Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun dengan rincian Rp 4 triliun untuk meningkatkan kapasitas usaha LPEI dan Rp 1 triliun untuk melaksanakan penugasan khusus. Diharapkan kuncuran PMN itu bukan untuk menutup kerugian LPEI.
Hal ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam siaran persnya, Jumat (8/1/2021). Rp 1 triliun dari PMN itu, menugaskan LPEI menjamin korporasi untuk back up permodalan dalam penyelenggaraan program penjaminan korporoasi LPEI jadi frontier. Namun, perusahaan BUMN ini dipertanyakan, apakah mampu meningkatkan kontribusi bagi PDB nasional.
"Ini sebagai bahan evaluasi bahwa kekayaan negara yang dipisahkan benar-benar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, LPEI sebelumnya tercatat merugi di tahun 2019. Total kerugiannya tercatat Rp 4,7 triliun. Sehingga, memunculkan pertanyaan apakah lembaga tersebut mampu mengakselerasi PEN di tengah kondisi keuangan tersebut," papar Hergun, sapaan akrabnya.
Anjloknya pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020 yang merosot hingga minus 5,32 persen (yoy), membuat pemerintah berupaya mendongkrak ekonomi di kuartal III-2020 dengan menggenjot program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Realisasi PEN itu dilakukan salah satunya melalui skema Special Mission Vehicles (SMV), dengan cara menempatkan modal ke perusahaan BUMN hingga lembaga.
Kemudian LPEI atau Bank Exim Indonesia tercatat sebagai salah satu yang mendapatkan suntikan modal tersebut. Pada 2020 LPEI meminta PMN senilai Rp 5 triliun, hampir sama dengan nilai kerugiannya pada 2019 yang mencapai Rp 4,7 triliun. "Saya malah punya pikiran, jangan-jangan ini untuk menutupi rugi bersih kemarin," ujar legislator asal Sukabumi, Jawa Barat ini.
Dia menambahkan, NPL bruto LPEI juga meningkat menjadi 23,39 persen dibarengi penurunan aset hampir 10 persen menjadi Rp 108,7 triliun dan penurunan NIM (kemampuan bank dalam menghasilkan laba bunga bersih) menjadi hanya 1,18 persen.
Peningkatan NPL gross yang cukup tajam dan melebihi batasan normal sudah terjadi sejak akhir 2017, dimana rasio BOPO (kemampuan bank dalam mengelola beban operasional, semakin tinggi nilai BOPO semakin buruk pengelolaan perusahaan tersebut), tercatat makin tinggi yakni sebesar 100,51 persen di 2018 dan 179,63 persen di 2019.
Ini, lanjut Hergun, menandakan kemampuan pengelolaan dan strategi manajemennya sangat dipertanyakan. Kondisi-kondisi tersebut jelas memerlukan perhatian lebih lanjut atas penggunaan rencana dana PMN oleh LPEI. Terlebih karena dana PMN berasal dari defisit APBN dan pola pencetakan uang terselubung dari pemerintah dengan skema burden sharing-nya.
Ketua DPP Partai Gerindra ini menambahkan bahwa dalam FGD dengan LPEI pada 18 November 2020 belum menemukan titik kesimpulan. "Kami belum puas atas pemaparan yang disampaikan jajaran pimpinan LPEI. Tidak ada bahan khusus yang membahas perihal penggunaan PMN Rp 5 triliun. Dalam rapat tersebut, LPEI hanya memaparkan data umum yang sudah sering disampaikan dalam rapat-rapat sebelumnya. Oleh karena itu, kami akan menjadwalkan rapat FGD dengan LPEI pada masa sidang mendatang," urai anggota Baleg DPR ini.
Selain data lama, data yang disampaikan oleh LPEI juga bombastis. Misalnya, soal penyerapan tenaga kerja. LPEI mengklaim bahwa setiap Rp 1 miliar pembiayaan yang dikucurkannya mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja hingga 50 orang. Sehingga, Pembiayaan LPEI sebesar Rp 93,03 triliun, mampu menyerap sekitar 4,7 juta tenaga kerja.
Klaim seperti itu sama saja meremehkan kerja pemerintah. Dimana per 2 September 2020, pemerintah telah mengucurkan dana PEN sebesar Rp 271,94 triliun. Namun, di waktu yang hampir bersamaan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa per Agustus 2020, jumlah pengangguran bertambah sebanyak 2,67 juta orang dibanding periode yang sama tahun lalu, sehingga jumlah pengangguran saat ini mencapai 9,77 juta orang.
Artinya, dana PEN yang lebih besar dari pembiayaan LPEI saja tidak mampu menahan bertambahnya laju pengangguran. Kedepan, LPEI harus menyampaikan bahan yang realistis, tegas Hergun. Ketika injeksi PMN, sudah seharusnya ada agreement bahwa kinerja mereka harus bisa men-generate return yang lebih tinggi dari biaya utang, disamping harus jelas financial return-nya.Kalau tidak, negara akan merugi.
Hergun menegaskan bahwa DPR berkomitmen mengamankan uang Rp 5 triliun yang dikucurkan kepada LPEI. Dana tersebut harus jelas peruntukkannya. Dana tersebut tidak boleh digunakan untuk menutup kerugian LPEI pada 2019. DPR akan mengekplorasi penyebab kerugian yang cukup besar tersebut.
"Kami akan pertanyakan kolektibilitas beberapa debitur kakap. Bagaimana status kolektibilitas dan perkembangan portfolio debitur Duniatex Group, penugasan khusus ekspor yang masih berjalan, dan komposisi portofolio-portofolio besar termasuk partisipasi di kredit sindikasi," tegas Hergun. (mh/es)
0 komentar:
Posting Komentar