribu per kilogramnya, Heri menyebutkan, hal itu dikarenakan lambannya Kementerian Perdagangan melakukan intervensi pasar.

"Kenaikan harga daging tertinggi dalam 3 dekade terakhir. Ini luar biasa. Itu karena Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan instansi terkait seperti Bulog terlihat lamban melakukan intervensi harga," kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kabupaten dan Kota Sukabumi itu.

Padahal, katanya, dari sisi regulasi sudah jelas. Bahkan secara spesifik, dalam Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Penting (Bapokting), Menteri Perdagangan punya wewenang penuh untuk melakukan intervensi harga, terutama pada kondisi-kondisi tertentu dan luar biasa.

Kenyataan di lapangan harga sapi di beberapa daerah masih murah bahkan peternak masih kesulitan jual sapi di pasar. Dikatakannya, kalau ada yang mengatakan para peternak sapi menahan tidak menjual sapi menunggu Hari Raya Qurban, itu pernyataan keliru.

Di beberapa pasar di daerah Jawa Tengah harga sapi masih wajar bahkan kecenderungan sepi tidak ada pembeli karena daya beli menurun, tapi di sekitar Ibukota Jakarta naik.

Menghadapi situasi tersebut, ia meminta Kemendag harus lebih proaktif. Kemendag harus segera lakukan intervensi harga dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi dan harga khusus terutama menjelang Idul Adha.

Selain itu, Kemendag harus lebih pro aktif berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan institusi terkait seperti Bulog untuk menjaga stabilitas pasokan dan pengamanan distribusi. "Jangan sampai peternak-peternak itu terus menjual sapinya ke lingkaran mafia. Harus dipastikan juga sebisa mungkin peternak tidak menjual daging sapi dalam bentuk gelondongan kepada tengkulak. Tapi, dalam bentuk karkas (daging segar) secara langsung ke pasar," kata Heri.

Kemendag jangan diam tanpa melakukan langkah-langkah antisipasi yang signifikan. Diamnya Kemendag bisa ditafsirkan sedang "ada main" dengan mafia sapi yang saat ini sedang "gusar" dengan dibatasinya impor sapi.

"Sekali lagi, Kemendag  jangan kalah dan nurut pada kemauan mafia, demikian dengan Bulog harus berperan secara proaktif. Serta Kementerian Pertanian harus dapat melindungi para peternak sapi di Indonesia," demikian Heri.

Wakil Ketua Komisi VI DPR: Mafia Sedang Mainkan Harga Daging Sapi

Liputan6.com, Jakarta - Pembatasan kuota impor sapi yang hanya 50 ribu ekor hingga September 2015, membuat mafia sapi dan eksportir memutar otak. Mereka mengatur strategi agar tak kehilangan potensi omzet triliunan rupiah.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, pembatasan kuota impor sapi itu membuat para mafia berupaya melakukan rekayasa agar pemerintah membuka keran impor seluasnya.
"Sinyalemen rekayasa itu makin kuat. Mafia-mafia itu sedang berusaha memainkan harga hingga mencapai angka tertinggi seperti sekarang. Secara sengaja mereka mendistorsi pasokan," ujar Heri melalui pesan singkatnya di Jakarta, Senin (10/8/2015).
Menurut dia, target mefia impor sapi ini jelas untuk menciptakan situasi yang seolah-olah makin kritis, "Dan kemudian memaksa Kemendag, melakukan intervensi radikal impor."
Heri menjelaskan, rekayasa mafia itu terstruktur dengan modus yang bermacam-macam. Mulai dari memainkan harga beli sapi di peternak serendah mungkin, memotong sapi betina bunting untuk dijual di pasar, dan lainnya.
"Peternak sapi tidak ada pilihan sama sekali selain menjual sapi mereka dengan harga yang murah. Lebih-lebih di saat musim kemarau seperti sekarang, di mana pakan ternak sulit didapat," jelas Heri.
Politisi Gerindra itu mengungkapkan, kenyataan di lapangan harga sapi di beberapa daerah masih murah bahkan peternak masih kesulitan jual sapi di pasar.
"Di beberapa pasar daerah Jawa Tengah, harga sapi masih wajar bahkan kecenderungan sepi tidak ada pembeli karena daya beli menurun, tapi di seputaran Ibukota Jakarta naik. Inilah tanda para mafia itu dengan leluasa bisa memainkan harga daging di pasaran. Pasokan menjadi terdistorsi. Akibatnya, harga daging bisa menembus angka setinggi mungkin sesuai yang mereka mau," beber Heri.
Ia pun meminta Kemendag harus lebih proaktif. Kemendag harus segera lakukan intervensi harga dengan menetapkan harga eceran tertinggi dan harga khusus terutama menjelang Idul Adha.
"Selain itu, Kemendag harus lebih proaktif berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan institusi terkait seperti Bulog untuk menjaga stabilitas pasokan dan pengamanan distribusi. Jangan sampai peternak-peternak itu terus menjual sapinya ke lingkaran mafia," imbau dia.
"Harus dipastikan juga sebisa mungkin peternak tidak menjual daging sapi dalam bentuk gelondongan kepada tengkulak. Tapi, dalam bentuk karkas (daging segar) secara langsung ke pasar," pungkas Heri. (Mut)