Realisasi Tax Amnesty Kurang, Ini Kekhawatiran Anggota Komisi XI



JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pasca disahkannya tax amnesty menjadi undang-undang, pemerintah pun terus melakukan sosialisasi. Berdasarkan data Ditjen Pajak hingga 1 Agustus 2016, baru ada 464 wajib pajak yang mendaftar tax amnesty.

Menyikapi hal tersebut, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan menilai, realisasi dan fakta di lapangan tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan.

"Petunjuk teknis detil lewat peraturan Menteri Keuangan kan sudah ada. Tinggal eksekusi. Pasalnya, jumlah yang ada masih jauh dari target sebesar Rp 165 triluun yang harus dicapai hingga 2017. Maka, baiknya setiap bulan harus dicapai target rata-rata sedikitnya Rp 20-30 triliun. Artinya, per hari harus tercapai Rp 1 triliun," tandas Ketua DPP Partai Gerindra ini kepada TeropongSenayan di Jakarta, Senin (8/8/2016).

Menurutnya, jika target per bulan itu tidak bisa dicapai, maka akan muncul keraguan publik atas kemampuan pemerintah merealisasikan tax amnesty.

"Padahal, lebih dari 80% penerimaan APBN-P 2016 sangat bertumpu pada kebijakan tax amnesty ini. Saya khawatir, tidak mampunya pemerintah merealisasikan tax amnesty akan berdampak pada realisasi program pemerintah hingga 2017 nanti," tandas politisi Gerindra ini.

"Sebab itu, saya berharap pemerintah segera mengantisipasi dan mencari jalan keluar," tambahnya.

Saat ini saja, kata dia, ada banyak kendala teknis yang ditemukan. Sebagai contoh, perhitungan yang dianggap rumit yang tidak jarang membingungkan, kurangnya tenaga aparatur yang melakulan sosialisasi, dan lain-lain.

"Sekali lagi, pemerintah harus bergerak cepat. Saya berharap hingga akhir September nanti akan terkumpul dana sekitar sedikitnya Rp 60-90 triliun melalui skema sosialisasi dan pendekatan yang lebih kreatif dan masif," harap dia.

Selanjutnya, kata Heri, terkait investasi dana repatriasi, pemerintah harus optimis untuk bisa menarik dana besar yang parkir di luar negeri.

Menurutnya, dengan melihat return investasi Indonesia yang lebih tinggi dan lebih baik dari Singapura, harusnya dana yang "pulang" dalam jumlah besar bisa terwujud.

"Kuncinya terletak pada seberapa besar pemerintah bisa menghadirkan kepercayaan yang lebih besar. Salah satunya lewat arsitektur keuangan, termasuk APBN, yang realistis dan kredibel," sindir dia.

0 komentar:

Posting Komentar