VIVA.co.id – Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan mempertanyakan maksud dan tujuan pemerintahan Jokowi meminta persetujuan DPR RI guna meratifikasi Protokol VI.
Protokol VI, lanjut dia, sebuah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan sejumlah negara Asean terkait sektor jasa keuangan dan non keuangan (investasi dan perdagangan)
Adapun yang menjadi pertanyaan DPR RI dalam hal ini Komisi XI terkait protokol VI tersebut adalah mengapa pemerintah mengajukan hal tersebut tanpa menjelaskan cetak biru di dua sektor tersebut sebelumnya, ujar dia.
"Saya heran kenapa tiba-tiba pemerintah menyodorkan protokol VI pada DPR untuk meminta persetujuan, sedangkan protokol I sampai V saja belum pernah diketahui DPR seperti apa isinya, kok tiba-tiba langsung loncat saja,”ujarnya.
Dikatakan Heri, bahwa dalam UUD 1945, Pasal 11 telah diatur seperti dalam ayat 1 yang menyatakan Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. sedangkan dalam ayat 2 menyatakan Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR, jelasnya.
Menurut Heri karena ini menyangkut perjanjian internasional dan dapat mengakibatkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat Indonesia. Permasalahannya, setelah dikaji dan ditelaah Komisi XI terkait protokol VI, dalam protokol tersebut pemerintah seolah memberikan jalan bebas hambatan bagi investor dari negara lain untuk berbisnis di sektor jasa keuangan dan non keuangan (investasi dan perdagangan-red) dengan leluasa dan menghiraukan Undang-undang dan peraturan lainnya yang mengatur soal itu.
"Inikan gila, masa pemerintah mau meliberalisasi khususnya di sektor keuangan dan non keuangan (investasi dan perdagangan) yang artinya sama saja memberikan karpet merah pada asing maupun aseng dan DPR merasa khwatir dengan hal ini karena menurut kami protokol VI dengan terang-terangan tertulis liberalisasi secara progresif di dua sektor tersebut diatas, ini sama artinya bangsa ini ditelanjangi bangsa lain, ini tidak boleh terjadi," ujar Heri.
DPR khawatir, kata dia, jika protokol VI tersebut disetujui maka peran negara yang seharusnya melindungi dua sektor tersebut tidak berdaya karena adanya protokol VI ini.
Malah dalam terjemahan naskah yang diajukan dan diterima DPR RI dalam hal ini Komisi XI, jelas-jelas terlulis konsekuensinya, bahwa peran pemerintah akan dibatasi.
"Jika protokol VI disetujui maka konsekuensinya kehadiran negara berkurang dan implikasinya dua sektor yakni keuangan dan non keuangan (investasi dan perdagangan-red) akan diambil alih asing maupun aseng, Obama saja terang-terangan mengatakan dalam pidato di Kongres, bahwa Amerika telah memangkas hampir 60 persen sektor ekonomi maupun keuangan yang berbau liberalisasi, guna memperbaiki ekonominya kok Indonesia malah sebaliknya?," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar