Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tampilkan postingan dengan label PT Angkasa Pura II. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PT Angkasa Pura II. Tampilkan semua postingan

Komisi VI DPR Nilai Menhub Lamban Tangani Kasus Lion Air

Jakarta (dpr.go.id) - Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan Mengatakan,  pemerintah dalam hal ini Menteri Perhubungan lambat dan terkesan kurang tegas dalam menangani penyelesaian masalah Lion Air, sehingga membuat penumpang terlantar dan terlunta-lunta karena ketidakpastian informasi.

Heri Gunawan mengemukakan, kalau terbukti ada kesalahan prosedur di Lion Air, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan harus segera mengambil langkah tegas kepada Lion Air. "Pemerintah harus segera memerintahkan Lion Air melaksanakan kewajibannya kepada penumpang," Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi VI DPR  Senin, (23/2) siang.


Sebelumnya, Politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut mengatakan, sewaktu kasus Air Asia, Menteri Perhubungan cepat sekali merespon kasus itu, dengan segera membekukan rute penerbangan Surabaya-Singapura milik Air Asia.


Akan tetapi, lanjutnya, untuk kasus Lion Air agak lambat, karena itu, dirinya meminta jangan sampai ada kesan adanya perlakuan khusus pada operator.


“Harus ada ketegasan, karena seluruh operator punya hak dan kewajiban yang sama sesuai peraturan Perundang-Undangan dan prosedur yang berlaku," tegasnya.


Dia menegaskan kembali, terkait pembayaran biaya talangan ( pengembalian ticket, dan lain sebagainya) oleh PT Angkasa Pura II harus disikapi secara hati-hati. karena Tupoksi PT Angkasa Pura II bukan untuk menghandle kewajiban operator yang melanggar prosedur seperti Lion Air. "Jangan sampai itu memperkuat kesan perlakuan khusus pada operator tertentu. Selain itu, pemerintah harus tegas pada semua operator sekaligus melindungi kepentingan semua operator,"terangnya kepada Parlementaria.


Dia menjelaskan, bahwa Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bab l ketentuan umum, pasal 5 ayat 3 bahwa Direksi harus mematuhi Anggaran Dasar (AD) BUMN, dan peraturan perundangan.


Jadi, lanjutnya, mengenai meminjamkan uang tersebut telah diatur di Anggaran dasar yang harus diputuskan didalam RUPS. "walau sekecil apapun itu harus di RUPS, karena ini uang Negara sesuai dengan Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara maka, karena AP II menalangi ke Lion Air pasti tidak melalui RUPS maka dianggap melanggar Anggaran dasar,"ungkapnya.


Menurutnya, Yang lebih fatal lagi adalah Angkasa Pura II telah melanggar UU No. 19 tahun 2003 Bab l Ketentuan umum pasal 5 ayat 3.


Dia menambahkan, kasus Lion Air ini harus jadi pelajaran, bahwa adanya penanganan yang kurang tegas berakibat kacaunya sistem yang ada. "Semua menjadi kacau, termasuk PT Angkasa Pura II juga kacau karena harus melakukan sesuatu yang bukan tupoksinya," jelasnya


Padahal, ada banyak pekerjaan rumah PT Angkasa Pura II yang belum selesai, termasuk peningkatan keamanan dan kenyamanan bandara. "Lagi-lagi jangan sampai ada muncul kesan PT Angkasa Pura II bisa dengan cepat menghadirkan uang 4 milyar untuk menalangi biaya pengembalian tiket yang seharusnya adalah kewajiban Lion Air, sedangkan menertibkan pungutan liar, seperti taksi gelap dan lain-lain termasuk lambat sekali. Seharusnya itu menjadi tupoksinya Angkasa Pura II,"tegasnya. (Spy), 


foto : dok/parle/hr.

Komisi VI Minta Angkasa Pura II Tuntaskan Temuan BPK

Jakarta (dpr.go.id) - Komisi VI DPR RI meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkasa Pura II segera menyelesaikan sejumlah permasalahan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Keseriusan perusahaan yang bergerak di bidang kebandaraan ini akan menjadi syarat utama bagi pencairan anggaran PMN (Penyertaan Modal Negara).

"Laporan dari BPK ada sebelas temuan signifikan yang belum selesai ditindaklanjuti PT Angkasa Pura dalam periode 2009-2014. Ini tidak tuntas, PMN tidak akan dikucurkan," kata Ketua Tim Kunjungan Spesifik Komisi VI Heri Gunawan dalam rapat dengan jajaran manajemen PT. Angkasa Pura di Medan, Sumut, Minggu (15/2/15).

Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menyebut kunjungan spesifik komisi VI masa persidangan II 2014-2015 adalah kewajiban konstitusional DPR dalam rangka melakukan fungsi pengawasan dan mengawal kebijakan pemerintah khususnya terkait BUMN.

Ia mengingatkan rapat kerja dengan Menteri BUMN beberapa waktu lalu, Komisi VI DPR telah menyetujui sebagian usulan PMN dalam RAPBNP 2015 namun dengan sejumlah catatan terutama menyelesaikan sejumlah temuan BPK.

"Khusus untuk Bandara Kualanamu ini DPR memperoleh laporan dari BPK ada 25 temuan pada pembangunan tahap I dan II, kerugian negara diduga Rp123 miliar. Sejauh mana Angkasa Pura telah menyelesaikan hal ini?" tambahnya.

Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Agussalam menjelaskan sampai saat ini telah berupaya menyelesaikan pekerjaan rumah yang telah diberikan BPK. Menurutnya beberapa temuan sebenarnya tidak merugikan negara tetapi hanya masalah pendekatan audit yang berbeda.

"Kepada Komisi VI kami sampaikan, kita komit untuk menyelesaikan temuan BPK ini dalam waktu yang tidak terlalu lama," paparnya. Terkait PMN sebesar Rp2 triliun diproyeksikan terutama menuntaskan perluasan Bandara Soekarno Hatta yang saat ini sudah melayani 60 juta penumpang/tahun padahal kapasitasnya hanya 22juta/tahun. (iky)/ foto:ical/parle/iw.