Soal Kerjasama Proton : DPR Nilai Jokowi Ibarat Kacang Lupa Kulitnya

SUKABUMI (Pos Kota) – Penandatanganan MoU antara CEO Proton Holdings, Abdul Harith Abdullah dengan CEO PT Adiperkasa Citra Lestari, AM. Henderopriyono mendapat sorotan. Terkait hal itu, Anggota DPR, Heri Gunawan menilai MoU tersebut tidak tepat waktu.
“Saat ini, kita sedang tersinggung oleh iklan produk Malaysia yang berjudul “Pecat Pembantu Indonesia!”. Iklan yang tergolong perbuatan tidak terpuji, rasis, merendahkan, dan melukai perasaan rakyat Indonesia. Kalau saya yang jadi presiden, saya tidak hadiri acara MoU itu jika dilaksanakan sekarang karena saya mesti mewakili rasa tersinggung rakyat Indonesia,” cetus HG dalam pernyataan tertulisnya kepada Pos Kota, Minggu (8/2) siang.
Menurut Wakil Ketua Komisi VI itu, jika benar bahwa kerjasama itu telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya, mestinya didahului dengan studi kelayakan bisnis yang komprehensif. “Presiden perlu menjelaskan bagaimana bisa dilakukan kerjasama dengan Proton Malaysia yang penjualannya terus merosot karena kalah bersaing dengan merek asing seperti Jepang dan Korea Selatan. Bahkan di Malaysia sendiri omsetnya anjlok dari 50 persen menjadi hanya 21 persen. Mengapa bukan dengan perusahaan mobil Jepang atau Jerman misalnya?” tanya HG.
Masih kata HG, jika benar bahwa kerjasama tersebut adalah bagian dari pengembangan mobil nasional Indonesia, mengapa bukan Esemka yang dikembangkan dengan serius sebagai bagian dari program besar Low Cost Green Car.
“Yang bikin Pak Joko Widodo sangat ngetop sewaktu jadi walikota Solo itu adalah mobil Esemka. Waktu itu Jokowi mewakili rasa rindu rakyat Indonesia yg ingin punya mobil 100% Indonesia. Ketika jadi presiden yang punya kewenangan sangat besar, Jokowi seperti lupa kacang akan kulitnya…lupa dengan Esemka,” ungkapnya.
Saat masih kampanye, dan juga tertuang dalam dokumen visi-misinya setebal 41 halaman, Presiden Jokowi berulang kali menyebut konsep Trisakti dan kemadirian nasional (Nawa Cita) sebagai landasan ideologis program pembangunannya dalam 5 tahun ke depan. “Saya tetap menghargai Malaysia sebagaimana saudara sendiri. Saya pun menghormati keputusan-keputusan Presiden Jokowi, tetapi mesti ada penjelasan yang rasional tentang kerjasama Mobnas itu,” terangnya.

Tanpa penjelasan yang masuk akal, maka bukan tidak mungkin ada orang yang membaca kehadiran presiden dalam penandatanganan MoU itu benar-benar hanya sekedar membantu kelancaran bisnis seorang tokoh yg menjadi tim suksesnya-sebagai balas jasa belaka?

“Semoga kebijakan ini dapat menjadi perhatian yang serius bagi mitra kerja Komisi 6, yang tentunya akan segera saya pertanyakan dalam rapat kerja berikutnya,” tandasnya.
(sule/sir)

0 komentar:

Posting Komentar