Oleh: Heri Gunawan
Anggota Komisi XI ; Kapoksi Badan
Legislasi DPR-RI
Prediksi ekonomi Indonesia tercatat hanya bertengger
di angka 5,3 persen (versi BPS) dan 4,9 persen (versi lembaga luar negeri semisal
JP Morgan). Tahun 2019, ekonomi Indonesia diprediksi hanya tumbuh 5,08 persen
hingga akhir tahun. Angka ini meleset dari target yang dipatok sebesar 5,3
persen.
Menciutnya angka pertumbuhan ekonomi adalah sinyal
adanya perlambatan. Salah satu penyebabnya, menurut Bank Dunia, masih terkait
dengan ketidakpastian ekonomi global, termasuk perang dagang AS-China, masalah
Brexit yang tak kunjung usai, perang dagang antara Korea Selatan dengan China hingga
Isu penggulingan Presiden AS Donald Trump yang digulirkan oleh Kongres AS
semakin menambah faktor ketidakpastian dan terus menekan perekonomian global. Selain
itu, pertumbuhan investasi cenderung melemah karena turunnya harga komoditas.
Tahun 2020, perekonomian global sedang dibayangi
resesi, tak terkecuali Indonesia. Sebab itu, perlu kewaspadaan penuh dampak
resesi terhadap perekonomian nasional. Terlebih, Indonesia masih dihadapkan
pada lemahnya daya saing, kemiskinan, ketimpangan, sempitnya lapangan kerja,
dll. Tanpa pengelolaan yang baik, nasib ekonomi Indonesia dipertaruhkan di
2020.
Berikut beberapa catatan saya terkait ekonomi
Indonesia 2020 :
1. Melesetnya
angka pertumbuhan ekonomi 2019-III sebesar 5,02 persen menjadi sinyal bagi
pemerintah untuk berhati-hati mengelola strategi ekonomi. Lebih-lebih, tahun
2020 nanti, perekonomian nasional menghadapi tantangan resesi global. Strategi
ekonomi perlu langkah-langkah mitigasi serius atas resesi.
2. Salah
satu yang harus diperhatikan adalah defisit APBN. Tahun 2019 saja, defisit
melebar menjadi lebih dari 2,2 persen akibat perlambatan ekonomi. Angka yang
melenceng cukup jauh dari target sekitar 1,8 persen. Tanpa pengelolaan yang
baik, bukan mustahil defisit melebar mendekati 3 persen yang menjadi batas
maksimal yang disyaratkan dalam UU No. 17/2013 tentang Keuangan Negara,
mengingat laporan realisasi anggaran (LRA) masih menggunakan cashbase. Sementara
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan
keuangan berbasis akrual. Pemerintah
perlu secara terbuka menegaskan sebetulnya berapa angka defisit APBN Ini
penting untuk melahirkan kepercayaan dan kredibilitas.
3. Nyaris
seluruh negara maju memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi masing-masing.
Perlambatan ekonomi global terus berlanjut. Tahun 2019-II China hanya
mencatatkan pertumbuhan 6,2 persen (pertumbuhan terendah dalam 30 tahun
terakhir). Belum lagi gejojak perang dagang AS-China terus mendistorsi
permintaan ekspor (terutama ekspor komoditas). Sinyalemen resesi ini diprediksi akan cukup berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020.
4. Ekonomi
nasional yang masih bergantung pada konsumsi rumah tangga menjadi momok
tersendiri. Sementara itu, investasi dan perdagangan internasional belum
berperan optimal. Padahal, keduanya berperan signifikan pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Tahun 2019, Bank Dunia memprediksi
pertumbuhan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) Indonesia hanya
sebesar 5 persen. Angka ini turun dari realisasi pertumbuhan tahun lalu 6,7
persen. Penyebabnya adalah iklim
investasi yang belum kondusif. Investor tidak tertarik karena rumitnya
regulasi. Realisasi investasi yang ada juga semakin minim pada penyerapan
tenaga kerja.
5. Sementara
itu, perdagangan internasional belum menggembirakan. Usaha perbaikannya
terhambat. BPS mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada November 2019
defisit sebesar Rp1,86 triliun—defisit terbesar kedua sepanjang
Januari-November 2019. Penyebabnya adalah ekspor yang turun cukup tajam nyaris
di semua sektor, kecuali pertanian yang tumbuh 4,42 persen secara tahunan:
ekspor migas turun 15,81 persen; industri pengolahan turun 1,66 persen;
pertambangan dan lainnya turun 19,09 persen. Ekspor yang melemah tak hanya
dipengaruhi penurunan harga komoditas, tapi juga akibat harga ekspor
barang-barang nonmigas Indonesia yang relatif rendah. Selain itu, produk
domestik kalah bersaing karena kurangnya pengadopsian teknologi baru yang
berdampak pada harga yang relatif lebih tinggi.
6. Data
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi pada kuartal pertama
2019 tumbuh 5,3% menjadi Rp195,1
triliun. Capaian ini menjadi realisasi investasi terendah Indonesia dalam kurun
2014-2019. Salah satunya Indonesia tak mendapatkan sumbangsih manfaat yang signifikan
atas migrasinya perusahaan asing dari negara China imbas perang dagang antara
China dan Amerika Serikat. Sebanyak lebih dari 50 perusahaan multinasional
telah mengumumkan rencana atau mempertimbangkan pemindahan manufaktur keluar
dari China. Pertanyaan besarnya adalah kenapa Indonesia tidak menjadi pilihan
yang menarik untuk investasi di banding dengan negara asia yang lain, sebut
saja Vietnam dan Taiwan. Salah satu penyebabnya antara lain kepastian hukum dan
pertanahan di Indonesia, dianggap masih kurang baik serta banyaknya regulasi
terkait perijinan yang tumpah tindih dan tentu saja bermuara pada lamanya ijin
investasi serta biaya tinggi yang sulit diprediksi.
7. Di
sisi lain, ketergantungan impor sangat tinggi, terutama untuk bahan baku dan
penolong untuk industri. Beberapa sektor unggulan terdampak oleh kebijakan yang
tidak berpihak pada produsen dalam negeri dan rendahnya daya saing ekspor di
tengah ketidakpastian. Salah satu sektor unggulan yang menjadi sorotan karena
kegagalan bersaing akibat ketidakberpihakan kebijakan pemerintah dan tekanan
faktor eksternal adalah Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil (TPT).
8. Catatan
eksternal-internal sebagaimana di atas sudah semestinya diantisipasi secara
penuh dan hati-hati dalam merancang strategi optimal agar ekonomi bisa bertahan
di tengah ancaman resesi 2020. Untuk diketahui, Indonesia belum lepas dari
jeratan kemiskinan, ketimpangan, lapangan kerja, defisit neraca berjalan yang
cukup lebar plus-minus 2,5 persen dari PDB, struktur ekonomi yang masih
bergantung pada konsumsi dan komoditas, likuiditas neraca keuangan yang masih
ketat, dll. Bila tidak diantisipasi dengan baik, maka dampak
resesi—mudah-mudahan tak terjadi—akan terasa lebih berat. Namun, Indonesia tak
boleh pesimis. Kita sudah terbukti lolos dari jeratan resesi. Sebab itu,
pemerintah mesti selalu terbuka atas masukan dari semua pihak. Lewat
kolaborasi, saya yakin kita bisa lolos. Hal-hal berikut dapat dijadikan sebagai
resep mitigasi atas perekonomian nasional 2020 nanti:
1) Diperlukan
koordinasi strategi dan eksekusi kolaborasi, baik kementerian pusat dan
pemerintah daerah untuk memastikan agar mitigasi risiko berjalan sesuai
perencanaan.
2) Paket
kebijakan ekonomi harus diprioritaskan bagi pelaku ekonomi riil, terutama
sektor informal yang telah terbukti selalu lolos dan bertahan dari jeratan
resesi.
3) Dengan
angka defisit APBN yang terukur, jika ruang defisit masih longgar dapat
dimanfaatkan untuk melebarkan desisit anggaran dimana pelebaran ini bersifat
sementara dan ditujukan untuk menggairahkan daya beli masyarakat agar
akselerasi ekonomi dapat tercapai. Ketika kondisi ekonomi sudah membaik maka
pelebaran defisit tersebut dapat ditutup kembali.
4) Indikasi
perlemahan konsumsi tentunya akan menjadi masalah bagi pertumbuhan ekonomi.
Menjaga daya beli masyarakat jelas sekali urgensinya dan tidak bisa ditawar.
Kebijakan fiskal yang ekspansif dan terukur bisa menjadi solusi dalam upaya
menjaga daya beli.
5) Dari
sisi penerimaan keuangan, pemerintah (cq. Kementerian Keuangan) perlu terus
memperluas basis pajak sebagai tulang punggung penerimaan APBN. Melihat
penerimaan pajak Per Januari-Oktober 2019 yang baru 65,7% dari target menjadi
tanda belum membaiknya kinerja sektor pajak. Pemerintah harus serius memburu
wajib pajak kelas kakap. Jangan cuma mengejar wajib pajak yang selama ini
patuh.
6) Tindaklanjuti
data-data wajib pajak kelas kakap yang tidak ikut tax amnesty yang diklaim
sudah dipegang pemerintah. Jika itu tidak dilakukan, maka kuatirnya membuat
meradang deposan dan mengganggu likuiditas yang selama ini sudah sangat ketat.
Ke depan ini perlu perhatian serius dan konsisten. Jangan bikin kebijakan tanpa
kajian yang holistik.
7) Kebijakan
moneter yang akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali
dalam kisaran sasaran 3%-an, Ditengah penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia
dikisaran 5% yang keempat kalinya BI menurunkan suku bunga secara
bertutut-turut, pengelolaan surat berharga negara untuk berhutang lebih dari
defisit berbunga tinggi harus lebih prudent, termasuk perhitungan risiko
kepemilikan surat utang oleh negara asing.
8) Ketersediaan,
stabilitas harga, dan pasokan bahan pokok, terutama sembilan bahan pokok, harus
dipastikan tidak terdistorsi untuk mencegah inflasi yang akan berpengaruh pada
daya beli masyarakat.
9) Terkait
ekspor, pemerintah perlu mencari tujuan pasar ekspor baru yang dapat memasarkan
produk-produk Indonesia. Sementara itu, impor harus dikelola dengan optimal
untuk melindungi produk dalam negeri dan stabilitas harga.
10)
Memastikan
pertanian tetap berkontribusi penting bagi perekonomian nasional untuk menjaga
ketersediaan pangan dengan menjaga Nilai Tukar Petani, produktifitas, serta
kesejahteraan petani.
11)
Menciptakan
iklim investasi yang kondusif agar peluang masuknya investasi langsung tetap
terbuka, serta memprioritaskan investasi yang bisa menyerap tenaga kerja.
Omnibus law harus menjadi momentum kondolidasi besar-besaran agar saling
mendukung satu sama lain dalam cipta lapangan kerja dan peningkatan investasi.
Setidaknya ada 82 Undang-undang (UU) dan 1.194 pasal, mencakup 11 klaster antara lain
penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan,
pemberdayaan, dan perlindungan UMKM; dan kemudahan berusaha.
12)
Enam pilar dalam
rencana Omnibus Law Perpajakan, diantaranya pendanaan investasi,
sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan
iklim berusaha dan fasilitas guna memperkuat perekonomian nasional melalui
perbaikan ekosistem dan daya saing Indonesia. Dengan begitu, regulasi yang
ribet, rumit, dan sering manghambat investasi dapat dipecahkan.
|
0 komentar:
Posting Komentar