Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tampilkan postingan dengan label Impor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Impor. Tampilkan semua postingan

Sumber Impor Daging Diperlebar


JAKARTA -- Pemerintah membuka izin impor daging seluas-luasnya berdasarkan jenis, pelaku, dan negara asal daging. Di sisi lain, segala regulasi yang menghambat impor daging akan dicabut. Hal tersebut guna mencapai agenda penurunan harga daging sapi dalam negeri sesuai keinginan Presiden yakni di bawah Rp 80 ribu per kilogram. 

"Regulasi kita ubah, Insya Allah mudah-mudahan hari ini kita tanda tangan, khususnya (impor) secondary cut kami buka, jeroan kami buka, asal negara yang penting bebas PMK," kata Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Selasa (12/7). Saat ini regulasi pengganti tengah masuk tahap penyelesainan dan sejumlah revisi.

Dalam regulasi baru, nantinya impor secondary cut maupun jeroan bisa dilakukan importir mana pun. Asal daging juga dibuka tidak hanya dari negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), tapi berdasarkan zona yang bebas PMK. Mentan mewanti-wanti jangan sampai pembukaan impor tersebut malah menggerus usaha daging dan peternakan lokal. 

Salah satu wujud penjagaan yakni membatasi persebaran daging impor hanya di wilayah Jabodetabek hingga 80-90 persen. Harga daging juga tidak boleh dipermainkan atau dijual mahal. Karena itu tidak sejalan dengan agenda pemerintah. "Sampai hari ini belum ada laporan (mempermainkan harga), kalau ada saya cabut (izinnya)," ujarnya.

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan, Banun Harpini, menguraikan, risiko pemasukan PMK dari negara belum bebas PMK rendah jika produk impor berupa daging. "Kalau daging low risk dibandingkan sapi hidup, karena daging sudah diproses, kecil kemungkinannya," kata Banun. 

Menyambut kedatangan impor daging kerbau India, Barantan sedang menuntaskan protokol karantina yang akan menjamin daging kerbau yang dikapalkan memenuhi persyaratan. Kedatangan daging perdana diperkirakan pada akhir Juli dengan pelaksana impor yakni Bulog. 

Kementan melalui Barantan juga telah merancang manajemen risiko agar PMK tidak menyusup dalam daging-daging impor. Badan Krantina memiliki standar operasional baku yang harus siap dilaksanakan oleh dinas peternakan di seluruh daerah. 

Amran menambahkan, saat ini pihaknya juga mencabut segala regulasi penghambat peredaran daging murah di pasar. "Daging target tiga bulan ke depan (turun), semua yang hambat akan dicabut minggu ini," kata dia. Ia mengaku, telah melaporkan hal-hal penghambat tersebut dan pencabutannya langsung disetujui Presiden Joko Widodo. 

Dalam jangka pendek, pemerintah sedang meninjau sejumlah regulasi yang belum sesuai dengan agenda penurunan harga daging. Salah satu yang telah dilakukan yakni mencabut aturan peredaran daging industri di pasar becek. Regulasi lainnya yang tengah ditinjau yakni pelaksanaan kuota impor tidak per periode tapi per tahun, penghapusan bea masuk lima persen menjadi nol persen, dan yang lainnya.

Pada momen halal bihalal, Mentan menyatakan, pejabat dan staf kementerian membantu melancarkan sejumlah kinerja bidang pertanian. Mereka disebut jarang berada di rumah sebab rajin memantau lapangan. 

Hasilnya, lanjut Mentan, telah terbaca yakni mampu meningkatkan produksi sejumlah komoditas pangan strategis. "Alhamdulilah ekspor bawang kita naik seratus persen, jagung impor turun 47 persen, itu lompatan, tahun depan kita tidak ada cerita impor jagung lagi," tuturnya.  

Amran Sulaiman sebelumnya mengancam akan memberi sanksi tegas kepada penjual yang memanfaatkan Lebaran untuk menaikkan harga daging atau pemasok yang melakukan penggemukkan daging (feed lotter). 

"Kalau ada yang menaikkan harga dan memanfaatkan momentum, pertama akan diberi peringatan, kemudian dikurangi jatah daging impornya, dan cabut rekomendasinya sampai kemungkinan tidak bisa jual (daging) lagi," kata dia pekan lalu.

Anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (6/7), mengatakan, selama Ramadhan harga komoditas daging di pasaran rata-rata mencapai Rp 120 ribu – Rp 150 ribu per kilogram. Harga tersebut masih jauh dari seruan Presiden Jokowi, yaitu di bawah Rp 80 ribu per kilogram. Intervensi pasar juga tak mampu menstabilkan harga. 

Anggaran Bocor untuk Impor Singkong

VIVA.co.id – Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan mengaku prihatin, pasalnya Indonesia memiliki tanah yang subur tapi impor singkong. Menurutnya, tercatat berdasarkan data BPS, akumulasi impor singkong 2016 mencapai 1.228 ton dengan nilai US$267.981 kalau dirupiahkan (dengan asumsi 1 US$ = Rp13.000) = Rp3,5 miliar.

"Ironis dan memalukan, rasanya sulit dipercaya negeri yang tanahnya subur dan luas harus impor singkong dari negara seperti Vietnam dan Italia. Jenis pangan ini sebetulnya tak perlu diimpor, kalau saja pemerintah memiliki kemauan dan keberpihakan. Walaupun dengan dalih berbentuk tepung untuk kebutuhan industri, dan harga impor lebih murah. Sangat ironis," ujar Anggota Komisi XI ini.
Ia menambahkan, impor ini mengganggu konsistensi pemerintah yang katanya bisa berhemat 30 persen anggaran makan rapat dengan mengganti menu singkong. Satu sisi berhemat, tapi di saat yang sama anggaran bocor untuk impor singkong.
"Kita patut bertanya soal program ketahanan pangan pemerintah. Sudah sejauhmana realisasi program diversifikasi pangan nasional. Faktanya, kita defisit. Produktifitas baru mencapai 100 ribu ton per tahun. Artinya setiap hektar baru mencapai 15 ton (dengan asumsi areal tanam 1,5 juta hektar). Lalu, bagaimana nasib program akselerasi kebun singkong yang katanya menargetkan 40 ton per hektar?," ujarnya.
Ia juga menjelaskan, pemerintah harus serius mengurusi sektor pertanian dalam negeri, khususnya komoditas singkong. Agar singkong Indonesia bisa bangkit.
"Sebaiknya pemerintah mempercepat program perluasan kebun singkong di seluruh Indonesia sehingga target 40 ton per hektar bisa terwujud. Mempermudah akses permodalan di sektor ini, guna antara lain membangun industri pengolahan. Faktanya, kurang dari 1 persen petani singkong yang bisa mengakses modal perbankan," katanya.
Ia mengungkapkan, pemerintah mesti mengatur harga singkong yang masih terbilang rendah sehingga minat petani menanam singkong lebih tinggi, disamping memberikan pendampingan agar singkong petani kita memiliki kualitas yang baik.
"Benahi segera tata niaga bahan pangan agar petani tidak terus dirugikan. Fakta impor singkong, menunjukan pemerintah tidak hadir dan kurang berpihak pada rakyatnya," katanya. 

Hebat, Tahun Ini Indonesia Impor Singkong

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Wakil Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Heri Gunawan mengaku prihatin dengan nasib para petani khususnya para petani singkong.
Pasalnya, lanjut dia, Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor singkong pada tahun ini.
"Tercatat, berdasarkan data BPS, akumulasi impor singkong 2016 mencapai 1.228 ton dengan nilai USD267.981 kalau dirupiahkan (dengan asumsi 1 USD = Rp13.000) = Rp3,5 miliar," ungkap dia pada TeropongSenayan di Jakarta, Sabtu (23/04/2016).
Padahal, lanjut dia, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kesuburan tanahnya yang sangat luar biasa di dunia dan sangat menggelikan saat Indonesia untuk urusan singkong pun masih harus impor.

"Ironis dan memalukan, rasanya sulit dipercaya negeri yang tanahnya subur dan luas harus impor singkong dari negara seperti Vietnam dan Italia. Jenis pangan ini sebetulnya tak perlu diimpor, kalau saja pemerintah memiliki kemauan dan keberpihakan. Walaupun dengan dalih berbentuk tepung untuk kebutuhan industri, dan harga impor lebih murah. Sangat ironis," tandas Anggota Komisi XI DPR RI ini.
Menurutnya, Impor ini mengganggu konsistensi pemerintah yang katanya bisa berhemat 30% anggaran makan rapat dengan mengganti menu singkong. Satu sisi berhemat, tapi di saat yang sama anggaran bocor untuk impor singkong.
"Kita patut bertanya soal program ketahanan pangan pemerintah. Sudah sejauhmana realisasi program diversifikasi pangan nasional.Faktanya, kita defisit," ungkap dia.
Saat ini saja, terang dia, Produktifitas baru mencapai 100 ribu ton per tahun. Artinya, sambung dia, setiap hektar baru mencapai 15 ton (dengan asumsi areal tanam 1,5 juta hektar).
"Lalu, bagaimana nasib program akselerasi kebun singkong yang katanya menargetkan 40 ton per hektar?. Pemerintah harus serius mengurusi sektor pertanian kita, khususnya komoditas singkong. Agar singkong Indonesia bisa bangkit," ujar dia.
Lebih lanjut Heri menyarankan sebaiknya pemerintah harus melakukan beberapa langkah terkait hal tersebut.
Pertama, mempercepat program perluasan kebun singkong di seluruh Indonesia sehingga target 40 ton per hektar bisa terwujud, kata dia.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah harus mempermudah akses permodalan di sektor ini, guna antara lain membangun industri pengolahan.
"Faktanya, kurang dari 1% petani singkong yang bisa mengakses modal perbankan," ungkap dia.
Ketiga, pemerintah mesti mengatur harga singkong yang masih terbilang rendah sehingga minat petani menanam singkong lebih tinggi, ujar dia.
Disamping itu, kata dia, pemerintah juga harus memberikan pendampingan pada para petani singkong.
"Agar singkong petani kita memiliki kualitas yang baik," kata dia.
Keempat benahi segera tata niaga bahan pangan agar petani tidak terus dirugikan.
"Fakta impor singkong, menunjukan pemerintah tidak hadir dan kurang berpihak pada rakyatnya," tutup dia. (Icl)

Miris, Indonesia Bertanah Subur Tapi Impor Singkong

Rimanews - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), akumulasi impor singkong selama tahun 2016 mencapai 1.228 ton dengan nilai USD267.981. Jumlah tersebut jika dirupiahkan (dengan asumsi 1 USD = Rp13.000) menjadi Rp3,5 miliar.

Menanggapi impor singkong itu, anggota DPR RI, Heri Gunawan menyatakan keprihatinannya. "Ironis dan memalukan, rasanya sulit dipercaya negeri yang tanahnya subur dan luas harus impor singkong dari negara seperti Vietnam dan Italia," kata Heri Gunawan yang juga menjabat sebagai wakil ketua umum HKTI, di Jakarta, Jumat (22/04/2016).

Anggota DPR RI asal pemilihan Sukabumi itu menyebutkan, jenis pangan ini sebetulnya tak perlu diimpor, kalau saja pemerintah memiliki kemauan dan keberpihakan. "Walaupun dengan dalih berbentuk tepung untuk kebutuhan industri, dan harga impor lebih murah. Sangat ironis," katanya.

Impor singkong ini mengganggu konsistensi pemerintah yang katanya bisa berhemat 30% anggaran makan rapat dengan mengganti menu singkong. "Satu sisi berhemat, tapi di saat yang sama anggaran bocor untuk impor singkong," kata dia.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan soal program ketahanan pangan pemerintah. Sudah sejauhmana realisasi program diversifikasi pangan nasional. Faktanya, kita defisit.

Produktifitas baru mencapai 100 ribu ton per tahun. Artinya setiap hektar baru mencapai 15 ton (dengan asumsi areal tanam 1,5 juta hektar).

"Lalu, bagaimana nasib program akselerasi kebun singkong yang katanya menargetkan 40 ton per hektar?" tanya dia.

Ia meminta pemerintah harus serius mengurusi sektor pertanian kita, khususnya komoditas singkong. Agar singkong Indonesia bisa bangkit.

Pemerintah, saran dia harus mempercepat program perluasan kebun singkong di seluruh Indonesia sehingga target 40 ton per hektar bisa terwujud. Selanjutnya, mempermudah akses permodalan di sektor ini, guna membangun industri pengolahan.

"Faktanya, kurang dari 1% petani singkong yang bisa mengakses modal perbankan," ujar politisi Partai Gerindra itu.

Pemerintah mesti mengatur harga singkong yang masih terbilang rendah sehingga minat petani menanam singkong lebih tinggi, disamping memberikan pendampingan agar singkong petani kita memiliki kualitas yang baik; keempat benahi segera tata niaga bahan pangan agar petani tidak terus dirugikan

"Fakta impor singkong, menunjukan pemerintah tidak hadir dan kurang berpihak pada rakyatnya," kata anggota Komisi XI DPR RI itu.

Deregulasi Impor Baja dan Besi Dipertanyakan

Jakarta (dpr.go.id) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang akan melakukan deregulasi impor besi dan baja perlu dipertanyakan. Kemendag ingin menghilangkan ketentuan wajib rekomendasi dan verifikasi surveyor dari Kementerian Perindustrian untuk memudahkan jalan impor besi dan baja.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan, Senin (21/9), menegaskan bahwa langkah Kemendag itu bisa mematikan industri besi dan baja nasional. Ada dua aturan main yang akan direvisi Kemendag, yaitu Permendag No.8/2012 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja dan Permendag No.28/2014 tentang Ketentuan Baja Paduan. Revisi atas dua ketentuan ini menciptakan kerawanan baru di bidang impor.
Ironisnya, deregulasi tersebut justru dilakukan saat sektor infrastruktur sedang masif dibangun oleh pemerintah. Tentu kebutuhan terhadap baja kian tinggi. “Saat ini kita sedang bangun proyek infrastruktur besar yang butuh besi dan baja dalam jumlah yang besar. Maka mestinya sebesar-besarnya disuplai dari produk lokal. Tanpa kehati-hatian penuh, Kemendag hanya akan memberi kesempatan besar bagi produk impor untuk menggempur pasar besi dan baja domestik kita,” jelas Heri.
Saat ini saja, sambung Heri, pasar besi dan baja domestik sudah dikuasai produk asing yang rata-rata di atas 60 persen selama empat tahun terakhir. Kebijakan deregulasi yang tidak hati-hati akan menghancurkan pasar domestik. “Sangat mungkin kita akan kebanjiran produk besi-baja impor yang sebetulnya tidak diperlukan. Program-program penguatan industri besi-baja dalam negeri seperti rencana pemberian PMN kepada Krakatau Steel mungkin akan sia-sia, karena tidak punya daya saing sama sekali.”
Mestinya pasar besi dan baja diamankan dengan intervensi regulasi yang kuat. Rekomendasi teknis Kemenperin seperti diatur Pasal 4 ayat (1) huruf i Permendag No.29/2014, tidak boleh dihilangkan begitu saja tanpa kajian dan evaluasi yang mendalam. Rekomendasi teknis lainnya seperti persetujuan impor besi dan baja dari Kemenperin juga tak boleh dihilangkan.
“Lebih jauh terkait verifikasai surveyor itu juga penting. Tidak bisa dihilangkan begitu saja. Pasal 16, 17, dan 18 Permendag No.29/2014 yang mengatur tentang mekanisme verifikasi impor masih diperlukan sebagai bagian dari proteksi pasar besi dan baja domestik,” urai Anggota F-Gerindra ini. (mh)


----------------------------------

Berita Terkait :

  1. Deregulasi Impor Baja dan Besi Dipertanyakan
  2. Legislator minta Kemendag hati-hati buat deregulasi impor
  3. Wakil Ketua Komisi VI Ingatkan Kemendag Terkait Deregulasi Impor
  4. Kemendag Diminta Hati-Hati Dua Permendag

Hitung Ulang Neraca Gula Nasional

Jakarta (dpr.go.id) - Impor gula rafinasi yang tak terkendali hingga mencapai 2,2 juta ton pada tahun ini, telah menghancurkan hidup petani gula nasional. Bahkan, pemerintah merencanakan kuota impor gula rafinasi hingga 3,12 juta ton pada 2015.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan, Senin (7/9), mengkritisi kebijakan Kemeterian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang telah merencanakan kuota impor gula tersebut. Salah hitung atas kebutuhan impor gula rafinasi perlu ditelusuri. Data neraca gula tak kunjung beres, sehingga impor gula yang terlalu banyak sangat menguntungkan para mafia, bukan petani.

“Di Indonesia, gula adalah komoditas terpenting kedua setelah beras. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang mencapai seperempat miliar orang, maka berdasarkan data organisasi gula internasional (ISO), pertumbuhan gula Indonesia sebesar empat persen per tahun,” ungkap politisi Partai Gerindra tersebut.

Selama ini, sambung Heri, tak ada kesesuaian data menyangkut produksi dan konsumsi gula nasional. Heri mencontohkan, data dari Kemendag dan Kemenperin menyebutkan kebutuhan gula diperkirakan mencapai 5,7 juta ton. Data lain menyebutkan, kebutuhan gula rafinasi hanya 2,5 juta ton. Sementara produksi gula rafinasi dalam negeri sekitar 2,1 juta ton.  

Data Asosiasi Gula Indonesia (AGI) menunjukkan stok gula di dalam negeri mencapai 1,5 juta ton plus produksi 2,54 juta ton. Untuk konsumsi gula rumah tangga mencapai 2,89 juta ton. “Dari sini, kita bisa lihat dengan nyata dampak dari tidak beresnya data neraca gula nasional. Data yang tidak valid itu menjadi sebab tidak beresnya masalah gula nasional. Bagaimana mungkin kita bisa membuat peta jalan industri gula nasional kalau neraca gula saja tidak pernah beres,” tegas Heri.

Menurut Heri, kebijakan impor gula sangat bergantung pada produksi dan konsumsi gula nasional. Bila produksi gula defesit, impor dilakukan untuk menjaga stabilitas harga di dalam negeri. Persoalannya dengan data yang tidak pernah beres selama ini, kelebihan impor menjadi bias dan rawan penyimpangan.

“Kelebihan impor itu sangat mungkin menjadi permainan mafia. Jika mafia itu mendapat Rp2000 saja untuk setiap kg gula, maka mereka bisa untung triliunan rupiah. Mereka mendapat keuntungan di atas penderitaan petani gula yang merugi karena harga jatuh. Maka kami dari Komisi VI meminta Kemendag, Kemenperin, dan instansi terkait untuk menghitung ulang neraca gula nasional yang lebih valid. Perhitungan itu harus dilakukan dengan mengecek langsung produksi dan konsumsi gula di lapangan.” (mh)

Kumpulan Link Berita : MAFIA SEDANG PERMAINKAN HARGA DAGING SAPI

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Heri Gunawan, mensinyalir melejitnya harga daging sapi di pasaran akibat ulah mafia sapi impor. Para mafia sapi impor dan eksportir luar gusar akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah imbas adanya pembatasan impor sapi.

Sehingga, para mafia Sapi impor ini berusaha mendistorsi pasokan sapi hingga harganya mencapai angka tertinggi supaya pemerintah tetap melakukan impor sapi.


Berikut ini daftar tautan pemberitaan media terkait sikap Heri Gunawan mengenai hal tersebut :








8. Wakil Ketua Komisi VI Sebut Mafia Sapi Impor Sedang Mainkan Harga - http://fastnewsindonesia.com/article/wakil-ketua-komisi-vi-sebut-mafia-sapi-impor-sedang-mainkan-harga



11. HERI GUNAWAN: PEMERINTAH HARUS WASPADAI MAFIA DAGING SAPI - http://voiceofjakarta.co.id/parlemen/heri-gunawan-pemerintah-harus-waspadai-mafia-daging-sapi/



14. Jokowi Digoyang Mafia Sapi - http://m.inilah.com/news/detail/2228456/jokowi-digoyang-mafia-sapi



17. “…Mogok Daging, DPR Setuju Batasi Impor…” - http://nrmnews.com/2015/08/10/mogok-daging-dpr-setuju-batasi-impor/

18. "... Sehingga mafia mulai melakukan rekayasa sehingga harga daging sapi menjadi melonjak.

19. Ganggu Ekonomi Nasional, Pidanakan Mafia Daging Sapi - http://www.teropongsenayan.com/15199-ganggu-ekonomi-nasional-pidanakan-mafi-daging-sapi




23. Wakil Komisi VI DPR : Pembatasan Impor Daging Akan Mematikan Mafia Sapi - http://www.tangkasnews.com/wakil-komisi-vi-dpr-pembatasan-impor-daging-akan-mematikan-mafia-sapi/





28. Curiga Oknum Importir, Izin Impor Sapi Hanya untuk Bulog - http://www.beritametro.co.id/nasional/curiga-oknum-importir-izin-impor-sapi-hanya-untuk-bulog

29. DPR dan Kemendag Waspadai Mafia - http://www.suarakarya.id/2015/08/12/dpr-dan-kemendag.html


Heri Gunawan : Ujug-ujug Pemerintah Melakukan Import

DetikLampung.com - Seperti prediksi sebelumnya, menjelang bulan Puasa, harga barang kebutuhan pokok seperti cabai dan bawang terus naik. "Kenaikan tersebut terjadi karena naiknya permintaan secara signifikan, sedangkan pasokan dalam negeri tidak cukup. Berdasarkan laporan BPS, kenaikan tertinggi terjadi di Medan sebesar 95 persen dan Banda Aceh sebesar 94 persen," ujar Wakil Ketua Komisi VI,Heri Gunawan di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/6).

Sebetulnya, kenaikan itu bisa dikontrol jika pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, punya mekanisme antisipasi yang lebih sistematis dan permanen. “Ini kan, sudah sering terjadi setiap tahun, maka mestinya sudah bisa diantisipasi sejak dini, baik dari sisi produksi sampai pengamanan stok. "Tapi, sejauh ini, kebijakan Pemerintah masih bersifat insidentil, ujug-ujug impor," tuturnya.

Impor seharusnya adalah langkah terakhir. Apalagi sebelumnya Menteri Perdagangan telah menjamin stok kebutuhan pokok untuk keperluan Bulan Puasa sampai Idul Fitri dalam posisi aman.

“Karenanya, saya berharap kebijakan impor jangan tergesa-gesa," harap Politisi Partai Gerindra ini.
Jika impor sampai terjadi, maka itu semakin memperkuat pandangan bahwa pemerintah sedang bermasalah dalam 3 hal: (1) produksi dalam negeri (2) fluktuasi harga dan (3) posisi stok.

Dari sisi produksi, terdapat masalah yang sangat serius yang menyebabkan rendahnya produktifitas, terutama terkait penyusutan lahan yang sudah banyak beralih fungsi. Di Brebes, misalnya, petani hanya memanen 7 ton untuk setiap 1 hektare, di tambah lagi, realisasi cetak lahan baru belum tampak.

Minimnya produksi tersebut menyebabkan harga cabai dan bawang sangat fluktuatif dan rawan permainan harga. Saat ini, cabai merah sudah berada pada kisaran Rp 20.000/kg, sedangkan harga bawang merah berada pada posisi Rp 25.000/kg. “Itu berarti sudah lampu merah. Peringatan..!," tegasnya.

Selanjutnya, dari sisi stok, peran Bulog belum maksimal dalam mengelola stok pemerintah. Serapan Bulog sangat minim, karena terkendala kewenangannya yang terbatas.

Aspek lain yang juga harus diperhatikan Pemerintah adalah faktor distribusi yang terkait langsung dengan penyediaan/optimalisasi sarana distribusi, termasuk koordinasi yang kuat dari gudang/pelabuhan sampai penyedia angkutan.

Untuk itu Heri Gunawan, selaku Ketua DPP Partai Gerindra dan Pimpinan Komisi VI DPR RI mendorong penuh pemerintah untuk sesegera mungkin mengeluarkan aturan teknis dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraruran Pemerintah (Permen) terkait dengan pengelolaan barang kebutuhan pokok yang lebih baik.

Sehingga, ke depan, kebijakan Pemerintah akan lebih sistematis, permanen, dan punya dasar hukum yang kuat. Apalagi itu sudah menjadi amanat UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan yang sampai hari ini tidak bisa dieksekusi sama sekali karena tidak adanya peraturan turunan, baik PP, Perpres maupun Permen.

"Sebagai misal, Perpres tentang Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Permendag tentang disribusi barang," tambahnya. (Ryan)